[caption caption="ilustrasi: goziyan.com"][/caption]Kebahagiaan hidup berumah tangga yang menjadi dambaan semua orang, kadang-kadang bisa hilang oleh perasaan tertekan pada diri suami dan istri. Ada beban yang membelenggu perasaan dan pikiran suami atau istri atau keduanya, yang membuat mereka terpuruk dalam situasi kecemasan berlebihan. Seperti yang dialami oleh Novie, seorang ibu rumah tangga.
“Peristiwa perselingkuhan yang dilakukan suami lima tahun lalu, membuat saya trauma. Walaupun saat ini dia sudah baik, tapi saya khawatir bahwa peristiwa itu akan terulang lagi di lain kesempatan. Apa jaminannya bahwa dia tidak akan mengulang perselingkuhan?” ujar Novie sambil berurai air mata.
Saat ini Novie berada dalam kecemasan yang berlebihan. Peristiwa perselingkuhan yang dilakukan Budi lima tahun lalu, benar-benar sangat menyakitkan hatinya. Kendati Budi, suami Novie, sudah menyatakan menyesal dan sudah menunjukkan perbaikan, namun Novie merasa belum tenang. Novie dilanda kekhawatiran bahwa Budi akan melakukan perselingkuhan lagi dan lagi.
“Lingkungan kerja suami saya lebih banyak pegawai wanita. Ini jadi membuatnya mudah tergoda,” ujar Novie.
Perasaan kekhawatiran seperti inilah yang kerap terjadi dalam kehidupan rumah tangga, sehingga mencerabut kebahagiaan dan keceriaan mereka. Ini yang saya sebut sebagai “dua beban”, yaitu beban kejadian buruk di masa lalu, dan beban kecemasan akan sesuatu yang belum terjadi di masa mendatang. Dua beban ini kadang sedemikian membelenggu, menjadi tekanan yang berat, sehingga keluarga berada dalam suasana yang murung dan kehilangan kebahagiaan.
Bagaimana seharusnya menyikapi dua beban dalam kehidupan berumah tangga? Rupanya kita harus belajar kepada balita.
Dua Beban yang Membelenggu
Pernahkah anda mengamati perilaku anak-anak balita, bagaimana mereka bisa menikmati kebahagiaan dan keceriaan setiap saat? Salah satunya adalah karena anak-anak kecil itu selalu "hidup pada waktu sekarang". Mereka tidak punya beban yang membelenggu di masa lalu, dan tidak punya bayangan ketakutan untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang. Mereka fokus dengan keadaan di waktu sekarang. Di waktu saat ini. Mereka hanya memiliki fokus pada apa yang tengah terjadi dan dialami.
Salah satu penghalang kebahagiaan bagi orang dewasa adalah belenggu masa lalu dan beban hidup di masa depan. Kejadian buruk yang menimpa di masa lalu dan bayangan gelap yang belum terjadi di masa mendatang sering merenggut kecerian dan kebahagiaan orang dewasa. Mereka hidup dalam tekanan masa lalu dan kekhawatiran akan hal yang bisa terjadi di masa mendatang.
Contohnya, seorang istri hidup dalam tekanan kegelisahan karena peristiwa selingkuh yang dilakukan suami di masa lalu, dan ketakutan akan berulangnya perselingkuhan suami di masa yang akan datang. Demikian pula seorang suami bisa berada dalam situasi depresi karena perilaku buruk istri di masa lalu dan kekhawatiran akan berulangnya perilaku buruk istri di masa mendatang. Hal itu berlaku pula untuk konteks ekonomi. Suami dan istri bisa mengalami guncangan akibat persoalan ekonomi yang menghimpit mereka di masa lalu, serta ketakutan akan muncul problem yang sama di masa mendatang.
Di titik ini rupanya kita perlu belajar dari balita. Mereka bisa ceria dan bahagia karena tidak memiliki beban yang membelenggu di masa lalu, tidak pula punya beban yang membelenggu atas hal-hal yang belum terjadi di masa mendatang. Mereka fokus pada apa yang ada di waktu sekarang, pada momen saat ini, pada sesuatu yang tidak memberikan beban.
Jika situasi kehidupan anda bersama pasangan dalam kondisi baik, bersyukurlah dan nikmatilah. Jangan mengungkit hal buruk di masa lalu dan jangan membayangkan hal buruk yang belum terjadi saat ini. Jika situasi kehidupan anda bersama pasangan dalam kondisi kurang baik, bersabarlah dan teruslah berusaha untuk memperbaiki. Jangan membebani diri dengan segala hal yang telah berlalu, dan segala hal yang belum terjadi.