Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengasuh Anak Bukan Hanya Urusan Ibu-ibu

24 Maret 2016   07:31 Diperbarui: 24 Maret 2016   20:27 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : www.lovethispic.com"][/caption]“Ayah, ayo bermain di halaman belakang...” rengek Bobi seorang bocah umur lima tahun.

“Ayah sibuk nih. Kamu main sendiri ya....” jawab sang ayah.

“Ayo sebentar saja Yah... Sudah lama aku tidak bermain bareng Ayah....” Bobi tetap merajuk.

“Tidak bisa Bobi.... Ini Ayah mengerjakan tugas kantor. Penting banget....” sang Ayah mencoba menjelaskan.

Akhirnya Bobi menangis dan ngambek. Hatinya sakit karena merasa tidak diperhatikan oleh sang Ayah.

“Ayah ini bekerja, Bobi... Masa’ malah diajak bermain....” sang Ayah tetap bersikukuh tidak mau menemani Bobi.

Anda pasti sangat sering mendapatkan fenomena seperti itu. Tangis anak-anak yang ingin bermain dan ditemani orang tuanya, namun sang Ayah atau sang Ibu demikian sibuk hingga tidak memiliki waktu lagi untuk bermain-main. Bisa jadi mereka berpikir, bermain adalah aktivitas anak-anak. Sedangkan aktivitas orang tua adalah bekerja. Dengan cara pandang seperti itu, orang tua mengabsahkan diri menghabiskan waktu untuk bekerja, sehingga tidak sempat membersamai dan menemani anak-anak bermain.

Untuk Apa Sih Kesibukan Anda?

Anda super sibuk? Untuk apa kesibukan anda? Salah satunya untuk melaksanakan tugas di tempat kerja. Untuk apa tugas di tempat kerja dilakukan? Salah satunya agar mendapatkan penghasilan bulanan dan fasilitas lainnya. Untuk apa penghasilan dan fasilitas itu? Salah satunya untuk menghidupi dan membahagiakan keluarga. Siapa yang ingin dibahagiakan? Salah satunya adalah anak-anak.

Semakin anda bekerja keras, semakin besar pula penghasilan anda, dan semakin mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan membahagiakan mereka. Namun di saat yang sama, semakin anda bekerja keras, semakin banyak pula waktu, perhatian dan konsentrasi yang anda perlukan untuk kerja. Dampaknya, anda bisa kehilangan kesempatan untuk memberi perhatian dan membersamai keluarga anda.

Maka lihatlah, apakah anak-anak bahagia dengan kesibukan anda yang luar biasa? Ternyata tidak. Walaupun anda memberikan banyak uang dan fasilitas kepada anak-anak untuk bersenang-senang, namun itu kurang memiliki makna tanpa kehadiran anda. Walaupun anda memberikan gadget aneka rupa dan anak-anak asyik dengan permainan dan game, namun itu tidak membuat mereka merasa nyaman jika tidak ada kehadiran orang tuanya.

Apakah cukup sebanding, berbagai kesibukan yang luar biasa dilakukan orangtua setiap harinya, dengan hasil yang didapatkan? Kendatipun mendapatkan banyak uang, banyak fasilitas, banyak sumber daya, namun jika tidak dibarengi dengan kesediaan memberikan waktu terbaik bagi anak-anak, maka semua materi tersebut bisa kehilangan makna. Yang semula dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan, namun yang sering terjadi justru sebaliknya. Konflik ayah dengan anak, konflik ibu dengan anak.

Bahkan ketika anak-anak mendapat pengasuhan dari sosok ibu, jika tidak ada kehadiran ayah di dalamnya, tetap saja ada yang kurang. Itulah makna pasangan. Bahwa suami dan istri berkolaborasi mengurus segala sisi kehidupan keluarga, termasuk dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anak. Kendati bayi berada dalam perut ibu selama sembilan bulan, kemudian menyusu kepada ibu selama hampir dua tahun, bukan berarti hanya ibu yang memiliki peran pengasuhan dan pendidikan.

[caption caption="ilustrasi : www.shutterstock.com"]

[/caption]KehadiranPasangan Orangtua

Pengasuhan dan pendidikan anak harus dilakukan secara bersama oleh suami dan istri, oleh ayah dan ibu. Hal ini karena kehadiran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak sama pentingnya dengan kehadiran ibu. Mengasuh dan mendidik anak bukan hanya urusan ibu-ibu, karena semua anak di muka bumi ini memerlukan kehadiran Ayah. Sayangnya saat ini masih banyak keluarga yang urusan mengasuh serta mendidik anak sepenuhnya dilakukan oleh Ibu, padahal ada Ayah di dalam keluarga tersebut.

Kegiatan Sekolah Parenting yang digelar oleh berbagai lembaga pendidikan untuk orang tua siswa, lebih banyak diikuti oleh ibu-ibu. Pertemuan orangtua murid dan guru di sekolah, lebih banyak dihadiri oleh ibu-ibu. Agenda mengambil rapor saat semesteran, lebih banyak diwakili oleh ibu-ibu. Seminar dan kajian dengan tema pendidikan anak, lebih banyak diminati oleh ibu-ibu. Seakan-akan Ayah tidak memiliki peran dan tugas dalam mengasuh dan mendidik anak.

Padahal sehebat apapun seorang Ibu, jika Ayah tidak berperan dalam pengasuhan, akan tetap dijumpai kekosongan pada jiwa anak. Bahkan sebuah studi psikologi menemukan bahwa pasangan cenderung memiliki hubungan yang lebih kuat dan kompak ketika ayah menyediakan waktu lebih banyak untuk bermain dengan anak. Hal ini menandakan bahwa kedua belah pihak dari ayah dan ibu tidak bisa bersifat saling menggantikan. Keduanya harus hadir dalam pengasuhan dan pendidikan anak.

Prof. Schoppe-Sullivan dan rekan dari Ohio State University menyurvei  112 pasangan orangtua yang memiliki anak berusia  empat tahun. Pasangan diminta mengisi kuesioner yang menanyakan seberapa sering orangtua terlibat dalam kegiatan bermain dengan anak-anaknya serta seberapa intens kegiatan pengasuhan mereka. Peneliti kemudian mengamati pasangan selama 20 menit dalam membantu anaknya menyelesaikan dua tugas yaitu menggambar foto keluarga dan membangun rumah-rumahan dari balok-balok kayu. Kedua tugas ini terlalu sulit untuk dilakukan anak-anak dan membutuhkan bimbingan orangtua.

Tugas-tugas ini memberikan peneliti kesempatan untuk mendeteksi seberapa banyak orangtua yang saling mendukung atau justru saling menjatuhkan satu sama lain dalam hal pengasuhan. Secara umum hasil penelitian menunjukkan ketika ayah memiliki waktu untuk bermain dengan anak-anaknya maka pasangan ini akan menunjukkan pola pengasuhan yang saling mendukung satu sama lain. Studi ini dilaporkan dalam jurnal Developmental Psychology.

Hasil temuan ini tetap sama bahkan ketika peneliti membandingkan beberapa faktor lain seperti pendapatan keluarga, pendidikan ayah dan jam kerjanya, besarnya keluarga serta berapa lama pasangan tersebut menjalin hubungan. Penelitian ini semakin meneguhkan urgensi kehadiran Ayah dan Ibu dalam mengasuh dan mendidik anak-anak, karena mereka bukan hanya memerlukan materi, namun mereka sangat memerlukan perhatian dan kebersamaan.

Apalah artinya semua capaian sukses anda dalam dunia kerja dan organisasi, jika harus mengorbankan anak-anak. Apalah artinya kesejahteraan material, jika tidak didukung dengan kenyamanan hubungan dalam keluarga. Maka situasinya sering paradoks. Kesibukan yang amat sangat dimaksudkan untuk memberikan tambahan sumber daya untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membahagiakan keluarga, nyatanya justru banyak memberikan permasalahan.

Hadirlah, Ayah...

Kita tutup dengan bernyanyi dulu ya.... Sebuah nyanyian kerinduan terhadap sosok Ayah. Lagu lama ini dinyanyikan oleh Rinto Harap, digarap dan dipopulerkan ulang oleh Noah. Berjudul “Ayah”, menggambarkan betapa penting sosok dan kehadiran Ayah dalam kehidupan. Tidak cukup hanya Ibu. Ayo kita nyanyikan lagi lagu ini....

  • Dimana akan kucari
  • Aku menangis seorang diri
  • Hatiku selalu ingin bertemu
  • Untukmu aku bernyanyi
  • Untuk Ayah tercinta
  • Aku ingin bernyanyi
  • Walau air mata di pipiku
  • Ayah dengarkanlah
  • Aku ingin berjumpa
  • Walau hanya dalam mimpi
  • Lihatlah hari berganti
  • Namun tiada seindah dulu
  • Datanglah aku ingin bertemu
  • Denganmu aku bernyanyi
  • Untuk Ayah tercinta
  • Aku ingin bernyanyi
  • Walau air mata di pipiku
  • Ayah dengarkanlah
  • Aku ingin berjumpa
  • Walau hanya dalam mimpi

Bahan :

Cek di sini 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun