[caption caption="ilustrasi : www.pinterest.com"][/caption]
Dalam kehidupan berumah tangga, ada sangat banyak kebaikan pasangan yang tidak pernah kita ketahui, bahkan sampai akhir hayat kita. Demikian pula ada banyak kebaikan kita yang tidak pernah diketahui pasangan, bahkan sampai akhir hayatnya. Ini terkait dengan kelemahan kita sebagai manusia, yang hanya bisa mengetahui hal-hal yang tampak dan kelihatan nyata. Kita tidak bisa mengetahui hal-hal yang tidak tampak dengan nyata.
Untuk kebaikan pasangan yang tampak nyata saja, kadang tidak dianggap sebagai kebaikan. Karena sesuatu sudah terjadi dengan rutin dan terus menerus, maka sudah tidak dianggap sebagai sebuah kebaikan lagi. Namun dianggap sebagai kewajiban, kelaziman atau kebiasaan belaka. Nilainya sudah biasa, karena hanya tumpukan rutinitas yang tampak klasik dan “begitu-begitu saja”.
Misalnya ketika ada istri yang memasak dan menyiapkan masakan di rumah, karena rutin setiap hari, akhirnya hanya tampak sebagai penunaian kewajiban atau sebuah kelaziman. Tidak lagi dilihat sebagai sebuah kebaikan. Demikian pula seorang suami yang bekerja keras mencari nafkah untuk kehidupan keluarga, karena rutin dan terus menerus, maka dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sekedar penunaian kewajiban. Padahal, kalau pun dianggap sebagai penunaian kewajiban, harusnya tetap diapresiasi sebagai kebaikan, karena orang yang menunaikan kewajiban adalah orang yang baik. Sebaliknya orang yang melalaikan kewajiban adalah orang yang tidak baik.
Pada umumnya kita lebih mudah melihat segala hal yang salah, menyimpang, dan hal-hal yang tidak sesuai harapan. Maka ketika menjumpai ada suami yang chatting mesra dengan seorang perempuan, betapa marah dan meledak emosi sang istri. Sementara ketika suami berhasil menghindar dari godaan, tidak diapresiasi oleh istri sebagai kebaikan, karena itu adalah keharusan atau kewajiban. “Suami harus setia kepada istri. Jadi ya sudah seharusnya begitu”, demikian pernyataan seorang istri.
Sebagaimana ketika seorang suami menjumpai istrinya berkomunikasi mesra dengan lelaki, betapa marah dan meledak emosinya. Suami melihat istrinya sudah melakukan pengkhianatan yang sangat besar. Sementara ketika istri berhasil menolak rayuan dan godaan banyak lelaki, tidak diapresiasi suami sebagai kebaikan, karena dianggap sebagai keharusan atau kewajiban. “Istri memang wajib setia kepada suami. Jadi itu biasa saja karena sudah menjadi kewajibannya”, demikian pernyataan seorang suami.
Salah satu contoh kebaikan yang tidak pernah diketahui pasangan adalah kisah perjuangan kesetiaan berikut ini.
Perjuangan Kesetiaan Seorang Suami
Budi adalah seorang suami yang bekerja sebagai kepala bagian di perusahaan yang "penuh godaan". Banyak perempuan ---muda dan cantik--- bekerja sebagai staf pada divisinya. Sebagai pimpinan divisi, setiap hari ia dikerubuti oleh perempuan-perempuan cantik yang berpenampilan menggoda. Bahkan makin lama beberapa orang stafnya makin berani serta agresif dalam menggoda dirinya. Ada yang menawarkan diri menemani makan siang, ada yang menawarkan diri untuk menemani jalan-jalan, ada yang menawarkan diri untuk menemani golf, dan bahkan ada yang lebih berani dari itu.
Terasa berat dan bersusah payah ia mencoba bertahan dan menghindari godaan tersebut. Ia ingin setia, tidak mau selingkuh. Walau di tengah gencarnya godaan yang sangat menarik selera lelaki, ia mampu bertahan dan tetap memilih setia kepada istri dan keluarga. Ia merasa sudah "berkurban" dengan tidak selingkuh. Ia merasa sudah berjuang melawan godaan. Ia sudah "merelakan" kesempatan itu lewat. Dan ia berhasil menyelamatkan dirinya dari godaan tersebut.