Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Suami dan Istri Mengagumi Orang Lain

5 Februari 2016   11:28 Diperbarui: 5 Februari 2016   17:06 8035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ungkapan kekaguman terhadap kondisi kebaikan atau kelebihan orang lain yang diekspresikan di hadapan pasangan ---seperti dalam dua contoh di atas--- potensial menimbulkan masalah dalam keluarga. Suami dan istri bisa tersulut kecemburuan, dan rasa cemburu yang dipendam dalam waktu lama akan berubah menjadi amarah dan dendam.  

Realitas Obyektif vs Penangkapan Subyektif

Walaupun dalam dua contoh di atas tidak ada tambahan kalimat, "Enggak kayak kamu", namun perasaan seperti itu bisa muncul pada pasangan. Kalimatnya normatif, dan secara obyektif memang benar, namun secara subyektif dirasakan berbeda oleh pasangan. Realitas obyektifnya, orang tersebut memang layak dikagumi. Namun secara subyektif, hal itu menyebabkan pasangan merasa dibandingkan.

Jadi, kalimat normatif di atas akan ditangkap secara berbeda oleh pasangannya, sebagai berikut:

“Subhanallah, cantik sekali cewek itu. Enggak kayak kamu...."

“Alhamdulillah, teman baru di divisiku baik banget. Aku tidak pernah melihat ada orang yang lebih solih dari temanku itu. Orangnya sabar dan penuh pengertian. Enggak kayak kamu”.

Kalimat “enggak kayak kamu” itu tidak mesti terucapkan, namun sudah bisa dirasakan seperti itu oleh pasangan. Apalagi ketika memang kalimat  “enggak kayak kamu” benar-benar diucapkan, pasti akan semakin membuat rasa sakit hati yang mendalam pada diri pasangan.

“Lihat bu Susan itu. Walaupun orangnya sibuk, tapi dia sangat rajin datang ke pengajian rutin di masjid. Makanya orangnya jadi sangat lembut dan sopan. Enggak kayak kamu”.

Kalimat ini sangat menyakitkan bagi sang istri, kendati realitas obyektifnya bisa jadi memang seperti itu.

“Pak Soleh itu benar-benar soleh seperti namanya. Orangnya sangat bijak, cerdas, berwibawa, dan rajin ngaji. Enggak kayak kamu”.

Kalimat seperti ini tentu sangat menyakitkan bagi sang suami, kendati realitas objektifnya bisa jadi memang seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun