Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Catatan Akhir 2015: Perceraian Masih Terus Meningkat

31 Desember 2015   05:58 Diperbarui: 31 Desember 2015   15:26 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : www.pinterest.com"][/caption]Di awal tahun 2015, saya telah menyampaikan catatan angka perceraian di Indonesia yang sangat memprihatinkan : 40 kasus perceraian setiap jam (baca di sini). Sebelumnya, di akhir tahun 2013 saya juga telah menyampaikan catatan Raport Merah Pernikahan Kita (baca di sini).

Beberapa catatan itu saya sampaikan sebagai renungan dan upaya perbaikan ketahanan keluarga kita. Karena dengan data-data tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat perceraian tertinggi se Asia Pasifik, demikian penjelasan Dr. Sudibyo Alimoeso MA, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN. Ternyata di akhir tahun 2015 ini angka perceraian masih dikabarkan meningkat.

Walaupun belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI, namun sudah banyak pernyataan yang menunjukkan kecenderungan peningkatan angka perceraian di sepanjang tahun 2015 ini. Misalnya statemen yang disampaikan oleh Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin (Sabtu, 07/11/2015) yang mengaku prihatin dengan angka perceraian yang dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Untuk itu, Menag merencanakan untuk mengadakan kursus persiapan pernikahan.

Yang sudah ada perkiraan angka di antaranya adalah Provinsi Jawa Timur. Tahun 2015 ini diperkirakan angka perceraian mencapai 100 ribu kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2014 sebanyak 81.627 kasus. "Tahun ini diperkirakan mencapai 100 ribu kasus perceraian di Jawa Timur. Jumlah ini meningkat dibanding tahun lalu," kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di Kantor Gubernur Jawa Timur, Jalan Pahlawan, Surabaya, Kamis (20/8/2015).

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) RI menyebutkan, angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Dalam lima tahun terakhir, 2010 - 2014, angka perceraian meningkat 52 %. Dari seluruh kejadian, sebanyak 70 % perceraian diajukan oleh istri. Dari sekitar 2 juta pasangan menikah, 15 % di antaranya bercerai. Angka perceraian yang diputus Pengadilan Agama seluruh Indonesia tahun 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 100.000 kasus dibandingkan dengan pada 2010 sebanyak 251.208 kasus.

Banyak Pasangan Tidak Harmonis

Setiap kali kita menghadiri resepsi pernikahan, tampak betapa bahagia pasangan pengantin baru itu. Mereka selalu tersenyum, mengenakan pakaian indah, melakukan pesta pernikahan dengan dekorasi warna-warni dan dipenuhi aroma kebahagiaan. Tampak mereka adalah pasangan harmonis dan bahagia. Siapa mengira bahwa 15 % dari pasangan suami-istri di Indonesia berakhir pada perceraian.

Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki, pada peringatan Hari Keluarga Nasional di Jakarta (Senin, 29/6/2015), mengatakan, mayoritas alasan perceraian di Indonesia ialah rumah tangga tidak harmonis. "Ketidakharmonisan merupakan kondisi kompleks dan mencakup setidaknya 15 aspek berumah tangga," ujarnya.

Secara garis besar, Muharam memaparkan, ada dua penyebab utama ketidakharmonisan, yakni kekurangan nafkah lahir dan nafkah batin. Nafkah lahir ialah urusan materi atau kemampuan untuk hidup secara layak, terkait dengan pengelolaan ekonomi rumah tangga. Adapun nafkah batin adalah cara pasangan suami-istri memperlakukan satu sama lain.

Catatan Kemenag RI ini menunjukkan banyaknya pasangan suami-istri yang tidak harmonis. Mereka gagal menemukan chemistry penyatuan jiwa setelah sekian lama menempuh perjalanan hidup berumah tangga. Berbagai ketidakpuasan, kekecewaan, konflik dan perbedaan tidak mampu mereka kelola dengan baik. Dampaknya, lebih memilih bercerai untuk mengakhiri ketidaknyamanan hidup berumah tangga.

Tiga Upaya Peningkatan Ketahanan Keluarga

Yang sangat mendesak untuk kita lakukan secara komprehensif adalah peningkatan ketahanan keluarga. Hal ini tidak saja menjadi tanggung jawab Pemerintah, namun harus diusahakan secara bersama oleh segenap komponen bangsa. Para ulama, para pemimpin dan tokoh masyarakat, ormas, LSM, partai politik, lembaga pendidikan, dan semua pihak hendaknya peduli dengan upaya peningkatan ketahanan keluarga.

Ada tiga hal yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan ketahanan keluarga, sebagai berikut:

Pertama, Persiapan Menjelang Pernikahan

Ketahanan  keluarga harus diupayakan sejak awal, yaitu dengan memberikan program penyiapan menjelang pernikahan bagi calon pengantin, atau bahkan bakal calon pengantin. Laki-laki dan perempuan yang sudah memasuki usia baligh harus sudah mulai disiapkan untuk memahami berbagai renik kehidupan pernikahan dan keluarga. Sejak dari Fikih Munakahat atau hukum di sekitar pernikahan, hingga berbagai aturan dan etika kerumahtanggaan.

Para calon pengantin harus detail memahami hak dan kewajiban masing-masing setelah menikah. Baik sebagai pasangan suami-istri, maupun sebagai anak dan menantu, serta sebagai ayah dan ibu kelak ketika sudah memiliki anak. Mereka juga harus mengerti tentang jenis serta fungsi perjanjian pranikah (prenuptial agreement), serta jenis pemeriksaan kesehatan yang diperlukan sebelum menikah.

Penting bagi laki-laki dan perempuan lajang untuk mengetahui berbagai sisi psikologi kelelakian dan keperempuanan, bahwa di antara keduanya ada berbagai sisi perbedaan yang membuat mereka harus saling mengerti dan memahami. Struktur otak laki-laki dan perempuan yang berbeda menyebabkan mereka berbeda dalam berkomunikasi dan melakukan aktivitas sehari-hari. Siklus menstruasi pada perempuan yang mempengaruhi situasi psikologi istri juga harus dimengerti oleh kaum laki-laki.

Biasanya kegiatan untuk menyiapkan calon pengantin ini diwujudkan dalam bentuk Suscatin (Kursus Calon Pengantin), Kuliah Pranikah, Seminar Pernikahan, Bedah Buku, Kajian Kitab, dan lain sebagainya.

Kedua, Pembinaan Keharmonisan Keluarga.

Setelah menikah dan hidup berumah tangga, hendaknya ada program pembinaan keharmonisan keluarga. Sangat disayangkan, program pembinaan keharmonisan keluarga ini kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Jika menjelang pernikahan ada kegiatan Suscatin, ternyata setelah menikah tidak mendapatkan porsi untuk mengikuti Kursus, Pendidikan, Pelatihan dan lain sebagainya.

Padahal, pada setiap usia pernikahan selalu ada tantangan baru yang harus mereka hadapi. Berbeda kondisi antara pasangan pengantin baru yang masih melewati masa bulan madu, dengan pasangan yang sudah memiliki anak. Berbeda pula antara pasangan yang baru memiliki satu anak bayi dengan pasangan yang anak-anaknya sudah remaja dan dewasa.

Berbeda pula tantangan yang dihadapi saat anak-anak belum masuk sekolah dengan saat anak-anak mulai masuk bangku pendidikan. Berbeda lagi nanti saat anak-anak sudah Demikian seterusnya, hidup berumah tangga itu dinamis dan selalu ada tantangan baru yang harus dihadapi dengan bijak dan tepat.

Menjalani kehidupan berumah tangga tidaklah dengan sendirinya mendapatkan ilmu untuk bisa tepat dan bijak bersikap dalam menghadapi setiap tantangan. Tidak bersifat otomatis mengerti sendiri. Bukan seperti ilmu bayi yang tidak perlu diajari cara menghisap air susu ibu untuk nutrisi mereka. Namun berbagai ilmu dan ketrampilan kerumahtanggaan itu harus dipelajari dan dipraktekkan secara bersama antara suami dan istri.

Untuk itu, sangat diperlukan Sekolah Manajemen Rumah Tangga, yang menghadirkan pasangan suami-istri sebagai murid-murid aktifnya. Bentuknya bisa kursus, pelatihan, seminar, workshop, sarasehan, family gathering dan lain sebagainya.

Ketiga, Mediasi Saat Menghadapi Konflik

Upaya ketiga untuk peningkatan ketahana keluarga adalah dengan melakukan mediasi saat pasangan suami-istri mengalami konflik. Banyak pasangan suami-istri yang tidak mampu bersikap dengan tepat saat konflik. Mereka tidak memiliki “Pintu Darurat Keluarga” yang bisa mereka gunakan sebagai “jalur evakuasi” untuk keluar dari persoalan keluarga. Dampaknya, emosi dan ego sering mendominasi sehingga memudahkan untuk memutuskan bercerai.

Diperlukan pihak ketiga yang dipercaya untuk memediasi konflik mereka sehingga bisa menemukan jalan keluar yang bijaksana. Selain Pemerintah, diperlukan pula keterlibatan pihak swasta, ormas, LSM serta tokoh masyarakat untuk menjadi konselor sosial atau mediator yang terpercaya dalam membantu mengurai persoalan rumah tangga. Keberadaan lembaga konseling profesional belum cukup memadai dari segi jumlah maupun jangkauan area yang bisa ditangani. Rata-rata hanya ada di kota-kota besar. Itulah sebabnya diperlukan konselor sosial untuk membantu memediasi persoalan hidup berumah tangga.

Dengan tiga upaya ini, berbagai dinamika hidup berumah tangga diharapkan tidak akan membuat biduk keluarga menjadi pecah dan karam. Berbagai persoalan dan konflik mampu dicarikan jalan keluar dengan tepat dan bijak, bahkan mampu menjadi penguat keharmonisan rumah tangga.

Semoga di tahun 2016 angka perceraian bisa ditekan dan keharmonisan serta kebahagiaan hidup berumah tangga semakin bisa dioptimalkan. 

 

Bahan Bacaan:

http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=304225

http://nasional.kompas.com/read/2015/11/11/06000051/Angka.Perceraian.Tinggi.Kemenag.Rancang.Kursus.Pra-nikah

http://news.okezone.com/read/2015/08/20/519/1199755/angka-perceraian-di-jawa-timur-capai-100-ribu-kasus

http://health.kompas.com/read/2015/06/30/151500123/Kasus.Perceraian.Meningkat.70.Persen.Diajukan.Istri

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/10/18/nweqap301-pns-perempuan-ajukan-cerai-meningkat-2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun