Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Apa Beda Pasangan Bahagia dan Pasangan Tidak Bahagia?

4 Mei 2015   06:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430710204524859195

[caption id="attachment_414787" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/intisari-online.com"][/caption]

Kita sering menyebut keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera dengan istilah keluarga sakinah mawadah wa rahmah, atau disingkat dengan istilah ‘keluarga sakinah’. Jika keluarga terbentuk dari pasangan suami istri (pasutri) dan anak-anak, maka jika kita fokus membahas dari sisi pasutri, kita bisa menyebut sebagai pasangan sakinah. Inilah pasangan yang bahagia.

Di sisi lain, dijumpai pula pasangan yang tidak sakinah atau tidak bahagia. Mereka adalah pasangan yang rapuh, mudah berpikir negatif, mudah terbakar emosi, mudah terbakar cemburu. Mereka mudah mengalami konflik dan pertengkaran disebabkan cara pandang mereka dalam berinteraksi satu dengan yang lainnya. Mereka mudah goyah ketika menghadapi permasalahan, karena tidak bisa bersikap secara tepat dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Pasangan yang sakinah atau pasangan bahagia memiliki cadangan kebahagiaan yang melimpah dalam jiwa mereka, memiliki cara pandang dan sikap positif menghadapi berbagai dinamika kehidupan pernikahan. Mereka tidak mudah goyah oleh rumitnya permasalahan kehidupan berumah tangga, bahkan mampu mengemasnya dengan simpel dan sederhana. Berbeda dengan pasangan pada umumnya yang mudah panik, marah, emosi dan lepas kendali saat dilanda persoalan.

John Gottman memberikan beberapa contoh menarik saat menjelaskan perbedaan pasangan bahagia dengan pasangan yang tidak bahagia, di antaranya adalah sebagai berikut:

1.Dalam komunikasi timbal balik

Aktivitas komunikasi tentu dilakukan secara timbal balik, tidak bisa dilakukan sendirian. Saat suami atau istri mengatakan atau menyampaikan sesuatu pesan kemudian direspon oleh pasangannya, itulah komunkasi timbal balik. Ternyata cara komunikasi timbal balik berpengaruh terhadap kebahagiaan pasangan. Bagaimana bersikap saat pasangan mengatakan sesuatu yang positif dan sesuatu yang negatif, berbeda antara pasangan bahagia dengan pasangan pada umumnya.

a.Sikap pasangan bahagia atas perkataan positif dan negatif

Pada pasangan bahagia, ketika suami atau istri mengatakan sesuatu yang positif, maka pasangan mengomentari dengan cara yang positif pula. Sementara ketika suami atau istri mengatakan sesuatu yang negatif, pasangan bahagia tidak langsung memberikan respon, justru cenderung memilih bersikap santai, atau mencoba memahami pasangannya.

b.Sikap pasangan yang tidak bahagia atas perkataan positif dan negatif

Pada pernikahan yang tidak bahagia, ketika suami atau istri mengatakan sesuatu yang positif, maka pasangan tidak memberikan respon, atau menganggap itu sebagai hal yang biasa saja. Sementara ketika suami atau istri mengatakan hal negatif, pasangan pada umumnya cenderung langsung membalas perkataan negatif tersebut dengan perkataan yang negatif juga, atau memperlihatkan gerak-gerik dan raut muka yang negatif.

2.Dalam melakukan interpretasi pesan

Ketika sedang bertengkar, ada kecenderungan suami dan istri memilih kosa kata yang menjatuhkan dan menyakitkan hati pasangan. Misalnya ketika suami atau istri mengatakan, “Diam kamu! Jangan ganggu aku lagi!” Cara menginterpretasi dan menanggapi pesan menyakitkan tersebut berpengaruh terhadap kebahagiaan keluarga.

a.Sikap pasangan bahagia atas perkataan yang menyakitkan

Pada pasangan bahagia, ketika suami atau istri mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati, pasangan tidak menyalahkan dia dan tidak juga menyalahkan diri sendiri, namun berusaha untuk fokus mencari sumber permasalahannya dan berusaha untuk mencari sisi lebih positif dari perkataan tersebut. Contohnya, pasangan bisa mengatakan dengan tenang, “Maaf sayang, kamu tadi bilang apa? Mungkin aku salah dengar ya,” atau, “Oke sayang, silakan menenangkan diri dulu ya...”

b.Sikap pasangan yang tidak bahagia atas perkataan yang menyakitkan

Pada pernikahan yang tidak bahagia, ketika suami atau istri mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati, maka pasangan justru fokus pada rasa sakit hatinya, sehingga lebih mungkin membalas dengan kalimat atau gerak-gerik penuh kemarahan. Misalnya mengatakan dengan suara keras sambil berkacak pinggang, “Bukan aku yang mengganggu. Justru kamu yang selama ini selalu mengganggu aku!” Atau, “Ternyata kamu lebih suka kalau aku bicara sama orang lain daripada bicara sama kamu!”

3.Dalam melakukan interpretasi terhadap perilaku pasangan

Dalam kehidupan berumah tangga, perbuatan kita tidak mungkin selalu manis dan menyenangkan pasangan.Kadang kita melakukan sesuatu perbuatan atau perilaku yang dipandang negatif oleh pasangan, yang mungkin saja tidak kita sadari. Cara menginterpretasikan dan merespon perilaku pasangan akan memberikan dampak yang berbeda pada suasana kebahagiaan di setiap keluarga.

a.Sikap pasangan bahagia atas perilaku pasangan

Pada pasangan bahagia, ketika suami atau istri melakukan sesuatu perbuatan yang negatif --misalnya saja marah yang meledak-ledak atau berbicara kasar, maka pasangan menginterpretasikannya sebagai sesuatu yang sifatnya sementara saja dan akan segera berlalu.

Pasangan juga mampu melihat perilaku negatif itu diakibatkan sesuatu di luar dirinya, seperti berusaha memberikan alasan bahwa kemarahannya yang hebat itu mungkin karena terlalu lelah atau karena sedang mengalami tekanan di kantornya. Sementara itu, ketika suami atau istri melakukan sesuatu perbuatan yang positif, maka pasangan menginterpretasikannya sebagai hal yang memang menjadi kepribadian pasangannya. ”Ya memang itulah dia”, begitu cara pandangnya.

b.Sikap pasangan yang tidak bahagia atas perilaku

Pada pernikahan yang tidak bahagia, ketika suami atau istri melakukan sesuatu perbuatan yang negatif, pasangan justru mengartikannya sebagai kepribadian pasangan, ‘memang itulah dia’, dia egois, dia tak perhatian, dan tuduhan atau klaim negatif lain. Sebaliknya ketika suami atau istri melakukan sesuatu perbuatan yang positif, pasangan justru berpikir bahwa itu sesuatu yang sementara saja. Hanya klise dan berpura-pura, bukan asli jati dirinya.

4.Munculnya pola ‘menuntut-menarik diri’

Dalam kehidupan keluarga, kadang dijumpai adanya suasana ‘menuntut dan menarik diri’. Misalnya istri yang menuntut, sementara suami bersikap mundur dan menarik diri. Jika pola ini ada dalam kehidupan keluarga, maka pernikahan cenderung menjadi kurang bahagia.

a.Sikap pasangan bahagia atas tuntutan pasangan

Pada pasangan bahagia, tuntutan diberikan secara wajar dan dikomunikasikan dengan cara yang baik dan tepat. Pasangan akan mendengarkan dengan penuh perhatian, kemudian mengkomunikasikan tuntutan tersebut, dan berusaha memenuhinya dengan dukungan penuh cinta dari pihak yangmenuntut. Pasangan tidak mundur dan menarik diri, karena kecewa dengan adanya tuntutan itu, namun justru mencoba memahami tuntutan tersebut dan berusaha memenuhinya.

b.Sikap pasangan yang tidak bahagia atas tuntutan

Pada pernikahan yang tidak bahagia, suami atau istri memberikan tuntutan yang sulit dipenuhi, sementara pasangannya justru menarik diri.Komunikasi di antara mereka tidak bisa berjalan dengan lancar, akhirnya keduanya mengalami perasaan frustrasi. Masing-masing menuduh pasangan sebagai tidak pengertian.

Dari beberapa perbedaan yang disebutkan John Gottman tersebut, menjadi jelas bahwa pasangan yang bahagia bukannya bebas dari kata-kata atau perilaku negatif. Pasangan bahagia itu manusia biasa, mereka bukan pasangan sempurna. Dalam suatu kesempatan mereka juga saling melontarkan perkataan pedas dan negatif kepada pasangan. Dalam kesempatan yang lain mereka juga melakukan perbuatan yang dipandang negatif dan tidak menyenangkan pasangan.

Namun yang sangat membedakan adalah sikapnya. Pasangan bahagia memiliki sikap positif dan tepat ketika menghadapi suasana yang diharapkan maupun suasana yang tidak diharapkan. Sementara pasangan yang tidak bahagia cenderung bersikap negatif dan tidak dewasa dalam merespon suasana yang diharapkan maupun suasana yang tidak diharapkan.

Sesungguhnya dalam dalam semua pernikahan dan keluarga selalu ada kata-kata negatif, selalu ada perilaku negatif, selalu ada hal-hal yang rentan membuat pasutri tidak bahagia. Namun pasangan bahagia cenderung fokus pada hal-hal yang positif, dan bahkan selalu berusaha mengembalikan kondisi menjadi lebih positif lagi. Sementara pasangan yang tak bahagia cenderung sibuk memperhatikan sisi negatifnya, rasa sakit hatinya, kemarahannya, dendamnya, sehingga akhirnya justru memperburuk kondisi.

Selamat pagi sahabat semua, salam Kompasiana.

Bahan Bacaan:

John M. Gottman & Nan Silver, Disayang Suami Sampai Mati, Kaifa, Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun