Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menemukan Kebahagiaan di Dasar Jiwa

22 April 2015   06:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14296598771745537664

[caption id="attachment_411662" align="aligncenter" width="550" caption="ilustrasi : www.ultraupdates.com"][/caption]

Sebuah nasihat sederhana di pagi ini untuk anda yang ingin hidup bahagia. “Carilah kebahagiaan di dalam diri kita sendiri, jangan mencari dari orang lain”.

Alkisah, seorang pejabat termenung di kamar hotel bintang lima. Ia tengah stres memikirkan masalah yang sedang dihadapi pada jabatannya. Ada terlalu banyak masalah dalam jabatan barunya. Salah-salah ia bisa terancam penjara dan kehilangan jabatannya. Beberapa malam terakhir ia tidak bisa tidur nyenyak. Lelah, penat, dan tidak tenang pikiran dan hatinya.

Ia ingin melakukan refresing. Maka siang itu ia berjalan kaki untuk mencari angin segar di luar hotel. Ia berjalan pelan saja di sepanjang trotoar. Ia melihat banyak aktivitas manusia dengan segala coraknya. Di trotoar jalan, tampak becak berderet-deret menunggu calon penumpang. Tiba-tiba matanya menatap seorang lelaki tengah baya, berkulit coklat kehitaman, berpakaian seadanya. Lelaki itu tampak tertidur pulas di atas becaknya, seperti tidak memiliki beban apa-apa.

Ia membayangkan, betapa damai hati tukang becak itu. Mungkin saja ia berasal dari kampung dengan kondisi sederhana, namun tampak bisa menikmati hidupnya. Mungkin isteri dan anak-anaknya hidup sangat sederhana, namun toh mereka bisa merasa bahagia dengan apa yang ada. Dibandingkan dengan kondisi dirinya yang memiliki berbagai fasilitas kemewahan, namun semua justru menimbulkan beban pikiran dan tekanan perasaan. Ia merasa tidak bisa menikmati kebebasan dan kebahagiaan.

Mata sang pejabat berkaca kaca. Andai saja ia bisa merasakan ketenangan dan kedamaian perasaan seperti yang dialami tukang becak itu. Betapa nyenyak tidurnya. Tubuh tukang becak yang kurus itu tampak tertekuk di atas jok becak, dan lihatlah betapa pulas tidurnya. Betapa bahagia jika bisa tidur nyenyak seperti itu. Ia ingin merasakan tidur nyenyak.

Begitulah kehidupan berjalan. Seseorang akan selalu melihat kondisi orang lainnya. Membandingkan, mengandaikan, membayangkan, mengkhayalkan. “Andai saja aku bisa seperti dia, betapa bahagianya....” Orang Jawa menyebut, hidup itu “sawang sinawang”, saling melihat kepada yang lain.

Itulah sebabnya orang tidak bahagia. Karena ia mengharapkan sesuatu yang tidak nyata. Ia mengkhayalkan sesuatu yang bukan dirinya. Ia membayangkan posisi yang bukan haknya. Ia terus dikejar keinginan yang tidak pernah kesampaian. Ia mengejar kebahagiaan seperti yang ia lihat pada orang lain. Ia mencari kebahagiaan sebagaimana ia saksikan pada banyak kalangan manusia.

Itulah sebabnya orang tidak bahagia. Karena ia mencari dari orang lain. Ia tidak masuk ke dalam dirinya sendiri, dan menemukan kebahagiaan di dalam dirinya sendiri. Harusnya ia selalu menikmati semua yang ada. Merasakan kasih sayang Allah dalam setiap kejadian yang menimpanya. Menghayati kehidupan dari semua pemberian Allah yang didapatkan setiap hari. Sedikit atau banyak, itu tinggal cara kita menikmatinya.

Becak atau mobil mewah, itu hanya benda-benda, sama dengan benda lainnya. Orang bosan setiap hari naik mobil mewah, ia akan merasa bahagia suatu ketika naik becak. Orang bosan setiap hari naik becak, ia akan merasa bahagia naik mobil suatu ketika. Karena mobil mewah dan becak hanyalah benda-benda. Bukan di situ letak bahagia.

Jabatan, posisi, kedudukan itu hanyalah atribut kehidupan, sama dengan atribut lainnya. Orang mengira posisi di atas dirinya itu yang membahagiakan. Padahal posisi yang diinginkan itu hanyalah atribut kehidupan. Asesoris kehidupan, sama dengan asesoris yang lainnya. Bukan di situ letak bahagia.

Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Bukan pada benda-benda. Bukan pada atribut dan asesoris kehidupan. Maka carilah kebahagiaan dengan menyelam ke dalam jiwa kita sendiri. Bukan dengan mengkhayalkan hak orang lain yang tidak kita miliki. Jika anda terus mencari-cari kebahagiaan kepada benda-benda, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia. Jika anda terus menerus mencari kebahagiaan kepada atribut-atribut, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia.

Demikian pula dalam kehidupan berumah tangga. Bahagia itu akan selalu didapatkan apabila pandai mencari dan merasakan kebahagiaan bersama pasangan tercinta. Jangan membandingkan dengan keluarga orang lain yang tampak lebih bahagia. Tampak lebih cantik istrinya. Tampak lebih kaya suaminya. Tampak lebih mesra hubungannya. Itu hanya tampaknya saja. Kenyataannya, tidak selalu seperti apa yang tampak di mata kita.

Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Benda-benda, atribut-atribut, asesoris-asesoris, itu hanya hiasan saja. Sama dengan hiasan lainnya.

Temukan kebahagiaan di dalam jiwa anda. Jangan mencari dari orang lain.

Selamat pagi sahabat semua, selamat beraktivitas. Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun