[caption id="attachment_402408" align="aligncenter" width="650" caption="ilustrasi : www.confettidaydreams.com"][/caption]
Semua orang memerlukan adaptasi saat menjumpai hal-hal baru dalam kehidupan, seperti pekerjaan baru, lingkungan baru, sahabat baru, tempat tinggal baru, dan lain sebagainya. Adaptasi adalah bagian dari usaha kemanusiaan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai kebaruan dalam hidup. Diperlukan sejumlah energi tersendiri untuk melakukan adaptasi mengingat manusia memiliki sifat “lembam”, yang senang berada dalam suasana status quo, berat untuk berubah.
Dalam sebuah pernikahan, pasti harus ada upaya adaptasi dari suami dan istri, mengingat sebelum menikah mereka adalah dua makhluk yang memiliki status bebas merdeka, tidak terikat satu dengan yang lainnya. Pernikahan membuat mereka berdua menjadi saling terikat, saling tergantung, saling memberikan pengaruh secara timbal balik. Suami memiliki sejumlah harapan dan keinginan kepada istri, dan istri memiliki sejumlah harapan dan keinginan kepada suami.
Kemampuan beradaptasi menjadi salah satu faktor penentu kebahagiaan pernikahan. Jika masing-masing pihak cepat beradaptasi, maka akan mempercepat pula munculnya keharmonisan dan kelanggengan hubungan kerumahtanggaan. Namun jika kedua belah pihak atau salah satu pihak enggan beradaptasi, cenderung mempertahankan kemauannya sendiri, tanpa mau berusaha menyesuaikan dengan harapan pasangan, maka akan menyebabkan kelambatan pasutri tersebut dalam mencapai titik keharmonisan dan kebahagiaan pernikahan.
Adaptasi pernikahan terjadi bukan hanya pada bagian awal kehidupan berumah tangga, namun harus menjadi usaha yang bersifat kontinyu. Sebagian ahli menyatakan adaptasi pernikahan merupakan perubahan dan penyesuaian dalam suatu hubungan selama komitmen atau kehidupan pernikahan berlangsung (Atwater & Duffy, 1999). Adaptasi pernikahan juga dianggap merupakan suatu proses panjang dalam rangka mendapatkan titik temu dari suatu perbedaan dan mengusahakan cara hidup bersama (Landis, 1954).
Sebagian ahli yang lain memandang adaptasi pernikahan sebagai suatu penyesuaian antara dua individu (adaptasi diadik) dalam suatu kontinum (Spanier,1976).
Empat Komponen Adaptasi
Adaptasi diadik atau penyesuaian antara dua individu dalam pernikahan ini memiliki empat komponen (Wilson & Filsinger, 1986), yaitu:
1.Konsensus atau kesepakatan dalam pernikahan (dyadic consensus),
Yang dimaksud dengan dyadic consensus adalah derajat kesepahaman antara suami dan istri pada berbagai masalah dalam kehidupan pernikahan, seperti pemahaman agama, visi keluarga, keuangan, rekreasi, filosofi hidup, pembagian peran dalam rumah tangga, dan lain sebagainya.
2.Kepuasan hubungan dalam pernikahan (dyadic satisfaction)
Kepuasan hubungan dalam pernikahan bisa dilihat dari seberapa sering pasangan melakukan tindakan romantis, seperti berciuman, berpelukan, saling membuka diri, dan lain sebagainya. Juga bisa dilihat dari seberapa sering pasutri mengalami konflik, pertengkaran, tindakan kekerasan, pernah tidaknya mempertimbangkan perpisahan, dan seberapa kuat komitmen terhadap kelanjutan hubungan.
3.Kohesi atau kedekatan hubungan (dyadic cohesion)
Dyadic cohesion adalah derajat keakraban pasangan suami istri yang bisa dilihat dari frekuensi pasangan saling berdiskusi, mengobrol, bertukar pikiran, mengerjakankegiatanbersama, meluangkan waktu berdua, saling berbagi minat dan hobi.
4.Ekspresi afeksi atau kasih sayang (affectional expression)
Affectional expression adalah kesepakatan pasangan mengenai cara-cara untuk menunjukkan kasih sayang dan memenuhi kebutuhan seksual. Setiap orang memiliki preferensi yang berbeda dalam hal bahasa kasih sayang yang diharapkan dari pasangan.
Pasangan suami istri dianggap memiliki kualitas adaptasi diadik atau penyesuaian pernikahan yang baik,apabila memilikisangat sedikit derajat perbedaan yang menimbulkan ketegangan antarpribadi. Mereka berdua mampu mengelola berbagai perbedaan atau ketidakcocokan yang ada dengan kesepakatan atau kesepahaman.Perbedaan tidak menimbulkan pertengkaran dan konflik yang berkepanjangan, mereka mampu mengelola konflik dengan tepat dan dewasa.
Kualitas adaptasi juga mendapatkan penilaian yang baik apabila mereka berdua memiliki kohesivitas atau rasa kedekatan yang sangat kuat. Pasutri memiliki kualitas persahabatan yang bagus dan mampu berbagi kebersamaan, dapat mengungkapkan afeksi yang saling disetujui pasangan, serta merasa puas dan berkomitmen terhadap kelanjutan hubungan pernikahan. Kondisi ini menunjukkan adanya usaha adaptasi yang berhasil.
Hendaknya pasangan suami istri memiliki kemampuan untuk beradaptasi secara cepat dan tepat, sehingga mereka mencapai tingkat keseimbangan dan keserasian sebagai pasangan yang harmonis karena saling menyesuaikan diri.
Aktivitas Adaptasi Suami Istri
Karena pernikahan adalah menghimpun bukan saja dua jenis manusia yang berbeda, namun juga dua hati, dua perasaan, dua otak, dua jiwa bahkan dua nyawa yang tidak sama, maka adaptasi harus selalu diusahakan untuk meminimalisir dampak-dampak perbedaan tersebut. Ada sejumlah usaha adaptasi pernikahan yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri:
1.Mendialogkan harapan
Salah satu usaha adaptasi adalah dengan mendiskusikan harapan tentang kehidupan keluarga dan pernikahan yang diharapkan dari pasangan dan juga diri sendiri. Masing-masing dari suami dan istri tentu memiliki sejumlah ekspektasi dan harapan dalam kehidupan pernikahan. Mereka memiliki gambaran ideal tentang pasangan dan kehidupan keluarga, yang perlu ditemukan dan diambil kesepakatan bersama.
2.Saling memberikan dukungan emosional dan afeksi kepada pasangan.
Masing-masing memiliki preferensi yang berbeda dalam sisi ekspresi kasih sayang yang diperlukan dan diharapkan dari pasangan. Hal ini perlu didialogkan agar bisa dimengerti oleh pasangannya. Apabila dukungan emosional dan curahan kasih sayang sesuai dengan keinginan pasangan, pasti akan memberikan nilai kepuasan yang sangat tinggi dalam kehidupan berumah tangga mereka.
3.Menyesuaikan kebiasaan pribadi dengan pasangan.
Awalnya, suami dan istri tumbuh dari pembiasaan keluarga serta lingkungan yang berbeda, sebelum mereka menikah. Mereka memiliki kebiasaan pribadi yang khas sesuai dengan pembawaan karakter serta kebiasaan yang didapatkan dari keluarga masing-masing. Setelah menikah, harus ada upaya adaptasi untuk menyesuaikan dua kebiasaan yang berbeda tersebut.
4.Pembagian peran dan tanggung jawab suami istri
Pembagian peran dan tanggung jawab suami istri harus menjadi tema yang didialogkan berdua untuk menghasilkan poin-poin kesepakatan. Sebagian peran suami dan istri sudah mendapatkan pengaturan dan pengarahan syariah agama, tinggal melaksanakan sesuai dengan aturan tersebut. Namun ada peran dan tanggung jawab teknis yang tidak diatur dengan detail dalam syariah agama, maka harus didiskusikan berdua agar mencapai kesepahaman tentang peran yang mampu merefleksikan kepribadian, keterampilan, minat dan kebutuhan pribadi.
5.Penyesuaian ekspresi cinta kasih
Masing-masing orang memiliki kebutuhan akan ekspresi cinta kasih dan selera seksualitas yang berbeda. Sisi ini sering kali dianggap sebagai sesuatu yang tabu oleh masyarakat Indonesia. Ketika terjadi ketidakpuasan, sering didiamkan dan berharap pasangannya akan mengerti sendiri apa yang menjadi kebutuhannya. Ekspresi cinta kasih dan kebutuhan seks ini harus dilakukan penyesuaian pada suami dan istri agar bisa menjadi sesuatu yang dinikmati bersama.
6.Penyesuaian antara aktivitas, karir dan keluarga
Suami dan istri harus menyepakati bersama hal yang terkait dengan kesibukan masing-masing, terutama yang di luar rumah. Hal ini menyangkut aktivitas pekerjaan, organisasi, karir, bisnis, hobi dan lain sebagainya, agar bisa diseimbangkan dengan peran mendidik anak serta mengurus keluarga. Jika suami dan istri sama-sama sibuk, harus ada format penyesuaian dan kesepakatan agar semua bisa berjalan dengan baik tanpa ada yang terabaikan.
7.Mengembangkan keterampilan komunikasi
Pola, gaya dan corak komunikasi setiap orang tidaklah sama, karena pengaruh kebiasaan dan kulturnya. Untuk itu suami dan istri harus berusaha beradaptasi dalam kemampuan berkomunikasi, kemampuan berbagi ide, dan perasaan persahabatan yang lekat satu sama lain, ketrampilan mengutarakan masalahyang dihadapi, berbagi suka dan duka, membangun aturan berkomunikasi, dan belajar bagaimana menegosiasikan perbedaan untuk memperkuat jalinan pernikahan.
8.Mengatur masalah keuangan dan anggaran keluarga
Persoalan keuangan perlu mendapatkan porsi tersendiri dalam usaha adaptasi suami istri. Hal ini menyangkut persoalan yang sensitif, maka harus berhati-hati dalam membicarakannya. Bagaimana pola keuangan dan anggaran keluarga yang paling nyaman dan paling tepat bagi mereka berdua, harus ditemukan format kesepakatannya. Hal ini bisa berbeda-beda antara keluarga yang satu dengan yang lain.
9.Membangun dan mengatur pola hubungan dengan keluarga besar
Pernikahan bukan saja urusan dua individu, lelaki dan perempuan. Namun juga menyangkut dua keluarga besar yang harus didekatkan. Perlakuan kepada pihak keluarga besar suami dan pihak keluarga besar istri bisa menjadi persoalan apabila tidak ada pola yang disepakati bersama. Keseimbangan dan keadilan dalam memberikan perhatian dan hubungan kepada kedua belah keluarga besar tersebut menjadi bagian tersendiri untuk dilakukan penyesuaian.
10.Berpartisipasi dalam masyarakat
Tingkat, bentuk dan intensitas partisipasi di tengah kehidupan masyarakat juga perlu penyesuaian. Setelah menikah, suami dan istri menjadi keluarga mandiri yang hidup di tengah masyarakat. Mereka memiliki tetangga dan lingkungan sekitar, dan terikat oleh sejumlah hak serta kewajiban. Maka keduanya harus menentukan pola partisipasi di tengah masyarakat agar bisa berbagi dan saling mengerti tingkat kesibukannya.
Demikianlah beberapa bentuk aktivitas adaptasi yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri agar mereka bisa mendapatkan keharmonisan dan kebahagiaan hidup berumah tangga.
Bahan Bacaan :
Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple : Menjadi Pasangan Paling Bahagia, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2015
Harville Hendrix, The Magic of Love, Bagaimana Mendapatkan dan Mempertahankan Cinta di Abad Ini, Ufuk Press, Jakarta, 2011
Indra & Nunik Noveldy, Menikah untuk Bahagia, Noura Books, Jakarta, 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H