Menjadi suami ideal, bisakah ? Sudah lebih dari duapuluh tahun menjadi suami, namun saya merasa bukanlah suami ideal. Saya hanya selalu berusaha untuk menjadi baik dan menjadi lebih baik lagi setiap hari. Mungkin tidak akan pernah sampai ke taraf ideal, karena memang tidak mudah untuk mencapainya.
Namun sebagai suami, saya tetap perlu memiliki peta yang jelas, seperti apa karakter ideal yang seharusnya saya miliki. Jika tidak memiliki peta ini, saya hanya berjalan melingkar-lingkar, menuruti ritme hidup dan rutinitas yang mekanistik. Setiap hari seperti itu saja, bersembunyi di balik ungkapan “terimalah aku apa adanya”, lalu kita merasa tidak perlu melakukan perbaikan dan perubahan apapun. Toh pasangan kita sudah menerima kita apa adanya.
Pada beberapa postingan terdahulu, saya telah menguraikan tentang karakter suami ideal, dari pertama hingga kesepuluh. Pada kesempatan kali ini saya ingin meringkaskan tulisan tersebut agar mudah dibaca dalam satu kesempatan.
Karakter pertama, suami ideal memiliki kemampuan untuk senantiasa memiliki cinta dan kasih sayang dalam jiwanya. Mungkin isteri kita terasa sangat menyebalkan, atau tampak sangat menjengkelkan dengan perkataan dan perbuatannya setiap hari. Para suami selalu memiliki catatan yang sama, bahwa isteri mereka amat sangat cerewet. Terlalu banyak bicara, terlalu banyak komentar, dan suka memberi nasihat tanpa diminta. Namun sebagai suami, kita tidak layak mencaci maki, memarahi dan membenci isteri.
Jika tidak suka dengan perkataan atau perbuatannya, nasihati, ingatkan dengan kelembutan, dengan cinta dan kasih sayang. Jika melihat ada kekurangan pada dirinya, ingatlah Tuhan telah mengutus kita untuk mendampinginya, agar bisa menutupi kelemahan dan melengkapi kekurangan yang dimilikinya. Bukan mendamprat, memaki, apalagi sampai berlaku kasar dan menyakiti hati, perasaan dan badan isteri. Selalu sediakan cinta dan kasih sayang untuk isteri anda.
Karakter kedua, suami ideal mampu menundukkan egonya sehingga mudah mengalah, cepat mengakui kesalahan dan ada banyak maaf dalam dirinya. Apakah yang menghalangi seorang suami untuk meminta maaf kepada isterinya ? Apakah yang menghalangi suami untuk bersikap mengalah ketika ada perselisihan pendapat dengan isteri ? Apakah yang menghalangi suami untuk mengakui kesalahan yang dilakukan ? Apakah yang menghalangi suami untuk memaafkan kesalahan dan kekurangan isteri ?
Itulah yang disebut dengan ego. Ada ego lelaki, ada ego perempuan. Dalam suatu pertengkaran antara suami isteri, ego masing-masing memuncak tinggi. Tidak ada yang mau mengalah, tidak ada yang mendahului meminta maaf, tidak ada yang mau mengakui kesalahan. Padahal, dalam setiap konflik dan pertengkaran suami isteri, selalu ada andil kesalahan dari kedua belah pihak. Keduanya mesti memiliki andil dalam menciptakan suasana konflik. Maka, tundukkan selalu ego anda, untuk isteri anda tercinta, demi keharmonisan rumah tangga.
Karakter ketiga, suami ideal mampu membahagiakan isteri, dan merasa senang jika bisa membahagiakan isterinya. Jika kita mampu membahagiakan isteri, maka akan sangat banyak yang bisa kita dapatkan darinya. Isteri merasa nyaman dan tenang, sehingga kita sebagai suami akan lebih optimal dalam menunaikan berbagai macam kegiatan dalam kehidupan. Isteri akan mendukung berbagai keinginan positif suami, selama ia merasa bahagia.
Yang perlu diketahui para suami, membahagiakan isteri itu bukanlah bab bagaimana memberikan semua yang diinginkan isteri, namun bab bagaimana menyentuh perasaan dan hatinya. Inilah hakikat yang lebih utama dan penting. Para suami sangat penting mengetahui jalan untuk menyentuh hati dan perasaan isteri, sehingga lebih bisa menyelami hal-hal apakah yang membahagiakan jiwanya, apakah yang menenteramkan hatinya, apakah yang sangat diharapkannya.
Bahagiakan selalu isteri anda, dan lihatlah hasilnya, ia akan bersedia memberikan bantuan apapun yang anda minta.
Karakter keempat, suami ideal selalu fokus melihat sisi kebaikan dan kelebihan isteri, serta cepat melupakan kekurangan isteri. Sesungguhnyalah setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada manusia yang sempurna, dimana hanya memiliki kelebihan saja dan tidak memiliki kekurangan. Sebagaimana juga tidak ada manusia yang hanya memiliki kelemahan dan kekurangan saja, tanpa memiliki kebaikan dan kelebihan apapun.
Semenjak awal pernikahan, seharusnya sudah ada kesadaran yang tertanam dalam diri suami dan isteri, bahwa pasangan hidupnya bukanlah malaikat, bukanlah manusia super yang terbebas dari kelemahan. Para suami hendaknya menyadari, isteri yang dinikahi itu hanyalah perempuan biasa saja, yang memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Untuk itulah Tuhan mengutus anda untuk melengkapi kekurangannya, untuk memperbaiki sisi kelemahannya.
Lupakan saja berbagai kekurangan dan kelemahannya, fokuslah melihat sisi kebaikan dan kelebihannya.
Karakter kelima, suami ideal memiliki peta kasih yang lengkap terhadap isterinya. Peta kasih yang terperinci tentang pasangan akan memberikan banyak sekali kemanfaatan. Di antara manfaatnya adalah menumbuhsuburkan cinta dan kasih sayang, karena adanya rasa saling percaya. Dengan mengenal secara mendalam tentang berbagai kondisi pasangan, maka yang muncul adalah suasana saling percaya, dan tidak ada dusta atau curiga di antara mereka. Tidak ada sesuatu yang muncul secara tiba-tiba, karena setiap bentuk perubahan sekecil apapun telah merekaketahui bersama.
Cara yang paling sederhana untuk mengetahui detail perubahan dan perkembangan adalah dengan selalu mengobrol setiap saat, setiap waktu. Biasakan mengobrol, di setiap ada kesempatan, tanpa perlu membatasi atau menetukan tema-tema tertentu untuk diobrolkan. Dari A sampai Z, semua bisa diobrolkan oleh suami dan isteri. Dengan cara mengobrol itulah berbagai hal bisa diketahui oleh pasangan. Suami menjadi mengerti pikiran isteri, dan isteri bisa mengerti pikiran suami.
Karakter keenam, suami ideal selalu mendekat kepada isteri, bukan menjauh. Jika anda tengah marah kepada isteri, atau menyimpan kekesalan kepada isteri, apa yang anda lakukan? Semakin mendekat kepada isteri, atau semakin menjauh ? Jika pada kondisi seperti itu anda menuruti emosi, melontarkan kata-kata yang menyakitkan, menampakkan mimik muka merah, apalagi sampai menyakiti fisik isteri, artinya anda menjauh.
Jika isteri anda tengah mengeluhkan sesuatu kepada anda, bagaimanakah anda merespon keluhannya ? Jika anda cepat mengkritik, bahkan cepat menyalahkan isteri, itu pertanda anda menjauh darinya. Anda tidak berusaha untuk mendekat dan menenteramkan hatinya, namun justru membuat garis pemisah yang semakin tajam antara anda dengan isteri anda.
Sebagai suami, teruslah berusaha mendekat isteri, jangan menjauh. Saat isteri tampak emosional dan marah-marah, dekatilah, peluklah, bisikkan kalimat mesra di telinganya. Jangan diimbangi dengan kemarahan, emosi dan apalagi kekerasan serta kekasaran sikap. Mendekatlah terus kepada isteri, dan jangan menjauh.
Karakter ketujuh, suami ideal memiliki ketrampilan praktis kerumahtanggaan. Suami bukan hanya bekerja mencari nafkah untuk menghidupi anak dan isteri, sehingga setelah di rumah merasa menjadi manusia bebas yang tidak memiliki tugas dan tanggung jawab apapun untuk dikerjakan. Sesampai di rumah langsung istirahat, bersantai atau tidur karena merasa sudah lelah dalam menjalankan kewajiban mencari nafkah. Seakan-akan semua pekerjaan praktis kerumahtanggaan dengan sendirinya menjadi kewajiban isteri.
Sesungguhnyalah pengerjaan kegiatan praktis kerumahtanggaan itu sangat fleksibel, tidak ada ketentuan baku tentangnya. Maka, lakukan musyawarah di rumah untuk membagi peran antara suami, isteri, anak-anak, dan pembantu (jika memiliki pembantu rumah tangga). Lebih khusus lagi yang harus disepakati adalah peran suami dan isteri di dalam rumah, agar tidak menimbulkan perasaan ketidakadilan.
Bagilah peran secara berkeadilan, melalui proses musyawarah yang penuh suasana kasih sayang, bukan pemaksaan kehendak atau intimidasi. Semua untuk menjaga cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
Karakter kedelapan, suami ideal memberikan kesempatan dan dorongan kepada isteri untuk maju, berkembang dan berprestasi.Tidak layak bagi suami untuk menghambat kemajuan dan perkembangan potensi isteri. Pernikahan bukanlah lembaga untuk mensterilkan berbagai potensi dan prestasi salah satu pihak. Justru dengan pernikahan itu akan semakin mengoptimalkan berbagai potensi kebaikan dari suami dan isteri.
Definisikan format prestasi, dan sepakati bersama dalam keluarga. Setelah ada kesepakatan, maka dukung dan doronglah isteri untuk berprestasi. Rayakanlah setiap keberhasilan dan capaian prestasi suami dan isteri, dalam suasana kehangatan cinta dan kasih sayang. Apabila suami mencapai peningkatan prestasi, itu karena dukungan dan dorongan isteri serta anak-anak. Apabila isteri mencapai puncak prestasi, itu karena dukungan dan dorongan suami serta anak-anak. Semua pihak merasa gembira, berbangga dan mampu merayakannya.
Karakter kesembilan, suami ideal selalu tampak “young and fresh” di hadapan isteri. Banyak suami yang menuntut isteri dalam bentuk yang perfect, seperti harus selalu wangi, segar, harum, berdandan menarik, berpenampilan menyenangkan, dan lain sebagainya. Namun dirinya sendiri tampak tidak memperhatikan penampilan saat di rumah. Bau keringat yang menyengat, penampilan yang apa adanya, tidak menampakkan kerapian dan keserasian dalam berpakaian, menjadi sesuatu yang khas saat di rumah.
Tidak layak semua tenaga, pikiran dan perhatian anda habiskan di kantor dan di tempat berkegiatan di luar rumah. Sementara anda pulang dengan membawa tenaga sisa, pikiran sisa, hati sisa, dan perhatian sisa. Cinta dan kasih sayang seperti apa yang anda harapkan tumbuh berkembang di dalam kehidupan keluarga apabila semua dibangun di atas sisa-sisa ?
Jangan bawa beban masalah dari luar rumah masuk ke dalam rumah anda. Sebanyak apapun rasa lelah anda dari melaksanakan aktivitas seharian, pulanglah ke rumah dalam kondisi segar dan bergairah menemui isteri serta anak-anak.
Karakter kesepuluh, suami ideal selalu memperbarui motivasi dan menguatkan kembali makna ikatan dengan isteri. Menikah, awalnya adalah sebuah akad, atau ikatan. Prosesi nikah yang sakral itu hakikatnya adalah sebuah ikrar dan perjanjian agung atas nama Tuhan, diresmikan oleh negara, disaksikan oleh orang tua, keluarga, kerabat, sahabat, tetangga dan sanak saudara. Sedemikian sakral prosesi pernikahan, tampak dari banyaknya pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Motivasi menikah adalah ibadah, bagian dari pelaksanaan aturan Ketuhanan, yang kemudian secara teknis administrasi diatur oleh negara. Sejak awal, motivasi ini telah diwujudkan dan dikokohkan dalam sebentuk ucapan atau ikrar, saat melaksanakan akad nikah di depan petugas pernikahan. Dalam perjalanan kehidupan berumah tangga, ikatan ini bisa mengendur dan melemah, maka harus selalu disegarkan dan dikuatkan.
Demikianlah ringkasan keterangan sepuluh karakter suami ideal. Semoga ada manfaatnya untuk membawa kita menuju kondisi yang lebih baik.
Selamat berhari Minggu bersama keluarga tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H