Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga Gejala Suami Istri Saling Menjauh

6 Maret 2015   13:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05 1511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sebuah keluarga, pasangan suami istri adalah “dua pihak” yang terikat menjadi satu dalam pernikahan. Mereka berdua bersatu dalam sebuah perjanjian atau akad, sampai akhirnya mereka berdua menjadi “satu pihak” yang sama. Dalam setiap persoalan yang terkait dengan orang lain ---di luar mereka berdua--- seharusnya mereka menempatkan diri pada pihak yang sama. Bukan pihak yang berbeda, apalagi pihak yang berlawanan. Untuk itu yang diperlukan adalah sikap yang harus saling mendekat satu dengan yang lain.

Kenyataannya, banyak pasangan suami istri yang bersikap saling asing dan saling menjauh satu sama lain. Awalnya tidak mereka sadari, namun karena sikap tersebut dipertahankan dan konsisten, akhirnya mereka berada pada jarak yang memang semakin jauh. Pada saat muncul konflik atau pertengkaran antara suami dan istri, mereka merasakan suasana saling menjauh. Suasana itu mereka biarkan berlarut-larut sampai akhirnya berkembang menjadi  sikap dan perbuatan yang membuat mereka benar-benar semakin menjauh.

Tiga Gejala Menjauh

Ada tiga gejala saling menjauh yang harus diwaspadai oleh pasangan suami istri, agar bisa mereka hindari sejak awal. Suami dan istri harus mengerti dan memahami gejala ini, agar tidak membiarkan diri terjebak di dalamnya.

1.Cepat Mengkritik

Cepat mengkritik pasangan merupakan gejala komunikasi yang akan menyebabkan suami dan isteri saling menjauh. Bukan berarti suami dan isteri tidak boleh saling mengkritik, namun harus proporsional dan tepat waktu. Pada kondisi suami menceritakan permasalahan kepada isteri, dan ketika isteri menceritakan masalah kepada suami, yang pertama kali dilakukan oleh pasangan adalah mendengarkan dan merespon secara empati, bukannya mengkritik.

Saat suami atau isteri ingin curhat, yang diperlukan adalah perhatian dan pengakuan dari pasangan, bukan kritikan. Perhatikan sikap cepat mengkriti pada dialog keluarga Haryo dan Ranti berikut ini.

“Pa, hatiku lagi sedih memikirkan masalah kakakku. Aku akan menceritakan perkembangan terakhir kondisi keluarga mereka. Aku tidak tega membiarkan keluarga mereka berantakan...” kata Ranti suatu malam.

“Apakah tidak ada pembicaraan lain yang lebih menarik daripada masalah keluarga kakakmu itu? Aku sudah bosan mendengarkan. Kau selalu memikirkan keluarga mereka. Kapan kau pikirkan keluarga kita sendiri?” sergah Haryo, suaminya.

“Apakah akan kita biarkan saja keluarga mereka berada dalam keadaan seperti itu?” tanya Ranti.

“Terserah kau sajalah. Itu kan keluarga kamu”, jawab Haryo.

Sikap cepat mengkritik tampak pada ungkapan Haryo saat Ranti membuka percakapan  tentang masalah keluarga kakaknya. Suasana menjadi sensitif dan jika dibiarkan akan berkembang menjadi pertengkaran yang kian meruncing dan membuat mereka semakin jauh.

Ini gejala awal dari saling menjauh. Hendaknya suami dan istri segera keluar dari gejala pertama ini.

2.Mudah Mencela

Biasanya, mengkritik yang dilakukan dalam kondisi emosi, akan diteruskan dengan mencela. Dan ini merupakan gejala kedua saling menjauh antara suami dan istri. Perhatikan dialog berikut:

“Engkau selalu saja menyalahkan orang lain, cobalah engkau instrospeksi diri (mengkritik). Kau memang bebal dan pemarah (mencela)”

“Aku tidak suka dengan caramu bicara. Kurasa, engkau saja yang terlalu perasa (mengkritik). Aku tadi hanya bertanya, tapi kau menuduhku telah menyalahkanmu. Dasar perempuan cengeng (mencela).”

“Kau selalu salah dalam memahami perkataaanku (mengkritik). Dasar bodoh (mencela)”.

Cepat mengkritik, apalagi disertai suasana emosionla, akan mengarah kepada mencela pasangan. Jika gejala kedua ini sudah mulai tampak, kondisinya sudah semakin memanas dan menjauh. Harus segera keluar secepat mungkin dari situasi ini. Saling meminta maaf, saling memaafkan, dan memperbaiki hubungan, adalah cara keluar dari suasana ini.

3.Saling Menyalahkan

Jika dua gejala tersebut telah dimili dan dibiarkan, maka muncullah gejala lanjutnya, yaitu saling menyalahkan pasangan. Sikap menyalahkan pasangan dalam sebuah konflik rumah tangga, merupakan konsekuensi dari dua gejala saling menjauh sebelumnya. Karena terbiasa saling mengkritik dan mencela, maka akhirnya mereka berdua saling menyalahkan satu dengan yang lainnya.

Hendaknya pasangan suami istri lebih mengedepankan introspeksi diri sendiri, mencari kekurangan dan kelemahan diri untuk memperbaiki, dibandingkan kecenderungan menyalahkan pasangan dan menganggap disi sendiri yang paling benar. Sesungguhnyalah dalam setiap konflik pasangan suami istri, selalu ada andil dari kedua belah pihak untuk menciptakan suasananya. Tidak hanya kesalahan atau andil salah satu pihak saja, pasti ada andil dari keduanya.

Untuk itu, begitu suami dan istri terjebak dalam tiga gejala saling menjauh di atas, segeralah keluar dari kondisinya. Jangan diteruskan dan dibiarkan berlarut--larut tanpa penyelesaian.

Robohkan Benteng Anda

Ketika tiga gejala saling menjauh tersebut dibiarkan berkembang, akan muncul dampak akhirnya yaitu “membangun benteng”. Yang dimaksud dengan membangun  benteng itu,  satu pihak atau kedua belah pihak ingin menginformasikan dua hal. Pertama, pernyataan “saya tidak bersalah”, dan kedua, “semua salah kamu”.

Apabila komunikasi suami istri telah diwarnai dengan cepat mengkritik, mudah mencela dan saling menyalahkan, dampaknya adalah salah satu atau kedua belah pihak membangun benteng. Gejala ini menunjukkan adanya pembelaan dan pertaahanan diri dari “serangan” pasangan. Satu pihak merasa tidak nyaman dengan sikap pasangan yang “menyerang” dirinya, maka cara mudah yang segera bisa dilakukan adalah membangun benteng pertahanan.

Ciri membangun benteng adalah menghindari kontak mata dengan pasangan, dan mencari kesibukan sendiri untuk mengalihkan perhatian. Saat pertengkaran terjadi dan mulai memanas, tiba-tiba isteri merebahkan tubuh ke tempat tidur dan menelungkupkan wajahnya ke bantal. Ia tidak mau mempedulikan kata-kata suaminya lagi. Inilah ciri membangun benteng.

Pada contoh yang lain, saat terjadi pertengkaran, tiba-tiba suami mengambil majalah yang ada di dekatnya dan membolak-balik halaman, tanpa ada bagian yang dibaca. Atau sikap suami atau istri yang memainkan gadget saat pasangan sedang marah kepadanya. Sikap tersebut semata-mata ekspresi dari keinginan membangun bentwng tinggi-tinggi, yaitu dengan mengalihkan kontak mata dari pasangan, daan mencari kesibukan baru dengan membolak-balik majalah. Bukannya suami ingin membaca majalah, namun semata-mata ia ingin mengalihkan perhatikan dari konflik dan membangun pertahanan diri.

“Aku tidak seperti yang kau duga”, atau “aku tidak seperti yang kau tuduhkan”, atau, “terserah saja apa katamu, aku tidak peduli”. Itulah gejala membangun benteng.

Ya, robohkan benteng anda. Benteng yang membuat anda sombong dan merasa selalu benar. Benteng ego yang membuat anda memiliki gengsi terlalu tinggi di hadapan pasangan. Benteng yang membuat anda selalu bernafsu menyalahkan pasangan. Benteng yang membuat anda dan pasangan berada dalam suasana ketidaknyamanan. Robohkan saja itu semuanya.

Segera peluk pasangan anda. Minta maaflah kepadanya. Maafkan pula pasangan anda. Robih sudah benteng anda.

Selamat pagi, salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun