Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Sahabat Istimewa bagi Pasangan Kita

21 April 2014   14:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:24 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398038746584601957

[caption id="attachment_332565" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi : www.scanfree.org"][/caption]

Kisah perceraian, perselingkuhan dan pertengkaran suami istri selalu ada hikmah dan pelajaran penting yang bisa diambil darinya. Saya mengajak anda untuk memahami hukum “sebab akibat” dalam kasus perselingkuhan dan perceraian pasangan suami istri (pasutri).

Sebuah keluarga yang sudah menjalani kebahagiaan selama limabelas tahun, akhirnya harus kandas karena kasus perselingkuhan. Suami berselingkuh dengan perempuan lain, yang akhirnya tidak bisa dimaafkan oleh sang istri. Tak ayal sang istri menggugat cerai ke pengadilan karena sakit hati merasa dikhianati.

Di keluarga lainnya, mereka sudah happy dalam ikatan pernikahan selama sepuluh tahun. Namun kebahagiaan itu rusak karena sang istri berselingkuh dengan pacar lamanya. Perselingkuhan mereka berlanjut dan kahirnya ketahuan oleh sang suami. Kisah keluarga itu berakhir dengan talak yang dijatuhkan oleh suami dan dikuatkan di pengadilan.

Terjebak Rutinitas Berkeluarga

Apa yang terjadi pada keluarga mereka? Rupanya, setelah menikah mereka sibuk “berkeluarga” namun lupa untuk “bersahabat” dengan pasangan. Setiap hari suami dan istri bertemu, yang dibicarakan hanya soal biaya belanja bulanan, rekening listrik, tagihan telepon dan internet, biaya sekolah anak-anak, biaya perawatan tubuh dan facial, dan seputar hal seperti itu.

Rutinitas kerja dan rutinitas hidup berumah tangga menyebabkan banyak kalangan pasutri kehilangan perhatian terhadap sisi-sisi kenyamanan hubungan hati. Bukankah seharusnya pasutri itu berelasi sebagai sahabat, yang saling berbagi dalam suka dan duka, saling curhat, saling memberi nasehat, saling meluangkan waktu untuk berduaan dan menikmati kebersamaan.

Bahkan untuk berduaan antara suami dan istri tidak selalu dengan canda dan obrolan mesra. Kadang pasutri menikmati kebersamaan dalam diam yang menghanyutkan, seperti kedalaman ungkapan pusisi “Di Restoran” karya Sapardi Djoko Damono berikut ini :

Kita berdua saja, duduk. Aku memesan
ilalang panjang dan bunga rumput
kau entah memesan apa. Aku memesan
batu di tengah sungai terjal yang deras
Kau entah memesan apa. Tapi kita berdua
saja, duduk. Aku memesan rasa sakit
yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
memesan rasa lapar yang asing itu.

Banyak kalangan pasutri yang tidak sempat meluangkan waktu untuk duduk bercengkerama berdua. Walaupun sepertinya “tidak melakukan apa-apa”, namun mereka berdua terikat kuat oleh perasaan dan pikiran yang menyatu. Sangat disayangkan yang terjadi tidaklah seperti itu. Ketika suami istri ada waktu berduaan, ternyata justru sibuk dengan gadget masing-masing.

Mereka memilih lebih memperhatikan orang lain yang jauh, teman kerja, sahabat, kerabat, kenalan baru, dan sebagainya –daripada memperhatikan pasangan yang ada di sampingnya. Dampaknya, pasangan merasa tidak diperhatikan, tidak diistimewakan, tidak diutamakan, tidak dikhususkan. Hubungan mereka semakin kering, pertemuan di dalam rumah hanya untuk memenuhi kewajiban hidup berumah tangga.

Mendapatkan Perhatian Istimewa

Awalnya merasa tidak mendapat perhatian dari pasangan. Hubungan terasa hambar dan tidak memiliki kedalaman arti. Dari sinilah ada semacam upaya mencari kekosongan hati, dengan sesuatu yang mampu mengisi.

Suami berinteraksi dengan teman-teman kerja satu instansi, setiap hari bertemu, setiap hari berkomunikasi. Mulai ada benih-benih kecocokan hubungan dengan teman perempuan di tempat kerja. Mulai mengobrol hal-hal pribadi, bukan lagi urusan kantor atau pekerjaan. Bersambung dengan kencan, jalan bareng, makan siang berdua, belanja, dan komunikasi intens melalui SMS, telpon, BBM dan aneka jejaring sosial.

Suami merasa nyaman, karena mendapatkan sahabat. Seseorang yang bisa diajak mengobrol, diskusi, dan berkegiatan bersama. Ia merasa istimewa, ada hal-hal yang menjadi kebutuhannya yang terpenuhi dari sahabat yang satu ini. Ia lupa, bahwa kondisi itu tercipta karena keduanya sedang berada dalam suasana penjajagan, pendekatan dan akhirnya merasa menemukan kecocokan. Hal serupa pernah ia temukan dari istrinya dulu saat awal berjumpa.

Di sisi yang lain, terjadi pula pada istri yang merasa kesepian. Ruang-ruang hatinya tiba-tiba terasa ada yang mengisi. Seorang lelaki yang tampak begitu memberikan perhatian kepadanya, walau hanya dalam sapaan dan ungkapan sederhana. Seorang lelaki yang bisa menjadi tempat curhat yang nyaman, yang selalu memberikan respon positif atas apa yang ia ungkapkan. Mulai muncul benih kecocokan dengan lelaki tersebut.

Hubungan bisa berlanjut lebih dari itu. Semakin lama perasaan istri menjadi semakin berbunga-bunga. Hal yang sangat diharapkan ia dapatkan dari suami, ternyata justru diberikan oleh lelaki lain yang bukan suaminya. Mengobrol dengan suami terasa begitu menyiksa, namun mengobrol dengan si dia terasa demikian bahagia.

Jika perasaan seperti itu terus dibiarkan bahkan sengaja dikembangkan, pasti akan semakin jauh pula hubungan di antara mereka, sampai ke tingkat yang menghancurkan keutuhan keluarga. Suami lebih memilih keasyikan dengan perempuan lain, istri lebih memilih kebahagiaan dari lelaki lain. Keluarga mereka sungguh di ujung bahaya. Kehancuran rumah tangga bisa menjadi akibat yang harus mereka tanggung akibat dari perbuatan yang mereka lakukan.

Menjadi Sahabat Istimewa bagi Pasangan Kita

Jika sebagai istri anda telah lupa bagaimana cara menghormati suami, lupa memperhatikan suami, lupa mendengarkan suami, lupa melayani suami, lupa cara membahagiakan suami, maka berhati-hatilah akan hadirnya perempuan lain yang akan mampu menghormati, memperhatikan, mendengarkan, melayani dan membahagiakan suami anda.

Demikian pula jika sebagai suami anda telah lupa bagaimana cara memahami istri, lupa memperhatikan istri, lupa mendengarkan istri, lupa menyayangi istri, lupa cara membahagiakan istri, maka berhati-hatilah akan hadirnya lelaki lain yang akan mampu memahami, memperhatikan, mendengarkan, menyayangi dan membahagiakan istri anda.

Untuk itu, jadilah sahabat istimewa bagi pasangan anda. Bagi para istri, jangan biarkan ada perempuan lain yang lebih istimewa di hati suami anda. Jadikan diri anda sahabat yang paling istimewa di hati suami. Bukan dengan jalan melabrak dan mencakar semua perempuan yang memperhatikan suami anda, namun dengan memperbaiki kualitas hubungan dan pelayanan kepada suami.

Demikian pula bagi para suami, jangan biarkan ada lelaki lain yang lebih istimewa di hati istri anda. Jadikan diri anda sahabat yang paling istimewa di hati istri. Bukan dengan jalan memukul atau membunuh semua lelaki yang memperhatikan istri anda, namun dengan memperbaiki kualitas hubungan dan perlindungan kepada istri.

Selamat pagi, selamat Hari Kartini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun