Persepsi negatif : “Betapa malas istriku. Ia tidak mau membersihkan rumah. Lalu apa saja yang dikerjakan di rumah? Sungguh menyedihkan, seorang perempuan yang tidak memiliki selera kebersihan dan keindahan sama sekali. Betapa cuek dan teganya melihat kondisi rumah berantakan, seakan tidak punya perasaan. Benar-benar istri yang tidak tahu diri. Sedih dan malu rasanya punya istri seperti ini”.
Persepsi positif : “Astaghfirullahal azhim. Kasihan istriku. Ia pasti lelah sekali mengurus dua anakku. Ia sudah menemani anak-anak seharian dengan segala tingkah polahnya yang tidak kenal lelah. Aku juga belum mampu untuk menyediakan pembantu, wajar kalau ia tidak sempat membersihkan rumah, sementara aku juga tidak bisa optimal membantu”.
Semua kejadian dan peristiwa dalam kehidupan berumah tangga, bisa dilihat dari segi positif dan negatif. Jika anda selalu mencari-cari kekurangan dan kelemahan pasangan, maka anda akan selalu mendapatkannya. Semua kejadian dan peristiwa selalu anda lihat dari segi kekurangan pasangan saja, yang menyebabkan pasangan selalu berada dalam posisi yang salah dan lemah. Namun apabila anda selalu mencari kebaikan dan sisi positif, maka anda juga akan mendapatkannya.
Perhatikan catatan harian seorang suami di bawah ini. Sebuah gambaran tentang bagaimana cara pandang positif atas segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga. Setelah membaca catatan harian ini, cobalah melihat dari segi sebaliknya. Seandainya suami yang menulis catatan harian ini selalu mencari-cari kesalahan istrinya, maka semua kejadian akan selalu tampak sebagai kesalahan sang istri.
Catatan Harian Seorang Suami
Biasanya menjelang maghrib aku sudah sampai di rumah. Namun hari ini, selepas Isya aku baru pulang dan tiba di rumah sekitar jam sembilan malam. Daffa, anak pertamaku yang baru kelas tiga SD membukakan pintu untukku. “Aku diminta ibu untuk menunggu ayah pulang agar bisa membukakan pintu”, kata anakku. “Terimakasih Nak, kau baik sekali. Sekarang engkau tidur ya, bareng adik di kamar”, jawabku. Ia mengangguk dan segera masuk kamar.
Aku segera masuk ke kamarku. Sejenak aku tertegun menatap isteriku. Ia tertidur kelelahan, di samping si bungsu yang juga sudah pulas. Aku perhatikan wajah isteriku, tidak tega aku untuk membangunkannya. Tentu ia sangat lelah mengurus tiga anakku yang masih kecil-kecil. Biarlah ia istirahat. Aku juga lelah karena seharian bekerja, namun rasanya aku harus lebih kuat. Aku pemimpin keluarga ini, tidak layak aku bersikap manja ketika di rumah. Aku bisa menyiapkan keperluan makan malam sendiri.
Aku beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Namun aku terkejut ketika membuka penutup yang ada di atas meja makan, ternyata telah tersedia sayur dan lauk pauk. Pasti isteriku telah menyiapkannya untukku sebelum dia tertidur karena kelelahan.
Sambil menyantap makan malam aku membayangkan betapa banyak kebaikan isteriku. Ia telah menjaga dan menamani ketiga anakku setiap hari. Ia menjemput dua anakku sepulang dari sekolah di SD dan TK. Ia masih menyusui anak balitaku yang baru berusia setahun. Ketika malam ini ia kelelahan mengurus si bungsu yang masih kecil, mungkin ia sudah merasa akan ketiduran, maka ia memberi tugas anak pertama agar menunggu kepulanganku sehingga bisa membukakan pintu.
Kesediaan Daffa untuk menunggu sampai aku pulang dan membukakan pintu, itu juga buah dari pendidikan dan pengajaran yang dilakukannya kepada anak-anak di rumah. Bahkan ternyata ia juga masih sempat menyiapkan keperluan makan malamku.
Kalaupun saat ini ia tertidur dan tidak membersamaiku makan malam, itu karena aku tidak tega untuk membangunkannya. Menurutku, ia berhak untuk istirahat lebih banyak. Besok pagi ia akan bangun poagi-pagi, lebih pagi dari aku, untuk menyiapkan keperluan dapur dan menyiapkan anak-anak untuk sekolah.