Namun ada pula keluarga yang hidup ‘adem ayem’, tidak pernah berkonflik, tidak pernah bertengkar. Sepuluh tahun hidup berumah tangga tidak pernah tahu bagaimana rasanya orang berantem. Muncullah rasa bosan hidup dalam kerukunan. Ingin menikmati suasana konflik sebagaimana dialami oleh beberapa keluarga. Karena apabila berhasil melewati konflik, akan hadir kekuatan cinta antara suami dan istri. Mereka bisa merayakan cinta setelah usai perang baratayudha.
Seperti kisah yang ditulis oleh seorang rekan kompasianer, Tubagus Encep (http://www.kompasiana.com/tubagusencep), tentang sahabatnya. Sebuah keluarga yang hidup tenang, tenteram, nyaman, adem, ayem, suasana penuh dengan kesejukan. Namun muncul kebosanan pada istri yang ingin merasakan suasana konflik dengan pasangan. Mulailah ia berulah, dengan tujuan agar suami marah, lalu mereka mengalami konflik.
Suatu saat sang istri sengaja bangun siang dan tidak melakukan aktivitas rutin kerumahtanggaan. Ia tidak memasak, tidak membereskan kotoran dapur, tidak mencuci baju, tidak membersihkan rumah, tidak mengurus anak-anak. Ia menunggu respon suaminya. Berharap suaminya akan marah dan mereka akan bertengkar karena kemarahan suami tersebut.
Sampai siang ia tidak mendengar keributan apapun di rumah. Setelah keluar dari kamar tidur, ia segera menuju ke dapur. Tertegun ia di dapur, menyaksikan semua sudah beres. Makanan sudah tersedia di meja makan, dapur sudah bersih, ruang keluarga dan teras sudah tampak rapi dan bersih, cucian sudah dijemur. Semua sudah tampak beres. Ternyata sang suami dengan damai mengerjakan sendiri semua aktivitas kerumahtanggaan tersebut.
Tanpa harus marah-marah dan menyalahkan istrinya, sang suami melaksanakan sendiri semua aktivitas praktis kerumahtanggaan sampai beres. Ia merasa tidak perlu membangunkan dan mengganggu sang istri yang mungkin sedang kelelahan serta memerlukan istirahan yang cukup. Usaha sang istri untuk mengajak berantem ternyata gagal. Sang suami memang bukan tipe lelaki yang suka berantem dengan istri. Ia lebih mudah mengalah demi kebaikan keluarga.
Mengelola Dinamika Keluarga
Sesungguhnya yang diperlukan adalah kemampuan mengelola dinamika keluarga. Bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah, dan bersabar atas apa yang belum didapatkan dalam kehidupan. Ada saat mengalami konflik, ada saat reda dan damai dalam ketenteraman. Ada masa memiliki kelebihan harta, ada pula saat harus kekurangan dan menderita. Semua itu hanyalah bagian-bagian puzle kehidupan dan kebahagiaan yang harus dilewati.
Jika selalu mampu bersikap positif dalam menghadapi dinamika, semua akan selalu indah dirasakan. Konflik hanyalah satu bagian dari keping puzle kabahagiaan. Tidak untuk dicari apalagi diusahakan, namun apabila mengalami jangan melarikan diri. Hadapi konflik dengan hati dan kepala dingin agar cepat reda dan terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Biasakan memecahkan masalah berdua saja, agar persoalan bisa dilokalisir dan tidak melebar kemana-mana.
Bagi yang tidak pernah mengalami konflik, jangan mencoba-coba dengan sengaja membuat masalah. Hadapi saja semua dinamika keluarga secara dewasa. Semua akan indah jika mampu bersikap secara tepat dalam setiap suasana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI