Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

PDK, “Pintu Darurat Keluarga”

8 Juli 2014   14:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:03 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14047782941056510973

[caption id="attachment_346833" align="aligncenter" width="469" caption="ilustrasi : www.airlineworld.wordpress.com"][/caption]

Jika kita naik pesawat terbang, pramugari selalu memperagakan penggunaan alat-alat keselamatan dan pintu-pintu darurat (emergency exit), sebelum take off. Ada kalimat-kalimat standar yang harus mereka sampaikan di semua penerbangan, seperti “Sesuai dengan standar penerbangan sipil, kami akan memperagakan penggunaan alat-alat keselamatan berikut ini....”

Pesawat B 737 – 900 ER ini dilengkapi dengan sepuluh pintu darurat. Dua di bagian depan, empat pintu darurat di bagian tengah, dan dua pintu darurat di bagian belakang....” (Ketahuan deh, sedang naik pesawat apa....)

Pintu-pintu darurat itu selalu ada dalam semua pesawat, kendati jumlahnya berbeda-beda untuk setiap jenis pesawat. Apakah kegunaan dari pintu-pintu darurat tersebut? Bukankah sudah ada pintu utama di bagian depan dan belakang yang biasa digunakan untuk naik dan turunnya penumpang?

Jalan Keluar Darurat

Sebagaimana namanya, pintu-pintu darurat itu digunakan untuk penyelamatan penumpang dan seluruh awak pesawat, apabila pesawat mengalami kondisi darurat. Dalam kondisi darurat, pintu-pintu utama tersebut tidak bisa diandalkan lagi untuk digunakan. Maka perlu ada emergency exit yang memudahkan evakuasi para penumpang di saat mengalami situasi darurat.

Apabila pesawat terbang tidak memiliki emergency exit, di saat situasi darurat terjadi, maka penumpang tidak bisa turun dan keluar dari pesawat. Pintu-pintu utama terkunci dan kalaupun bisa dibuka maka tidak memadai untuk mengeluarkan ratusan penumpang dalam waktu yang cepat. Pada contoh B 737 – 900 ER yang dilengkapi dengan sepuluh pintu darurat, hal itu sangat memudahkan para penumpang untuk dievakuasi.

Kita masih ingat kecelakaan bus terbakar beberapa tahun silam, dimana penumpangnya meninggal di dalam bus karena pintu-pintu utama bus itu tidak bisa dibuka lagi. Akibatnya para penumpang terpanggang bersama bus yang terbakar. Sangat mengenaskan. Hal itu terjadi karena tidak ada pintu darurat di dalam bus tersebut.

Jalur Evakuasi

Jalur penyelamatan dalam situasi darurat bencana dikenal dengan istilah jalur evakuasi. Ketika terjadi bencana tsunami di Aceh tahun 2004, masyarakat menyelamatkan diri dengan berlari atau naik kendaraan ke segala arah. Mereka tidak tahu akan berlari kemana, untuk menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Di jalan raya orang-orang panik, dan tidak sedikit yang justru terjadi kecelakaan lalu lintas saking kacaunya suasana saat itu. Masyarakat menyelamatkan diri, entah kemana. Yang penting berlari atau naik kendaraan dengan kecepatan tinggi.

Demikian pula yang terjadi saat musibah gempa Yogyakarta dan sekitarnya di tahun 2006. Sesaat setelah gempa terjadi, terdengar isu munculnya tsunami dari pantai selatan. Akhirnya masyarakat Bantul berlarian menyelamatkan diri ke arah manapun, menuju daerah yang lebih tinggi. Mereka berlari, naik sepeda, mengendarai motor dan mobil, memenuhi jalan raya. Tidak sedikit terjadi tabrakan di jalan raya akibat saling berdesakan untuk penyelamatan diri tanpa tahu arah yang akan dituju.

Semua orang panik, tidak bisa berpikir tenang, dan hanya memikirkan penyelamatan diri serta keluarga. Sebagian besar warga berpikir mencari tempat aman di daerah utara yang lebih tinggi. Uniknya, pada saat yang sama masyarakat di sekitar lereng Merapi juga tengah menyelamatkan diri dari erupsi yang juga sedag terjadi. Mereka berlarian ke arah selatan, menjauh dari arah gunung Merapi.

Terjadilah apa yang terjadi.... Yang warga Bantul berlarian ke utara menuju arah Merapi. Yang warga Merapi berlarian turun ke selatan menuju arah Bantul. Bertemulah di tengah, dan saling bertanya “Lalu kita akan kemana? Ke utara ketemu lahar Merapi, ke selatan ketemu isu tsunami”.

Suasana kepanikan itu salah satunya dipicu oleh tidak adanya jalur evakuasi. Selain itu, masyarakat Indonesia belum terbiasa mendapatkan simulasi untuk menghadapi situasi darurat bencana alam. Andai saja di Aceh dan Yogyakarta pada waktu itu sudah disiapkan jalur-jalur evakuasi, dan masyarakat sudah terbiasa mendapatkan simulasi rutin untuk menghadapi bencana alam, ditambah infrastruktur dan perangkat teknologi yang memadai untuk menginformasikan bencana kepada masyarakat, sepertinya bisa mempersedikit korban pada setiap kejadian bencana.

Sekarang ini di daerah Bantul dan sekitarnya, sudah banyak terpasang papan petunjuk arah jalur evakuasi. Papan petunjuk ini tentu harus ditindaklanjuti dengan simulasi rutin kepada masyarakat sekitar, untuk memberikan awareness dan kesadaran akan peluang terjadinya bencana alam dan cara-cara penyelamatan diri. Jalur evakuasi ini sangat penting agar warga mengetahui ke arah mana mereka akan menyelamatkan diri jika suatu waktu terjadi bencana lagi.

Pintu Darurat Keluarga (PDK) dan Jalur Evakuasi Masalah

Dalam kehidupan keluarga, pasti akan dijumpai masalah dengan aneka ragam bentuk, intensitas dan frekuensinya. Ada keluarga yang sangat sering menghadapi masalah dan sulit untuk keluar dari masalah tersebut. Ada keluarga yang cepat menghadapi permasalahan sehingga tidak berlarut-larut berada dalam situasi masalah. Namun yang sudah pasti adalah, semua keluarga memiliki masalah. Tidak ada keluarga yang tidak memiliki masalah.

Bagi pasangan suami istri, sejak awal pernikahan semestinya sudah sadar bahwa suatu ketika nanti mereka bisa menghadapi situasi darurat. Menikah dan hidup berumah tangga itu tentu tidak hanya menjumpai sisi-sisi kesenangan saja, namun pasti akan ketemu juga dengan sisi kepahitan yang harus ditelan. Konflik suami istri, konflik orang tua dengan anak, dan aneka ragam persoalan hidup berumah tangga, bisa menciptakan situasi “darurat masalah”. Ketika konflik semakin memuncak dan tidak bisa diredakan, muncullah situasi darurat itu.

Suami dan istri terjebak dalam situasi darurat masalah, dimana pintu-pintu utama komunikasi mereka sudah terkunci dan tidak bisa digunakan lagi. Sayang seribu sayang, sangat sedikit pasangan suami istri yang sudah memiliki kesapakatan untuk membuat PDK dalam kehidupan keluarga. Andai saja mereka memiliki emergency exit, tentu mereka tidak perlu terjebak berlama-lama dalam situasi darurat masalah tersebut. Mereka akan cepat keluar melalui pintu-pintu darurat yang sudah disiapkan bersama.

Sebagaimana juga dengan penggambaran jalur evakuasi dari suatu bencana alam, maka dalam kehidupan keluarga pun diperlukan “jalur evakuasi masalah” yang disepakati oleh suami dan istri. Jika pasangan suami istri tidak memiliki jalur evakuasi, bisa dipastikan mereka akan kebingungan saat keluarga tengah dilanda masalah.

Ketika terjadi tsunami permasalahan yang menyapu kebahagiaan hidup berumah tangga, suami dan istri melarikan diri entah kemana. Tidak tahu arah, satu berlari ke utara dan satu berlari ke salatan. Mereka tidak tahu jalur evakuasi yang bisa menyelamatkan mereka dari bencana permasalahan hidup berumah tangga.

Tsunami permasalahan terlanjur terjadi dalam kehidupan keluarga, sayang sekali, banyak suami dan istri yang belum menyiapkan jalur evakuasinya. Mereka berlarian tanpa arah, menghindar dari  masalah, dan justru akhirnya tertelan oleh dahsyatnya permasalahan yang menimpa mereka. Itu terjadi karena tidak mengetahui “jalur evakuas masalah”, karena memang belum pernah mereka sepakati dan mereka buat sebelumnya.

Sedia Payung Sebelum Hujan

Pepatah ini sudah sangat sering kita dengarkan, namun sangat sedikit kita aplikasikan. Dalam kehidupan rumah tangga, kita harus sadar sejak awal, bahwa akan dijumpai “hujan permasalahan” di sepanjang perjalanannya. Maka sebagai orang yang sadar, kita telah menyiapkan payung tanpa harus menunggu datangnya hujan. Suatu saat hujan benar-benar datang, maka kita sudah menyiapkan payungnya. Jika hujan tidak datang dengan deras, hanya rintik-rintik, payung itupun tetap bermanfaat. Bahkan seandainya tidak hujan sama sekali, tidak ada ruginya pergi membawa payung.

Pintu darurat keluarga (PDK) dan jalur evakuasi masalah yang saya sebutkan di atas, hanya bisa dibuat di saat tidak sedang menghadapi masalah. Di saat suami dan istri berada dalam situasi nyaman, harmonis, kompak, romantis, goodmood, di saat itulah mereka harus berbincang merumuskan pintu-pintu darurat atau jalur evakuasi masalah keluarga. Rumuskan dan sepakati bersama, dimanakah letak pintu darurat itu, berapa jumlahnya, bagaimana cara menggunakannya.

Ketika suami dan istri tengah dilanda konflik yang hebat, di saat itu mereka sudah tidak bisa lagi duduk nyaman merumuskan letak pintu darurat atau posisi jalur evakuasi. Pintu darurat atau jalur evakuasi itu harus disiapkan dan disepakati di saat suami dan istri sedang tidak menghadapi konflik.

Rumuskan Berdua PDK Anda

Sederhana saja, tidak rumit. Suami istri duduk berdua, menyediakan kelapangan jiwa, menyediakan kebersihan hati, menyediakan kebeningan pikiran. Lepaskan beban, tinggalkan dulu persoalan harian di rumah tangga. Jangan tegang, santai saja, jangan ada yang emosi.

Rumuskan bersama beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini dalam suasana santai:

a.Apa yang akan kita lakukan, jika kita berdua mengalami konflik atau ketegangan hubungan?

b.Apa yang akan kita lakukan, jika kita tidak bisa lagi berkomunikasi dengan nyaman?

c.Apa yang akan kita lakukan, jika salah seorang di antara kita –atau kita berdua-- mengalami emosi dan kemarahan?

d.Apa yang akan kita lakukan, jika emosi atau kemarahan itu tidak lagi bisa dikendalikan?

e.Apa yang akan kita lakukan, jika salah seorang di antara kita mengetahui adanya perbuatan yang tidak benar atau tidak patut dilakukan pasangan?

Jawaban atas beberapa pertanyaan tersebut adalah stimulus untuk menciptakan kesepakatan tentang PDK ataupun jalur evakuasi. Sepakati berdua rumusannya, jadikan sebagai panduan dalam menyelesaikan setiap konflik yang terjadi dengan pasangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun