Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Khidmah, Bentuk Cinta Istri Kepada Suami

25 Januari 2015   13:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:25 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_393108" align="aligncenter" width="550" caption="ilustrasi : www.iwebstreet.com"][/caption]

Salah satu karakter istri salihah adalah khidmah (pelayanan) yang baik terhadap suami. Istri yang pandai melayani sehingga membuat suami menjadi nyaman dan bahagia bersama istri tercinta. Pada saat membahas karakter pertama istri salihah yaitu “menyenangkan jika dipandang”, bab pelayanan ini sudah saya bahas selintas. Karena termasuk yang bisa menyenangkan jika dipandang adalah ketulusan istri dalam melayani suami. Namun dalam pembahasan kali ini, saya tonjolkan bab khidmah sebagai karakter tersendiri, bukan karakter ikutan.

Yang dimaksud dengan khidmah adalah pelayanan, yaitu tindakan dan perbuatan istri dalam rangka membantu suami serta menyenangkan hatinya. Khidmah bukan bermakna meletakkan istri sekedar sebagai babu, atau jongos atau pembantu, karena khidmah adalah bentuk cinta dan kasih sayang istri kepada suaminya. Khidmah adalah pernyataan ikatan istri kepada suami dalam sebuah bingkai sakinah, mawaddah wa rahmah. Khidmah bukanlah perbudakan atau penindasan suami terhadap istri, namun khidmah adalah bentuk karakter istri salihah yang didasari ketulusan dan kepahaman.

Contoh Khidmah Istri di Masa Terdahulu

Pada zaman terdahulu, para istri terbiasa memberikan pelayanan untuk menyenangkan suami, dengan berbagai macam tindakan dan perbuatan. Kisah Asma` binti Abi Bakar yang berkhidmat kepada suaminya, Az-Zubair bin ‘Awwam menjadi contoh yang luar biasa dalam hal khidmah ini.

Asma’ membantu Az-Zubair dengan mengurusi kuda tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kuda, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Asma’ bahkan memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya dengan jarak yang cukup jauh. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Demikian pula kisah khidmah Fathimah binti Rasulullah Saw kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib . Kedua tangan Fatimah sampai lecet karena aktivitas menggiling gandum. Kisah ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Khidmah istri tidak terbatas hanya kepada suaminya saja, namun juga kepada pihak yang terkait dengan suami. Misalnya membantu suami dalam mengurus saudara-saudaranya, atau dalam contoh suami yang duda beranak, maka istri berkhidmah untuk mengurus dan mendidik anak-anak suaminya. Hal ini pernah dicontohkan oleh seorang sahabat Nabi Saw, Jabir bin Abdullah, yang menikah dengan janda agar bisa membantu Jabir dalam mengurus adik-adik perempuannya.

Setelah bapaknya wafat, Jabir bin Abdillah menikahi seorang janda agar bisa membantunya dalam mengurusi saudara-saudara perempuannya yang masih belia. Jabir menyampaikan kepada Nabi Saw, “Ayahku, Abdullah, telah wafat dan ia meninggalkan banyak anak perempuan. Aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama (usianya) dengan mereka. Maka aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka.” Nabi Saw segera mendoakan Jabir,“Semoga Allah memberkahimu” (HR. Muslim).

Khidmah Istri di Masa Kini

Pada masa sekarang, di zaman dimana banyak suami dan istri yang sama-sama bekerja mencari uang, maka khidmah istri tidak bisa dihilangkan dengan alasan karena ia telah bekerja. Hal ini karena khidmah istri kepada suami merupakan bagian dari karakter istri salihah, yang merupakan salah satu dari penanda ke-salihah-annya, sehingga tidak bisa terhapuskan hanya karena ia telah bekerja mencari nafkah. Sedangkan pada dasarnya nafkah keluarga adalah kewajiban suami, bukan kewajiban istri untuk memenuhinya.

Prinsip seperti ini berlaku pula untuk suami. Karena mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga adalah menjadi kewajibannya, maka kewajiban ini tidak terhapus oleh karena istri telah bekerja dan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan lebih dari cukup. Seandainya istri bekerja dan memiliki penghasilan yang jauh lebih besar dari suami, situasi ini tidak menghalanginya untuk memberikan khidmah kepada suami, dan tidak menghalangi suami untuk tetap bekerja mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan keluarga.

Yang sering menjadi masalah dalam konteks zaman sekarang adalah suasana gugat menggugat atau tuntut menuntut antara suami dan istri karena merasa sama-sama bekerja, sama-sama mandiri, dan berpenghasilan. Istri merasa tidak perlu lagi berkhidmah untuk suami karena di rumah sudah ada pembantu rumah tangga yang mengurus semua keperluan keluarga. Pembantu sudah membersihkan rumah, memasak, menyiapkan santap makan dan minum, mengurus anak-anak dan seluruh renik-renik pekerjaan kerumahtanggaan. Sudah selesai semua urusan kerumahtanggaan oleh pembantu yang jumlahnyapun bisa lebih dari satu.

Bahkan dalam beberapa contoh kasus, istri menjadi berani kepada suami, membantah dan membangkang kepada suami, karena merasa sudah bisa mandiri tanpa bantuan suami. Merasa penghasilannya lebih tinggi dari suami, merasa rejekinya lebih lancar dari suami, merasa lebih hebat dan lebih pandai dari suami. Akhirnya sang istri menolak melayani suami, bahkan berani memerintah suami dan memperlakukan seperti pembantu. Suasana menjadi semakin kompleks jika suaminya menurut dan bermental pembantu, atau jika suaminya bersikap keras dan melawan. Akhirnya berujung pertengkaran dan konflik yang memanas tanpa ada yang mau mengalah.

Istri salihah tidak akan berbantah-bantahan dengan suami, tidak akan membangkang kepada suami, tidak akan berlaku kasar kepada suami. Setinggi apapun posisinya di instansi tempatnya bekerja, di rumah ia adalah seorang istri yang harus berbakti dan melayani suami. Sebanyak apapun penghasilan tiap bulannya, ia bukanlah juragan yang bisa semena-mena memerintah suami. Sehebat apapun kapasitas dirinya, ia tetaplah seorang istri di hadapan suaminya yang harus berlaku hormat dan khidmat.

Kalaupun di rumah sudah ada pembantu rumah tangga yang mampu menyelesaikan seluruh pekerjaan kerumahtanggaan, namun khidmah istri tidaklah tergantikan. Khidmah ini jangan dipandang semata-mata dalam bentuk bantuan atau pelayanan, namun khidmah adalah bentuk cinta dan kasih sayang istri kepada suami. Membuatkan teh panas, memasakkan makanan kesukaan suami, menghidangkan sarapan atau santap malam adalah bentuk romantisme dalam keluarga. Bukan bentuk perbudakan atau penindasan suami terhadap istri. Bukan bentuk kerendahan posisi istri. Tapi sebentuk cinta dan kasih sayang yang diwujudkan dalam pelayanan yang tulus.

Tetaplah memberikan pelayanan kepada suami, kendati suami bisa membuat teh sendiri, bisa memasak sendiri, bisa membersihkan kamar sendiri, bisa menyiapkan pakaiannya sendiri. Namun khidmah istri dalam hal yang mempribadi bagi suami, menjadi “sesuatu banget” bagi sang suami. Letakkan pembantu rumah tangga dalam wilayah umum, seperti membersihkan rumah secara umum, merapikan barang-barang, mencuci peralatan dapur yang kotor, memberihkan halaman dan taman, membuang sampah dan lain sebagainya. Kalaupun memasak, juga yang bersifat masakan untuk semua.

Namun jika sudah menyangkut pelayanan khusus untuk suami, hendaknya dilakukan oleh istri sendiri. Misalnya, nasi dan sayur dimasak oleh pembantu. Namun saat sudah menjelang santap malam, istri menyempatkan diri membuatkan sambal kesukaan suami, atau menyiapkan minuman kesukaan suami, kemudian menghidangkan untuk suami. Hal ini merupakan bentuk khidmah yang tetap bisa dilakukan dan tidak memberatkan para istri yang bekerja di luar rumah. Rasa lelah dari kerja, akan segera hilang sirna saat melakukan khidmah kepada suami yang disertai dengan perasaan cinta.

Contoh yang lain lagi, untuk membersihkan tempat tidur suami dan merapikan tempat tidur di malam hari yang akan digunakan suami istirahat malam, hendaknya dilakukan sendiri oleh istri. Kamar tidur bisa saja dibersihkan dan dirapikan oleh pembantu, namun ranjang tempat tidur suami istri hendaknya ditata, dibersihkan, dirapikan, dihias dan diperindah oleh istri. Sentuhan personal seperti ini akan sangat berarti karena istri yang paling mengerti tentang selera dan kesukaan suami.

Pembagian Peran

Dalam hal-hal yang bersifat praktis kerumahtanggaan, hendaknya suami dan istri bisa berbagi peran dengan adil dan bijaksana. Terlebih lagi pada kondisi dimana keluarga tidak memiliki pembantu rumah tangga, maka suami dan istri harus membagi habis pekerjaan kerumahtanggaan untuk mereka kerjakan berdua. Jika anak-anak sudah mulai besar juga bisa dilibatkan dalam penyelesaian pekerjaan kerumahtanggaan. Prinsip dasarnya adalah ta’awun atau kerja sama suami dan istri dalam menyelesaikan pekerjaan praktis kerumahtanggaan.

Tidak benar juga kalau semua pekerjaan praktis kerumahtanggaan harus dikerjakan oleh istri. Itu pasti akan sangat memberatkan dan membebaninya. Sejak dari membersihkan semua bagian rumah, mencuci piring dan peralatan dapur, memasak, mencuci dan menyeterika pakaian, merawat taman, membereskan genteng bocor, membetulkan instalasi listrik yang rusak, mengganti lampu yang padam, mengecat dinding dan pintu rumah, memberesakan saluran pembuangan yang mampat, dan lain sebagainya. Belum lagi kalau rumahnya besar dan halamannya luas. Ini akan sangat membebani istri, yang membuatnya tidak bisa konsentrasi mengasuh dan mendidik anak, serta bisa melalaikan istri dari berkhidmah kepada suami. Untuk itulah diperlukan pembagian pekerjaan praktis kerumahtanggaan agar semua hal bisa diselesaikan dengan baik.

Ketika pekerjaan harian sudah habis dibagi-bagi di antara suami, istri dan anak-anak, maka istri bisa lebih fokus untuk menyelesaikan jenis pekerjaan yang menjadi bagiannya, sambil berkonsentrasi memberikan khidmah kepada suami yang memang menjadi bagian yang tidak akan bisa tergantikan oleh siapapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun