Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Tundukkan" Istri dengan Cinta dan Kasih Sayang

27 Januari 2015   13:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:18 2663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_393421" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi : www.scanfree.org"][/caption]

Suatu malam beberapa orang suami datang ke rumah saya untuk berdiskusi tentang bagaimana cara "menundukkan" istri. Seorang suami yang bertugas di kesatuan militer mengatakan, lebih mudah memimpin anak buah di kesatuan dibandingkan dengan memimpin istri di rumah. Demikian pula suami yang bertugas sebagai direktur sebuah perusahaan, menyatakan lebih mudah mengatur karyawan di perusahaan dibandingkan mengatur istri di rumah.

"Di kesatuan, anak buah selalu menyatakan 'siap laksanakan' untuk setiap perintah yang kita berikan. Di rumah, jadinya malah bertengkar setiap saya menyuruh istri," ujar seorang suami.

"Di perusahaan, semua anak buah hormat dan patuh kepada saya. Di rumah, saya selalu dilecehkan oleh istri. Semua kata-kata saya selalu dimentahkan. Saya merasa tidak terhormat ketika di rumah," ujar suami yang direktur perusahaan.

Dengan kondisi itu, mereka bertanya bagaimana cara 'menundukkan' istri agar taat dan patuh kepada suami serta tidak membangkang. Mereka merasa 'berkuasa' di kesatuan atau di perusahaan, namun menjadi 'tidak berdaya' ketika di rumah.

Membentuk Ketaatan Istri

Saya sampaikan kepada mereka bahwa istri itu bukan anak buah, bukan pula karyawati perusahaan. Istri adalah pasangan hidup, belahan jiwa, soulmate, garwo (sigaraning nyowo), yang berinteraksi secara sangat dekat dan intim dengan suami. Maka cara membuat menjadi taat dan patuh tidak sama dengan di kesatuan militer maupun di perusahaan. Ada cara tersendiri yang khas untuk membuat istri menjadi patuh dan taat kepada suami.

Kepatuhan dan ketundukan anak buah di kesatuan militer adalah sebuah sistem, yang dibentuk semenjak masa pendidikan yang sangat ketat, dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan, dengan konsekuensi hukuman tertentu apabila terjadi ketidakpatuhan. Demikian pula di perusahaan, semua anak buah bisa dipecat atau di-PHK jika tidak taat kepada pimpinan. Sementara itu dalam kehidupan keluarga, ikatan suami dan istri bukanlah kontrak kerja. Tidak pula melalui masa pendidikan yang khusus untuk menyiapkan menjadi calon istri.

Ketaatan atau kepatuhan adalah salah satu karakter yang harus dimiliki istri salihah. Karena suami menjadi pemimpin dalam kehidupan keluarga, konsekuensinya adalah ditaati dan dipatuhi, selama keinginan dan perintah suami berada dalam kebenaran, kebaikan dan kepatutan. Hal ini sudah saya bahas dalam beberapa posting-an sebelumnya.

Memang tidak mudah untuk menjadi taat dan patuh “begitu saja”. Dalam konteks kesetaraan nilai kemanusiaan, satu pihak harus memimpin dan satu pihak menjadi yang dipimpin. Satu pihak yang menjadi pemimpin ini bernama suami, dan yang dipimpin bernama istri. Tidak peduli apakah suami lebih cakap atau lebih pandai atau lebih berpengalaman atau lebih mumpuni dalam memimpin ---atau tidak. Suami tetap harus memimpin keluarga.

Istri menjadi pihak yang dipimpin oleh suami, kendati ia lebih tinggi pendidikannya, lebih tinggi status sosialnya, lebih banyak kekayaannya, saat kuliah lebih tinggi IP-nya, lebih tinggi dan lebih banyak gelar kesarjanannya. Sebagai istri ia harus taat dalam kepemimpinan suami. Namun ketaatan yang dimaksud bukanlah ketaatan yang bodoh dan buta. Jika kepemimpinan suami dilandasi cinta, maka ketaatan istri juga dilandasi cinta.

Jenis” Ketaatan Istri

Pada kenyataannya pola hubungan dan corak komunikasi suami dan istri berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Oleh karena itu ketaatan dan kepatuhan istri kepada suami juga berbeda-beda, antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Sama-sama taat kepada suami, namun tidak sama sifat ketaatan mereka, tergantung pola interaksi dan komunikasi yang dikembangkan antara suami dengan istri selama ini.

Jika dilihat dari sifat ketaatan istri, mungkin bisa kita pilah secara sederhana sebagai berikut:

Pertama, Ketaatan Takut dan Terpaksa

Ada istri yang taat kepada suami, namun hal itu terjadi di bawah ancaman, tekanan, intimidasi, dan paksaan. Suami memimpin istri layaknya rejim diktator yang zalim dan sewenang-wenang. Memang istri taat dan patuh kepada suami, namun dilandasi ketakutan dan keterpaksaan. Istri merasa mendapatkan teror yang mengerikan dan membuatnya merasa takut dan tidak nyaman. Kalimat suami lebih banyak instruksi dan intimidasi, bahkan dengan ancaman ayat-ayat suci dan hadits-hadits Nabi Saw.

Istri diancam dengan neraka, ancaman laknat malaikat, laknat Allah, dan lain sebagainya, agar taat dan menurut kepada suami. Padahal jika kita perhatikan, Nabi Saw selalu memberikan contoh perilaku yang lembut dan santun kepada istri-istri beliau. Tidak ada contoh perilaku Nabi Saw yang semena-mena terhadap istri, justru beliau mencontohkan sikap yang memuliakan dan menghargai istri. Semua istri beliau merasa nyaman, tenteram dan bahagia di samping beliau. Bukan ketakutan, bukan suasana kepanikan.

Jika suami memosisikan diri sebagai atasan dan meletakkan istri sebagai bawahan, atau suami memosisikan diri sebagai juragan dan meletakkan istri sebagai jongos atau buruh, maka ketaatan yang muncul hanyalah semu. Bukan muncul dari hati, namun dari suasana ketakutan dan keterpaksaan. Ketaatan seperti ini bersifat menyakitkan hati.

Kedua, Ketaatan Sadar dan Sukarela

Istri taat kepada suami berlandaskan pengetahuan dan kesadaran, sehingga memunculkan sikap patuh yang sukarela. Suami mampu mengarahkan dan membimbing istri dengan landasan pengetahuan, bukan dengan paksaan dan ancaman. Suami menampilkan kepemimpinan yang egaliter, meletakkan istri secara sejajar dan terbiasa membuka ruang diskusi bersama istri. Sikap suami bukan menginstruksi apalagi mengintimidasi, namun memberi ruang diskusi.

Dengan cara keterbukaan dan kesejajaran seperti itu membuat mereka bisa berdialog secara leluasa, hingga memberikan ruang kepahaman bersama bagi suami dan istri. Ketaatan istri terjadi dengan cara dialogis, bukan perintah searah dari suami kepada istri. Bukan instruksi ala militer yang membuat anak buah tidak memiliki pilihan lain kecuali harus menyatakan “siap laksanakan” terhadap semua arahan. Bukankah Nabi Saw juga biasa meminta pendapat kepada istri beliau?

Ketaatan seperti ini bersifat melegakan. Istri merasa tenang dan tidak tertekan, karena suami mampu memberikan pengarahan yang dialogis.

Ketiga, Ketaatan Hormat dan Cinta

Istri memberikan ketaatan kepada suami disertai rasa hormat dan cinta yang tulus suci dari dasar hati. Tidak sekedar sadar dan sukarela, namun bahkan patuh dengan segenap kehadiran jiwa. Ketaatan seperti ini muncul dari sikap suami yang mampu menghormati dan membahagiakan istri. Pola kepemimpinan yang diterapkan didasarkan atas cinta dan kasih sayang, sehingga istri menurut dan patuh kepada suami tanpa perlu ada ancaman, paksaan, dan intimidasi sama sekali.

Suami dan istri yang sudah menemukan rumus kimia kesejiwaan, akan membuat hubungan di antara mereka benar-benar sebagai soulmate, belahan jiwa, atau garwo dalam bahasa Jawa (sigaraning nyowo). Memimpin itu tidak selalu harus dengan instruksi. Karena dengan kesejiwaan mereka, akan memberikan suasana yang sangat dekat, sangat intim, sangat romantis, sehingga akan sangat menenteramkan dan membahagiakan jiwa.

Ketaatan seperti ini bersifat membahagiakan. Istri merasa sangat bahagia bisa memberikan ketaatan dan pelayanan kepada suami. Istri merasa terhormat bisa patuh dan taat kepada suami tercinta.

Mungkin saja masih ada jenis-jenis ketaatan lainnya, namun cukuplah tiga jenis di atas menjadi pilihan bagi sikap pasangan suami-istri untuk mewujudkan kondisi terbaik bagi kehidupan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Tentu saja, jenis ketaatan yang semestinya diwujudkan adalah ketaatan hormat dan cinta, yang akan membahagiakan istri dan suami, memberdayakan potensi suami dan istri, juga memanusiawikan suami dan istri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun