Teknologi vs penipuan kartu kredit merupakan pertempuran yang tidak pernah berakhir, di mana taruhannya tinggi. Peretas menciptakan teknik baru yang lebih canggih untuk mendapatkan informasi kartu kredit secara ilegal dan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. Untuk menghindari kehilangan miliaran dollar, perusahaan kartu kredit dan eCommerce, bersama bank-bank, bertaruh pada solusi piranti lunak terbaik di kelasnya -- dengan big data yang disebut sebagai yang paling efektif.
Big Data sebagai Metode Potensial
Lebih baik mencegah penipuan daripada mencoba untuk melakukan pengobatan setelah hal itu terjadi. Sistem big data yang dipasangkan dengan machine learning dapat mengatasinya.
Seperti apa keseluruhan proses yang berjalan? Sistem analitik mengumpulkan informasi dari beberapa sumber -- perangkat konsumen, akun media sosial, percakapan call center, dan lainnya -- untuk mengumpulkan insight mendalam dan membuat profil pengguna. Profil akan mencakup pola perilaku tertentu, dan setiap penyimpangan dari perilaku khas pengguna merupakan alasan untuk waspada.
Berikut ini adalah skenario umum dari kegiatan biasa yang harusnya menimbulkan kecurigaan:
- Pemilik kartu kredit melakukan transaksi dari perangkat untuk pertama kali;
- Beberapa transaksi terjadi dari perangkat yang berbeda dalam satu hari;
- Dua transaksi dari kartu kredit yang sama terjadi di kota-kota berbeda dalam jangka waktu yang singkat;
- Jumlah pengeluaran biasa per bulan jauh terlewati;
- Pembelian dalam jumlah besar dilakukan tiba-tiba, dan lainnya;
Setelah skenario tersebut ditandai meragukan, penyedia kartu memberi tahu konsumen lewat panggilan telepon untuk memverifikasi transaksi.
Menurut salah satu lembaga riset di Amerika Serikat, banyak provider yang melangkah menuju sistem otomatisasi untuk notifikasi pengguna. Pengguna kartu mungkin akan menerima pesan teks yang bertanya mengenai apakah sebuah transaksi benar-benar dilakukan dengan merespon 'ya' atau 'tidak' dibandingkan menerima panggilan telepon.
Adanya Ruang untuk Peningkatan
Ada lebih banyak deteksi penipuan otomatis daripada yang terlihat. Dan keputusan untuk memblokir transaksi tertentu dapat menjadi pedang bermata dua.
Mari periksa rangkaian peristiwa ini. Pemilik kartu pergi ke luar negeri tanpa menginformasikan provider di lokasi selanjutnya. Dalam kasus ini, ada kemungkinan transaksi yang dilakukan akan diblokir. Meskipun demikian, jika diimplementasikan dengan benar, sistem analitik anda akan menganalisa data ponsel dan media sosial pengguna untuk mendeteksi lokasi persisnya serta mengurangi resiko pemalsuan.
Tetapi, perusahaan keuangan kemungkinan tetap menghadapi skenario-skenario yang lebih rumit. Bagaimana jika pemegang kartu mengubah perilaku belanja mereka karena alasan tertentu? Dalam hal ini, resiko provider salah menandai pembelian yang legal jauh lebih tinggi.