Mohon tunggu...
Syam ibnu Ram
Syam ibnu Ram Mohon Tunggu... Human Resources - ASN

Pegiat Keayahan (https://www.ayahkeren.com/search/label/Kolom%20Ayah?&max-results=6)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Ekstra Effort, Sterilisasi Ayam dan Serangan Botok Mercon

6 November 2019   09:00 Diperbarui: 6 November 2019   09:04 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Makan di mana kita ?" tanya saya. 

Tak menunggu lama Mas Eko menyebut botok mercon alias pepes petasan. Waouow apa itu botok mercon ?

Kalau botok teri atau mlanding (petai cina) saya sudah terbiasa makan, tapi ini botok mercon. Sebagai pendatang baru di Karanganyar tentu saja saya masih asing dengan mercon yang di bikin botok ini. Tapi Mas Eko berhasil meyakinkan kami bahwa kuliner yang satu ini benar-benar maknyus. Ah dari pada penasaran saya ngikut sajalah.

Setelah perjalanan sekitar setengah jam, sampailah kami di rumah makan yang dimaksud. Tiga piring nasi dan sepiring bungkusan daun pisang kukus terhidang di depan kami. Ooo ini yang namanya botok Mercon ? Dengan hati-hati (karena khawatir merconya meledak) saya buka bungkusan daun pisang itu.

Penampakan botok mercon (dok pribadi)
Penampakan botok mercon (dok pribadi)
"Hhmmm aromanya ... aroma cabe seribu persen," kata saya bergumam.

Begitu saya buka, muncullah penampakan sepotong daging patin berbalut cabe halus kemerahan terendam dalam kuah pedas. Hhmm ... semakin menambah gairah saya untuk segera menyantapnya.

Sejurus kemudian, nasi putih panas itu saya siram kuah botok plus cabe halusnya. Setelah saya aduk-aduk sebentar suapan sendok pertama menawarkan kelezatan yang benar-benar maknyus di lidah. Benar kata Mas Eko, Botok merconnya bener-bener maknyus.

Saya lanjut ke suapan ke dua. Rasa lezat itu masih sangat kuat memanjakan lidah, meski rasa pedasnya mulai terasa menyerang. Pada suapan ketiga serangan cabenya semakin nendang saja. Akhirnya pada suapan yang ke empat saya membutuhkan istirahat.

Ya saya butuh istirahat sejenak, karena serangan cabenya mulai mendaki puncak levelnya. Pedasnya membuat lidah ini tidak focus lagi pada cita rasanya, berdesis-desis menahan pedas yang kian menggigit. Rasa pedasnya benar-benar telah maksimal mendaki level tertingginya. Saking maksimalnya bahkan sepulang dari kantorpun perut ini masih terasa panas. Mercon cabenya meledak dan meski kelezatannya tetap lebih mendominasi cita-rasa.

Namun meski pedasnya menyiksa lidah, toh cabe memiliki takdir unik yaitu ngangenin. Bahkan racun kangennya bakal mengikat rasa ingin kembali bagi siapa saja saja yang pernah menyantapnya. Maka jangan heran meski hari ini dia menghajar lidah kami dengan level kepedasan yang maksimal, sepekan dua pekan ke depan dia akan menarik kami untuk menyantapnya lagi. Begitulah sifat racun cabe, dari sononya.

Dalam sisa perjalanan pulang selanjutnya, diam-diam saya semakin salut dengan Mas Eko ini. Beliau orangnya jeli dan di lapangan sangat menguasai medan. Jeli dalam mencari ekstra effort sekaligus saat di lapangan beliau menguasai medan kulinernya. Namun ada satu konsekwensi yang harus ditanggung jika menyertai beliau turun ke lapangan yaitu terkurasnya stamina. Karena beliau dikenal sebagai pekerja keras. Berangkat sepagi mungkin dan pulangnya sesore mungkin. Mantab Mas Eko !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun