Sisa-sisa capek akibat perjalanan semalam masih terasa. Pun rasa kantuk saya, sebagian masih menggelayut di mata. Rasa berat meninggalkan tempat tidur, masih menyelimuti badan.
Ku raih hangphone. Sebuah pesan terpampang di layarnya, Â dari Om Joko Sadono ketua KPCRI. Rupanya pesan ini sudah masuk sejak tadi malam, namun baru pagi ini baru sempat saya buka. Isinya mengabarkan tentang perkembangan terbaru mengenai rencana Kopdar KPCRI ke 6. Ini adalah perhelatan para anggota Komunitas Pencinta Cucak Rawa Indonesia (KPCRI) yang rencananya digelar di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah pada tanggal 25 Februari 2017 besok. Persis sepekan lagi.
Saya masih ber malas-malasan di salah satu penginapan di ITC Mangga Dua Jakarta Pusat. Rasa capek perjalanan dan kurangnya tidur semalam belum sepenuhnya hilang.
Besok pagi, hari Minggu tanggal 19 Februari saya akan menghadiri  wisuda putri kami di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tepatnya di Ciputat. Alhamdulillah anak tukang burung ini di wisuda menjadi dokter muda.
Menghadiri undangan wisuda di Ciputat kok nginepnya di Mana Dua, apa gak salah pak Syam ? Bukannya lebih dekat kalau mencari penginapan di daerah Kemang atau blok M, Pondok Indah, Mayestik, Cipulir, Cileduk, Cipondoh, Cibeunying, Cicaheum, Cihampelas, Cibaduyut . . . he he he . . . emangnya mau beli sepatu . . . ???
Nah keanehan itulah yang ingin saya ceritakan, yaitu kenapa saya bersama istri saya memilih menginap di dekat Stasiun Jakarta Kota ?Sengaja saya memilih untuk terlebih dahulu menceritakan kisah ini sebelum membahas tentang Kopdar ke 6 KPCRI. Hal ini semata-mata saya maksudkan  untuk memberikan motivasi kepada teman-teman penangkar burung. Dengan cerita ini sebenarnya saya hanya ingin mengatakan bahwa penangkaran burung memiliki prospek ekonomi yang cukup besar. Sektor penangkaran burung ini memiliki prospek ekonomi yang sama dan sejajar dengan sektor lainnya seperti industri, perdagangan, jasa, perkebunan, pertambangan dan lain-lain. Yang membedakan hanya skalanya saja; masuk kategori besar, menengah atau kecil. Adapun mengenai prospeknya; sama.
Baiklah saya mulai ceritanya ya. Awalnya kami menerima undangan wisuda dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pekan lalu. Saat itu kami menerima undangan untuk menghadiri wisuda sarjana Strata Satu dan Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang ke 103. Acaranya Hari Minggu tanggal 19 Februari 2017 bertempat di Ciputat.
Bagi kami, undangan wisuda sarjana ini menandai berakhirnya pergulatan putri kami dengan modul dan berbagai diktat di bangku kuliahnya selama sembilan semester. Alhamdulillah akhirnya dinyatakan lulus dari di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) jurusan Kedokteran Umum. Maka kami menyambut undangan itu dengan rasa syukur. Akhirnya anak tukang burung itu menjadi dokter muda.
Selama sepekan menanti hari wisuda putri kami, sebagai tukang burung saya asyik bergelut dengan tetek bengek perburungan. Seperti biasa saya menerima banyak telepon, Whats App, maupun SMS dari para kicau mania berbagai daerah. Beragam isi pembicaraan dengan mereka terlontar dalam percakapan akrab khas tukang burung. Ada kicau maniac yang menanyakan kenapa burung miliknya selalu pacok telur. Yang lain bertanya kenapa burungnya belum bertelur padahal sudah memasuki usia produktif. Ada yang bertanya apakah ada stok murai batu apa tidak, terus  berapa harga cucak rawa dan seabreg pertanyaan lainnya.
Menjelang siang ada telepon dari Pak Andi. Beliau memesan dua pasang dari penangkaran kami. Dan kabar baiknya alamat beliau ada di jalan Panjang Kelurahan Sukabumi Selatan Kebun Jeruk. SSSttt . . . jangan bilang-bilang beliau ini shohibnya Haji Lulung seteru Ahok. Jangan kenceng-kenceng, soalnya ane buta politik bang . . .
 Besoknya ada juga pak Mukhlis di Cilandak Jakarta Selatan. Beliau adalah santri kota alumni Pesantren Tebu Ireng Jombang . . . mantab dah. Beliau minta dibawakan sepasang. Alhamdulillah keduanya ada di Jakarta.