Mohon tunggu...
Akhmad Sugiyono
Akhmad Sugiyono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Manusia Biasa, bagian terkecil dari masyarakat Indonesia yang selalu menginginkan perubahan masyarakat hari ini menuju masyarakat madani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika “Marah” Menjadi Alternatif Kepemimpinan “Blusukan”

12 Mei 2014   19:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin 11 Mei 2014, menjadi hari yang sangat menghebohkan bagi warga Kota Surabaya. Di tengah – tengah pembagian Es Cream gratis dari perusahaan Walls yang di datang oleh ribuan penduduk kota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini datang dengan murkanya memarahi panitia penyelenggara acara bagi – bagi es cream gratis tersebut yang menyebabkan Taman kebangaan kota Surabaya, Taman Bungkul harus rusak parah. Bu Risma dengan gaya kepemimpinannya selama ini yang langsung terjun ke bawah dengan nada tinggi menyalahkan pihak penyelenggara atas rusaknya taman bungkul tersebut. bu risma akan mengancam secara hokum pihak perusahaan untuk mengganti rugi kerusakan yang terjadi.

Sikap spontan dan marah di lapangan yang ditunjukan oleh Bu risma tidak berlebihan, karena taman bungkul kebanggaan warga kota Surabaya tersebu dibangun selama bertahun – tahun dan telah mendapat beberapa penghargaan penghargaan sebagai taman terbaik. Selain itu taman tersebut dibangun dari hasil uang rakyat. Jadi wajar seorang pemimpin dengan begitu marahnya mengetahui taman yang dibangun dengan susah payah tersebut harus rusak gara – gara kegiatan yang tak berizin dan tanpa dengan koordinasi dengan pihak berwajib.

Peristiwa bu Risma dengan taman bungkulnya ini seakan mengingatkan kita dengan kejadian di Jawa Tengah beberapa minggu silam, dimana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan sikap yang sama “marah” kepada pegawai dinas perhubungan di Jembatan Timbang Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah yang melakukan pungutan liar (pungli) kepada pengendara angkutan berat. Di lokasi kejadian Ganjar Pranowo dengan mata telanjang melihat bagaimana seorang sopir dengan tanpa bersalahnya menitipkan sejumlah uang untuk dapat melewati jembatan timbang tersebut.

Bu Risma dan Ganjar Pranowo tidak sendirian. Di DKI Jakarta, wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab di sapa Ahok menjadikan gaya “marah” sebagai gaya memimpinnya dalam keseharian bertugas di DKI Jakarta. Baru – baru ini yang jadi “Korban” Ahok adalah dinas kebersihan. Kinerja yang tidak makismal dengan jumlah pegawai mencapai 8000-9000 pegawai membuat Ahok harus menggebrak meja lagi untuk menunjukan gaya “marah”mya di depan kepala dinas kebersihan DKI Jakarta.

Gaya kepemimpinan “Marah” yang diperlihatkan Bu Risma, Ganjar Pranowo dan Ahok ini bukannya menjadi nilai negatif di mata masyarakat. Tetapi gaya yang terbilang baru ini malah menarik simpati masyarakat. Gaya marah – marah yang dilakukan oleh mereka sebenarnya bukan yang pertama kali, tetapi kesekian kalinya. Seakan gaya “marah” para pemimpin ini menjadi alternatif dari gaya “blusukkannya” jokowi yang flamboyan. Kedepan mungkin trend gaya kepemimpinan “marah” akan menjadi nilai plus bagi seorang pemimpin ketika menghadapi anak buahnya yang di era ke-kini-an ini menjadi manusia “malas”.

Jember, 12 Mei 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun