Pencapaian Prabowo ketika menjabat Komandan Kopassus adalah ketika upaya penyelamatan dalam operasi pembebasan sandera Mapenduma sukses dilaksanakannya. Operasi ini menyelamatkan 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz ’95 yang disekap oleh Operasi Papua Merdeka (OPM).
Selain itu prestasi lain yang didapat Prabowo adalah ketika beliau memprakarsai pengibaran bendera merah putih di puncak Everest, Nepal pada 26 April 1997. Kopassus bersama Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini memulai ekspedisi Everst pada tanggal 12 Maret 1997 dan 14 hari kemudia bendera merah putih mampu erkibar di puncak tertinggi dunia.
Tahun 1998 yang juga merupakan tahun kelam bagi bangsa Indonesia, menjadikan Prabowo sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) TNI AD sekaligus kambing hitam dalam peristiwa pelanggaran HAM berat di tragedi kerusuhan Mei 1998. kebenaran yang belum terungkap sampai hari ini. Tetapi pasca puncak Presiden Soeharto lengser Prabowo menjadi korban dengan pemecatan beliau menjadi Pangkostrad. Di hari – hari berikutnya semua kesalahan kerusuhan Mei seakan ditimpakan kepada Prabowo pada saat itu.
Setelah karir militernya habis, dan jauh sebelumnya rumah tangganya dengan puteri Mantan Presiden Soeharto kandas. Prabowo mencoba bangkit dari keterpurukan. Lewat bisnislah Prabowo membangun nama baiknya kembali. Menjadi seorang pengusaha adalah pilihannya di luar karir militernya. Selain itu menjadi dan mengurusi organisasi – organisasi non pemerintah seperti HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) dan IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) menjadi kegiatan rutinitas di luar bisnisnya. Lewat jalur inilah yang akhirnya mengembalikan Prabowo ke jalur dunia politik lewat partai yang didirikannya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), hingga tahun 2009 Prabowo menjadi pasangan Megawati untuk menjadi Capres – Cawapres pada waktu itu. Meskipun akhirnya harus mengakui keunggulan dari SBY – Jusuf Kalla.
Mengenal lebih dekat sosok Jokowi dan Prabowo, tidak salah jika kita berpandangan positif kepada kedua sosok tersebut, meskipun terlihat naïf, tetapi mari kita coba keluar dari Mainstream hari ini, supaya kita tidak menjadi manusia bodoh yang terperdaya oleh gaya sesat pendukung fanatik. Kita punya kebebasan berpikir dan memilih dengan tidak terbelenggu denga doktrinasi sesat fanatisme tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H