Mohon tunggu...
Akhmad Sugiyono
Akhmad Sugiyono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Manusia Biasa, bagian terkecil dari masyarakat Indonesia yang selalu menginginkan perubahan masyarakat hari ini menuju masyarakat madani

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kembali Ke Realitas Dari Gempita Piala Dunia

15 Juli 2014   00:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:20 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="652" caption="Jerman, Juara Piala Dunia 2014 (sumber: http://img.fifa.com)"][/caption]

Dini hari tadi partai puncak Piala Dunia FIFA 2014 Brasil telah usai dengan pecahnya mitos tuah Amerika Selatan. Jerman yang merupakan satu-satunya tim dari daratan Eropa yang mampu menumbangkan dominasi Amerika Selatan jika Piala Dunia diselenggarakan di daratan Amerika Selatan. Argentina menjadi korban terakhir keganasan Panzer Eropa setelah tuan rumah Brasil harus bertekuk lutut 7-1 dan menjadi tragedi baru nan bersejarah bagi tuan rumah. Di partai final yang harus berlangsung selama 120 menit ini Jerman mampu unggul dengan satu-satunya gol Mario Goetze di 7 menit sebelum peluit panjang babak perpanjangan waktu di bunyikan. Gol ini sekaligus menahbiskan diri bagi Jerman untuk mengangkat Piala Dunia ke-20 dan gelar ke-4 bagi pasukan Der Panzer ini.

Setelah piala emas berbentuk bola bumi yang diangkat oleh dua sosok manusia tersebut resmi di tangan punggawa-punggawa Jerman dini hari tadi, resmi pula berhentinya detak jantung gempita bola di Brasil 2014 ini. Tinggal menunggu berdetaknya kembali gempita bola di Russia 2018 nanti. Dengan berhentinya gegap gempita Brasil 2014 ini yang berlangsung satu bulan lamanya, berhenti pula euforia masyarakat Indonesia yang selama satu bulan ini terjangkit demam bola. Atmosfer Brasil 2014 memang sampai di tanah air, atmosfer bola yang sempat mengalihkan sejenak konsentrasi masyarakat Indonesia akan proses demokrasi politik di dalam negeri yang kian memanas.

Euforia akan gempita Brasil 2014 segera dihentikan, karena detak jantungnya telah berhenti. Cukup penggemar Der Panzer Jerman yang tadi pagi boleh turut merayakan kemenangan, cukup penggemar tim Tango Argentina yang tadi pagi meratapi kekalahan. Dan cukup kemarin tim Oranje Belanda mendapat gelar penghibur peringkat ke-3 serta sudah cukup bagi selecao mania merutuki nasib tim Brasil berakhir tragis di rumah sendiri. Sekarang sudah saatnya kita semua kembali kepada kenyataan. Kembali kepada realitas hidup yang harus di jalani sebagaimana menstinya. Sembuh dari demam bola yang sering kali membuat kita lupa akan tanggung jawab kita, baik sebagai pejabat publik, pelayan publik, pelajar, dan tanggung jawab-tanggung jawab lainnya. Kita kembali lepas dari gegap gempita bola yang memang benar-benar membuai kita akan aksi-aksinya.

Hari ini kita kembali ke realitas dari gempita bola Brasil 2014, bahwa dinamika politik kita pasca 9 Juli 2014 kemarin memasuki babak yang memprihatinkan, babak dimana kedua pasangan capres-cawapres kita saling mengklaim kemenangan bagi dirinya masing-masing, tentu meresahkan bagi masyarakat kita yang kemarin terpolarisasi secara vulgar dalam kancah persaingannya. Kemenangan menjadi harga mati bagi pendukung tertentu dan kekalahan menjadi kemustahilan bagi mereka. Akan sulit menjadi Argentina bagi pendukung fanatik tertentu yang harus berbesar hati mengakui Jerman sebagai pemegang gelar Piala dunia, meskipun dengan kepala tertunduk dini hari tadi. Toh tetap Argentina memberika applaus kepada Jerman, begitupun sebaliknya Jerman memberikan apresiasi kepada Argentina atas perlawanannya, sebagai bukti penerimaan kenyataan yang harus terjadi. Begitupun nanti pasca tanggal 22 Juli 2014, siapapun pemenangnya, menerima hasil KPU dengan lapang dada merupakan kewajiban yang harus dimiliki masyarakat Indonesia

Pasca Piala Dunia, kita kembali menatap bahwa hari ini merupakan bulan Ramadhan bagi umat muslim yang di tiap malamnya kemarin, kerap kali kita lebih mengedepankan Bola daripada beribadah di bulan penuh rahmat dan ampunan ini. Untuk itu bagi umat muslim yang kemarin terjangkit demam bola, sudah saatnya kembali kita mengkafalkan tangan untuk bermunajat kepada sang pencipta di bulan Ramadahan ini. Bermunajat dengan memohon agar mereka yang menjadi korban kemanusiaan di Gaza mendapat tempat yang layak di sisi-Nya, bermunajat agar bangsa ini, bangsa Indonesia terhindar dari segala mara bahaya pasca pengumuman resmi siapa yang menjadi pemimpin resmi bangsa ini. Kembali ke realitas, dengan usaha dan doa untuk menjadi lebih baik lagi.

Jember, 14 Juli 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun