Mohon tunggu...
fungsiawan
fungsiawan Mohon Tunggu... Guru - Pajaksmart

DutaPajakAbal2 Pelatih Konsultan Pajak, Pertama dan Satu-satunya di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Wajib Pajak DIUSIR dari Kantor Pajak KPP Tamansari Tanpa Dasar Hukum Yang Jelas !!

13 Desember 2023   09:24 Diperbarui: 13 Desember 2023   09:59 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka bila tadi Bpk F yang ditargetkan, sekarang klien Bpk F lah yang menjadi sasaran. Beberapa waktu setelah peristiwa pengusiran di gerbang pagar KPP Tamansari, terbitlah Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) kepada klien Bpk F tsb, yang menurut Bpk F penerbitannya tidak dilakukan dengan prosedur yang benar.

Biasanya apabila ada seorang WP yang sudah terbukti peredaran brutonya melebihi 4,8 Miliar Rupiah dalam setahun, barulah DJP akan menerbitkan SPPKP tersebut. Akan tetapi dalam kasus ini, SPPKP diterbitkan sepihak tanpa mengikuti prosedur seharusnya,  tanpa adanya data yang diminta dari WP, bahkan tanpa pengujian apapun alias tanpa dasar apapun, secara tiba-tiba keluarlah surat SPPKP tsb yang diduga mungkin didasarkan ketidaksukaan belaka ataupun subjektifitas dari fiskus ataupun aksi balas dendam DJP yang menyeluruh mengepung Bpk F sekaligus.

Berikut adalah cuplikan SPPKP tsb:

SPPKP ini terdengarnya adalah sesuatu yang ringan ,yaitu hanya sepucuk surat biasa, namun kenyataannya SPPKP tersebut adalah surat yang memiliki konsekuensi hukum yang sangat berat. Dengan terbitnya SPPKP Jabatan tsb, Wajib Pajak dipaksa harus menjadi PKP (pengusaha kena pajak), dimana semua kegiatan penjualan WP tsb harus dipungut PPN sebesar 11 persen menurut aturan saat ini.

Misalkan WP tersebut menjual rumah pribadinya senilai 1Miliar, maka berpotensi WP tersebut wajib memungut PPN sebesar 110 juta Rupiah kepada pembelinya, hal ini tentunya membuat kesepakatan akan berpotensi gagal. Dimanakah akan ada konsumen yang bersedia membayar lebih 11persen (tahun 2024 akan menjadi 12 persen) dari kesepakatan yang terjadi. Maka dari itu ,biasanya ,seorang yang dipaksa menjadi PKP tersebut akan terpaksa membayarkan atau menanggung sendiri PPN nya tersebut, alias menjual 1miliar kena potong PPH 2,5persen lalu kena potong lagi PPN 11 persen sehingga uang yang diterimanya paling hanya berkisar 800juta an saja. Hal ini juga berlaku untuk semua penjualan apapun sampai menjual mobil, bahkan HP bekas sekalipun,dll .

Dan sekali SPPKP ini dikeluarkan,untuk mencabutnya lagi bukanlah suatu perkara yang mudah, melainkan memerlukan usaha yang besar, melalui pemeriksaan kembali,dan memakan waktu yang lama hingga beberapa bulan, sehingga SPPKP atau pemaksaan PKP ini menjadi momok yang sangat menakutkan bagi kebanyakan WP pada umumnya.

Sampai saat artikel ini ditulis, belum ada penyelesaian dari kedua belah pihak. Artikel ini ditulis berdasarkan pengamatan dari kanal "Pajak Smart", sedangkan informasi pembandingnya dari pihak DJP belum diketahui karena informasi dari pihak DJP seringkali tidak disiarkan bagi khalayak ramai pada umumnya.

Pada akhirnya, apakah Bpk F terbukti betul? Selama ini memang reputasi instistusi negara yang satu ini yakni DJP dirasakan kurang bagus bagi banyak pihak, karena seringnya media yang menceritakan bahwa demi memenuhi target pajak , DJP seringkali terkesan kejam dan tebang pilih hanya ke kelompok tertentu sehingga tidaklah asing di telinga kita terdengar istilah "Berburu di kebun binatang" atau "Memancing di Aquarium", dimana hanya WP taat lah yang dikejar pajaknya, sedangkan yang belum pernah bayar dan tidak ada datanya kurang dikejar, apalagi konon bila memiliki "backing".

Apakah nantinya DJP terbukti  sewenang-wenang sampai melanggar aturan yang ada karena kekuasaannya yang terlalu besar, atau malah sebaliknya, biarlah nanti waktu yang menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun