Pajak Pertambahan Nilai adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan oleh pemerintah pada setiap barang atau jasa kena pajak yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN memiliki mekanisme pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran dalam penghitungannya. Pajak masukan adalah pajak yang dibayarkan atas barang/jasa yang dibeli dan pajak keluaran adalah pajak yang dipungut atas penjualan barang/jasa yang dijual. Penjual akan menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pungut yang nantinya akan diberikan kepada pembeli yang akan diklaim pembeli sebagai kredit pajak untuk menghitung besaran PPN terutangnya. Sederhananya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) menghitung PPN dengan cara:
PPN = PK - PM
Di Indonesia, praktik pemalsuan faktur pajak dan penerbitan faktur pajak fiktif masih menjadi masalah serius dalam bidang perpajakan. Baik oleh perseorangan maupun perusahaan, ada kecenderungan untuk memanfaatkan faktur pajak sebagai cara untuk mengurangi beban pajak atau bahkan mencari restitusi PPN yang tidak seharusnya menjadi miliknya. Fenomena ini menimbulkan kerugian besar bagi negara karena berdampak pada pendapatan pajak yang seharusnya masuk ke kas negara.
Faktur pajak merupakan dokumen yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai bukti pemungutan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak. Faktur pajak menjadi komponen sangat penting dalam pelaksanaan kewajiban PPN. Hal ini karena selain menjadi bukti pemungutan, faktur pajak juga menjadi syarat mutlak dalam mekanisme pengkreditan pajak masukan dan keluaran.Â
Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan faktur pajak yakni terpenuhinya syarat formil dan material secara menyeluruh. Jika salah satu saja tidak terpenuhi maka faktur pajak tersebut dianggap cacat atau fiktif. Â Faktur pajak fiktif menurut Surat Edaran DJP No. SE-132/PJ/2010 adalah Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan transaksi penyerahan BKP/JKP dan/atau penyerahan BKP/JKP dilakukan pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga dapat dilihat bahwa faktur pajak fiktif merupakan salah satu isu bidang perpajakan yang serius terhadap penerimaan negara.
Ancaman Faktur Pajak Fiktif
Adanya faktur pajak fiktif jelas menimbulkan ancaman baik bagi negara maupun bagi PKP. Bagi negara, faktur pajak fiktif ini menyebabkan PPN yang dipungut PKP penjual atau telah dibayar oleh PKP pembeli tidak disetorkan ke kas negara. Akibatnya akan ada penerimaan negara yang berkurang. Selain itu faktur pajak ini menimbulkan celah bagi PKP untuk melakukan restitusi pajak yang akan mengurangi penerimaan negara pula.Â
Kurangnya penerimaan pajak negara akibat faktur pajak fiktif ini juga memberi efek domino terutama pada pembangunan nasional yang menghambat pembangunan pemerintah seperti pembangunan infrastruktur dan layanan sosial. Sedangkan bagi PKP pembeli yang telah dipungut PPN dari faktur pajak fiktif tidak akan dapat digunakan menjadi kredit pajak PPN. Sehingga cost membesar dan mengurangi laba yang diterima.
Kriteria dan Cara Membedakan Faktur Pajak Fiktif
Faktur Pajak yang sah harus memenuhi persyaratan formal dan material secara bersama-sama. Persyaratan formal meliputi:
- Identitas PKP Penjual: nama, alamat, NPWP
- Identitas Pembeli, meliputi:
- Nama, alamat, dan NPWP/NIK/Nomor Paspor bagi SPLN OP; atau
- Nama dan alamat, dalam hal pembelian adalah SPLN Badan atau bukan subjek pajak.
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan harga
- PPN yang dipungut
- PPnBM yang dipungut
- Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak
Sedangkan persyaratan material yakni berisikan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP, ekspor BKP/JKP, impor BKP, atau pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP.
Jika salah satu dari persyaratan formal maupun material diatas tidak terpenuhi maka dikatakan faktur pajak tersebut fiktif. Pada praktiknya faktur pajak fiktif sering ditemukan dengan kriteria berikut:
- Faktur pajak dibuat oleh WP yang tidak terdaftar sebagai PKP.
- Pembuat faktur pajak merupakan WP Non Efektif yang tiba-tiba aktif dan memiliki penyerahan BKP/JKP jumlah besar.
- WP yang pengurus dan komisarisnya sama.
- Faktur pajak fiktif berasal dari WP yang sering pindah alamat kedudukan perpindahan lokasi terdaftar.
- Faktur pajak fiktif dapat diketahui dari kondisi WP yang  berdomisili dan peredaran usaha tidak sesuai.
- Indikasi faktur pajak fiktif juga dapat dilihat dari jumlah penyerahan BKP/JKP yang beragam sehingga sulit diketahui usaha utamanya.
- Indikasi faktur pajak fiktif lainnya terlihat dari WP yang usahanya baru berdiri namun memiliki jumlah penyerahan besar dan PPN kurang bayar kecil.
- PPN Kurang Bayar Tidak Sesuai.
- Saat Pembetulan SPT masa PPN yang menyebabkan jumlah pajak keluaran jadi lebih besar.
Antisipasi Faktur Pajak Fiktif dengan E-Faktur dan E-Nofa
Elektronik Nomor Faktur (E-Nofa) merupakan sistem atau aplikasi baru dalam penomoran faktur pajak, dan juga merupakan salah satu bentuk modernisasi yang tengah digencarkan Direktorat Jendral Pajak dan mempermudah dalam pengawasan penomoran faktur pajak. Sebelum dikeluarkannya aplikasi E-Nofa oleh DJP, WP secara langsung menomori faktur pajak secara manual, yaitu dengan mengisi sendiri nomor faktur pajaknya. Sistem ini membuat banyak terjadi kecurangan yang dilakukan wajib pajak dikarenakan ada beberapa faktur pajak yang tidak sah, faktur pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak dan ada beberapa nomor faktur pajak yang ganda atau sama dengan wajib pajak yang lain. E-Nofa memberikan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang disediakan langsung oleh DJP yang diajukan oleh PKP. E-Nofa dapat mendeteksi penomoran Faktur Pajak yang tidak bertanggung jawab, dan penomoran faktur WP dapat dilihat secara berurutan.Â
Selain E-Nofa juga terdapat E-Faktur yang merupakan bentuk modernisasi DJP dalam mencetak bukti pungutan pajak secara online. Aplikasi E-Nofa serta E-Faktur ini diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan bagi PKP dalam menjalankan segala kewajiban perpajakannya khususnya pembayaran PPN. Selain itu DJP juga mendapatkan kemudahan dalam pengawasan terhadap WP serta proses pemeriksaan yang lebih cepat. Sistem modernisasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan penerimaan pajak.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H