Dengan tubuh menggigil kuhantam tembok di ruangan 2 x 3 berulangkali. Sakit, teramat sakit, darah mengucur dari luka kering yang kemarin. Jemari dan keningku penuh luka, lebam dan bengkak, tapi memang itu yang bisa membuatku bertahan. Hanya rasa sakit itu yang bisa mengalihkan hasrat setan dalam tubuhku.
'Lebih kuat lagi, sakitmu belum terasa apa-apa, teruskan!' kata-kata malaikat mungil terngiang menyemangati.
Sampai tengah malam, sampai aku tak sadarkan diri. Ruangan kuno yang sudah tak dihuni, dalam rumah yang agak jauh dari pemukiman. Setiap hari luka bertambah, rasa sakit adalah obat terampuh bagiku.
'Sabarlah, kuatkan lagi tekat, sesaat lagi penderitaanmu pasti berganti kebahagiaan,' selalu kata-kata itu berputar di kepala, sungguh, itu sangat membantuku.
Ketika setan dalam tubuhku bangkit, tenggorakan seakan terbakar, sesak dalam dada, rasa yang entah, mengajak jiwaku mengembara, karena itu sulit sekali menahan diri, hanya penyesalan yang selalu saja memutar slide pada saat kebringasan menguasaiku.
Waktu itu hidupku hancur, ekonomi sulit, hingga belahan jiwa pergi entah ke mana. Jiwaku terguncang, putus asa, serasa tak ingin lagi hidup. Hari-hari menjadi kelam, tak menerima kenyataan, aku menyalahkan Tuhan.
Ketika jiwaku rapuh, tak peduli lagi akan kehidupan, tak pedulikan diri akan seperti apa, malam menjadi siang, melupakan kenyataan adalah tawaran yang sangat menggiurkan. Setan datang menawarkan solusi itu, awalnya diberi cuma-cuma hingga akhirnya masuk dan menguasai diriku.
Entahlah, ketika sudah bangkit, apa pun aku lakukan asal setan dalam tubuhku senang, meski harus mencuri, merampok atau apa pun itu yang penting terpenuhi hasrat dalam tubuhku.
Bertahun-tahun seperti itu, jiwaku tak merasa tentram, hanya sesaat saja ketika jiwaku melayang-layang, setelah itu kenyataan kembali lagi. Aku semakin menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada diriku.
Sampai suatu ketika, tanpa sengaja mengenalmu, perempuan imut yang selalu berjilbab. Entah kenapa kau peduli pada kehidupanku, selalu hadir dan membesarkan hatiku dengan penuh kasih-sayang. Kesabaranmu menumbuhkan perasaan yang sudah lama kupendam, perasaan yang sulit aku ceritakan.
Ketika dalam keadaan sadar, kau mengajariku untuk berserah dan sealu berdoa padaNya. Ayat-ayat suci tak henti kau lantunkan ketika setan dalam tubuhku berontak, kau tak takut ketika kebringasan menguasaiku, seolah kau yakin aku tak menyerangmu. Entahlah, memang itu yang terjadi.
Sampai akhirnya aku bertekat mengusir setan dalam tubuhku. Kamu, ya, kamu, malaikat mungil yang mengantarkan aku masuk dalam neraka 2 x 3 meter. Sejak awal, kau menanamkan keyakinan untuk menajalani kenyataan hidup dan memberiku harapan.
Bergitulah, awalnya sangat menyiksa, bahkan sempat terlintas dalam pikiranku untuk menyerah. Hari demi hari kulalui sendirian dalam penderitaan yang teramat sangat, hanya saja senyum kasih dan kesabaranmu memupus pikiran untuk menyerah.Â
Lantunan ayat-ayat Alquranmu dari sebalah ruangan sangat syahdu dan membangkitkan lagi tekat yang akan memudar. Sepanjang pagi hingga sore kau melakukan itu setiap hari.
Semakin waktu berlalu, gejolak setan dalam diriku semakin menurun intensitasnya. Sampai hari ini, tiga bulan berlalu, semakin jarang berontak, mungkin sudah keluar dari tubuhku, hanya sesekali suaranya berbisik, tapi tak begitu kuat mengoyahkan jiwaku lagi.
"Kamu berhasil, tak sia-sia perjuanganku, ah, semoga kita bisa melalui hari-hari selanjutnya bersama-sama."
"Insyaallah, Ros, berkat kamu kehidupanku telah kembali."
Meski sudah bergunung-gunung dosa menumpuk, berkat dirimu, aku bisa kembali dan setan itu telah sirna dalam nerakanya. Ya, setan yang menguasai diriku selama ini, setan berbentuk serbuk krital, setan dunia itu telah pergi. Terimakasih ... kini hanya luka-luka ini yang harus kusembuhkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI