Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bulan Kemerdekaan dan Si Ijo Sang Penjajah

21 Agustus 2018   07:04 Diperbarui: 21 Agustus 2018   07:45 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti tahun-tahun yang lalu, tahun ini pun di Kelurahan Tunjung Sekar memperingati hari kemerdekaan dengan sangat meriah. Bermacam-macam lomba digelar antar RW. Yang paling akhir dan paling bergengsi adalah lomba panjat pinang. Kebetulan tahun ini hari kemerdekaan berbarengan denga hari raya qurban, makah hadiah yang disediakan berupa kambing di tiap tiang pinang.

Semangat yang luar biasa, tak terpungkiri bila semua orang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Demikian juga dengan Tarjo dan Udin, mereka sangat antusias menyambut hari kemerdekaan tahun ini, terutama lomba-lomba yang diadakan.

Begitu serunya mengikuti lomba, Tarjo dan Udin sampai lupa makan. Tapi tak membuat mereka kecewa karena mereka mendapat peringkat pertama dan berhak atas dua ekor kambing. Sore hari mereka pulang dengan dada terbusung. Lusa mereka akan mewakili kelurahan di lomba tingkat kecamatan.

Setelah sampai rumah, Tarjo baru merasa perutnya keroncongan. Buru-buru ia ke dapur, maksud hati hendak makan, tapi, ketika membuka tudung saji hanya ada nasi.

"Dek, mana lauknya nih, aag lapar sekali ini!" Seru Tarjo dengan sedikit kecewa.

Mendengar seruan suaminya, Surti langsung menghampiri ke belakang.

"Aag nanya lauk buat makan?"

"Ya iyalah, masak mau makan nasi doang."

"Tadi pagi Aag adek suruh beli elpiji kan?"

"Iya, tapi ngak ada, Dek, semua toko kehabisan stok."

Kebetulan elpiji 3 kg tiba-tiba langka, bahkan nyaris tidak ada. Entah kenapa bisa sampai terjadi hal seperti itu. 73 tahun merdeka, elpiji masih sulit didapat.

"Kalo ngak ada elpiji mau masak pakek apa, Aag?"

"Trus, tadi adek makan ama apa?"

"Belum makan, nungguin Aag pulang dan beli elpiji."

"Mau beli di mana, dek, aag sudah kelilingi toko satu keluarahan tidak ada."

"Ya makan ama krupuk aja, Ag."

Muka Tarjo muram seketika, berbalik 180 persen ketika datang membawa sebuah kemenangan tadi. Perutnya terus berbunyi, teriakan-teriakan demo cacing dalam perutnya tak bisa berhenti sebelum tuntutannya dipenuhi.

Di saat galau, Tarjo teringat Udin, pasalnya tadi pagi Udin juga gagal mendapatkan elpiji. Buru-buru ia keluar. Ternyata benar, Udin juga bernasib sama dengannya. Ia muram di teras rumah.

"Kamu lapar, Din?"

"Iya, Jo, bini gue kagak masak, kagak ada elpiji."

"Ke warung Mak Pat aja, yuk," ajak Tarjo. Sedikit ragu juga, warungnya jualan apa tidak.

"Paling juga tutup, Jo, masak pakek apa kalo kagak ada elpiji."

"Kita liat aja, Din, kalo kagak jualan, kita muter-muter cari warung yang bukak."

Tanpa buang waktu lagi, mereka pun meluncur ke Warung, tapi, seperti yang mereka kwatirkan, warungnya tutup.

"Gimana, Jo?"

"Terus aja cari yang bukak."

Mereka pun keliling mencari warung yang berjualan. Setelah satu jam, mereka baru menemukannya. Karena sudah sangat lapar, mereka makan dengan lahap tanpa bicara.

"Lusa team kita akan berlomba, loe jangan lupa, Jo," ujar Udin sambil menyulut sebatang rokok setelah selesai makan.

"Sepertinya kita belum benar-benar merdeka, Din, lantas kita merayakan kemerdekaannya siapa?"

"Loe, kok bilang gitu?"

"Coba kamu pikir, kita ini masih dijajah Si Ijo."

"Si Ijo?" Udin semakin bingung arah pembicaraan Tarjo.

"Iya, coba pikir, katanya sudah 73 tahun merdeka, tapi elpiji saja bisa langka, kita jadi kagak bisa masak. Kalau di pedesaan, masih bisa pakek kayu bakar, kalau di kota seperti kita yang rumahnya berhimpitan, mana mungkin bisa? Dulu minyak tanah dihapus subsidinya, kompensasinya kita diberi kompor dan tabung gas yang katanya lebih murah dan stok yang berlimpah, tapi nyatanya sering langka seperti ini," raut muka Tarjo terlihat sedih.

"Iya juga, Jo, tapi kita bisa apa?"

"Orang terjajah bisa apa, Din, cuman bisa dongkol."

"Trus, hubungannya dengan lomba lusa apa?"

"Hubungannya, aku kagak ikut lomba lagi, aku merasa belum merdeka, kalau kamu sudah merasa merdeka, ya, silahkan."

Udin semakin bingung, kalau kurang satu orang tidak mungkin bisa lomba. Kalau diganti, kekompakan akan goyah.

"Kalau loe kagak ikut, gue juga kagak, Jo," akhirnya Udin mengikuti Tarjo mutung karena masih merasa dijajah Si Ijo.

Malang, 21 Agustus 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun