Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[ROSE RTC] Roman Sundel Bolong

15 September 2016   18:50 Diperbarui: 16 September 2016   02:18 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empat puluh hari berlalu sejak tragedi meninggalnya Surti, rumah Pak Lurah itu dibiarkan kosong. Tak ada yang berani menempati rumah tersebut, karena sering muncul sosok gaib yang menyerupai Surti.

Tarjo, Sang Pengawal, masih belum percaya atas kematian majikannya yang tiba-tiba itu. Ia yakin, kematian majikannya ada yang merekayasa. Ia menaruh hati pada majikannya yang cantik itu.

Ia berusaha mencari tahu penyebab kematiannya. Apa lagi kematiannya dihubungkan dengan munculnya hantu sundel bolong di desanya.

Sukamto, keamanan desa yang tidak takut hantu, sekarang tak bernyali bila malam melewati rumah tersebut. Banyak yang melihat sosok wanita berpakaian putih menjuntai dan rambutnya panjang terurai menanti sesuatu di depan pagar rumah itu.

"Kang Sukamto percaya dengan gosip itu?" tanya Tarjo saat sedang menunggu Pak Lurah di kantor desa.

"Aku pernah melihatnya sendiri kok."

"Katanya nggak takut hantu?"

"Ini beda, hantunya anak Pak Lurah sendiri, gimana tidak takut?"

"Payah kau kang, kalau keamanannya takut, gimana penduduknya?"

Karena penasaran, Tarjo ingin membuktikannya sendiri. Ia orang paling dekat dengan Surti, karena sebagai tukang kipas dan kepercayaannya, maka setiap hari selalu berada di samping Surti. Ia tiap malam melewati rumah tersebut, tapi tak pernah menjumpai apa yang ditakutkan para penduduk.

"Hari ini, tanggal 15 September, pas malam jum'at, nanti malam akan kutunggui rumah lama Pak Lurah," batin Tarjo yang ingin sekali melihat hantu tersebut.

Sebelum itu, Tarjo berusaha mencari penyebab kematian majikannya. Ia mendatangi orang yang terakhir bersama majikannya sebelum meninggal.

Tok tok tok

"Silahkan masuk, pintu ngak dikunci!"

"Permisi Nyai Sekar Mayang, saya mau bicara sebentar, boleh?" tanya Tarjo sambil masuk rumah dukun beranak tersebut.

"Silahkan duduk, Nak Tarjo. Apa yang ingin kamu ketahui dari orang tua yang renta ini?"

"Busyet ...! Masih kinyis-kinyis bilangnya sudah renta. Hemmmm aku juga masih mau kawin sama kamu," batin Tarjo sambil melihat tingkah dukun beranak yang suka petakilan itu.

"Saya hanya ingin tahu kejadian yang telah merengut nyawa majikan saya, Nyai. karena hanya Nyai yang terakhir bersamanya."

"He he he ...."

Suaranya nyebelin banget, ketawa tidak, ketiwi juga tidak. Mengengeh mungkin tepatnya.

"Ngak ada yang aneh, saya hanya diminta memijat tubuhnya yang kurang enak badan saja."

"Apa tidak ada keluhan atau sakit yang berat, Nyai?"

"Saat saya memijat, tidak ada kelainan pada diri Neng Surti, Nak."

"Terimakasih keterangannya, Nyai. Kalau begitu saya permisi dulu," jawab Tarjo sekaligus pamit pulang.

Tarjo curiga, karena tingkah Nyai Sekar Mayang tadi aneh. Seperti ada yang disembunyikan. Mungkin juga ia naksir Tarjo atau malah sebaliknya.

Jam sembilan malam Tarjo berangkat. Keadaan desa sangat sepi. Baru setengah perjalanan, ia mendengar orang minta tolong.

"Tolooong ...! Toloooong ...!"

Tarjo mempercepat langkahnya menuju suara itu. Kebetulan datangnya dari arah yang hendak ia tuju. Pikirannya mulai mengarah pada hantu tersebut. Dari kejauhan tampak Adi, penjual sate keliling sedang lari menuju arahnya.

"Ada apa, Kang?"

"Tolong, ada sundel bolong!"

"Di mana, Kang?"

"Di rumah Pak Lurah yang sekarang kosong."

"Gerobaknya Akang tinggal di sana?"

"Iya, Kang, saya takut!"

"Ayo kita ke sana, Kita ambil gerobak Akang."

"Saya tidak berani!" seru Adi langsung lari lagi.

Tarjo jadi sedikit gentar setelah mendengar cerita Adi. Rasa takut mulai merasuki pikirannya. Tapi rasa penasarannya lebih kuat. Ia melanjutkan langkahnya walau tak semantap awal tadi.

Penduduk tidak ada yang berani keluar rumah. Sangat sunyi seakan kampung mati. Sinar lampu dari gerobak satenya Adi masih menyala. Dari kejauhan, tak ada yang mencurigakan.

"Ah, bulu kudukku tiba-tiba merinding. Ada apa ini?" batin Tarjo saat semakin dekat dengan rumah itu.

Karena sedikit takut, membuat langkahnya terhenti. Ia amati dari kejauhan rumah tersebut.

Tiba-tiba sosok itu muncul dari sisi gelap rumah itu. Persis seperti yang diceritakan penduduk, ia memakai rok panjang warna putih sampai menyentuh tanah dan rambutnya panjang terurai. Wajahnya tertutup rambut yang sedikit awut-awutan. Sosok itu menghampiri rombong sate Adi.

"Masak hantu doyan makan sate? Apa benar cerita orang-orang kalo sundel bolong doyan sate?" batin Tarjo sambil mengawasi dari kejauhan.

Tak lama kemudian, sosok itu kembali menghilang di mana ia tadi muncul.

Walaupun takut, Tarjo mendekati rumah itu. Dari dekat, sosok itu ternyata masih ada, berdiri di sisi yang gelap. Tarjo ragu untuk mendekatinya.

"Tolong saya, Kang!"

Suara itu datangnya dari hantu tersebut. Suaranya bikin bulu kuduknya Tarjo semakin berdiri.

"Siapa itu?!"

"Tolong saya, Kang!"

Tarjo ragu, ingin mendekati, tapi hatinya melarang.

"Tolong, Kang..., hi..., hi, hi...."

Semaking merinding bulu roma Tarjo. Tapi ia masih belum percaya, perlahan didekati, ia nekat, sambil mulutnya komat-kamit membaca doa.

Sementara sosok itu makin keras haha-hihi-nya. Tapi ia tak bergerak sama sekali.

Semakin dekat semakin jelas, tapi wajahnya masih tertutup rambutnya yang terurai. Setelah dekat sekali, tiba-tiba sosok itu mendekapnya.

Terkejut, Tarjo tak sempat menghindar. Badanya terasa kaku tak bisa digerakan. Ia hanya bisa pasrah apa yang akan dilakukan sosok itu.

"Ternyata hanya Kang Tarjo yang tidak takut dengan penampilanku. Akang yang menjadi pemenangnya," ujar sosok hantu itu yang masih memeluk Tarjo.

Tapi tarjo masih tetap diam tak bergerak.

"Kang..., kok diam saja?" tanya sosok itu sambil melepaskan pelukkannya.

Begitu terlepas, tubuh Tarjo jatuh. Rupanya ia pingsan dalam dekapan tadi. Sosok itu kini panik.

"Kaaang..., kamu kenapa? Kaaang!" serunya sambil menguncang-guncang tubuh Tarjo, "kok basah celananya? Bau pesing..., sialan..., Kang Tarjo ngompol!"

Tak berapa lama, Tarjo tersadar. Begitu melihat sosok itu, ia hanya melongo, tidak bergerak sedikitpun.

"Akang sudah sadar? Ini aku, Kang, Surti!"

"Ka... kamu Surti? Bu... bu... bukankah Surti sudah meninggal?" Tarjo tergagap, tapi ia masih belum bisa bergerak.

"Aku bekum meninggal, Kang. Itu hanya sandiwara. Pegang tanganku nih, kalo hantu, pasti nggak bisa dipegang," kata Surti sambil mengulurkan tangan.

Setelah Tarjo mulai bisa mengendalaikan rasa takutnya, ia memegang tangan Surti. Disingkap rambut yang menutupi wajah majikannya.

"Tolong jelaskan semua ini, Nona?"

"Aku dan bapak mencari laki-laki yang pemberani dan bertanggung jawab, Kang. Dengan cara ini, biar mendapat suami yang tepat."

"Jadi...?"

"Iya, Akang yang terpilih, a... aku juga suka sama Akang."

Mendengar itu, Tarjo berdiri dan langsung memeluk Surti.

"Aku juga sudah lama mencintai Nona, tapi takut mau mengungkapkannya."

"Ih..., gaunku basah, Kang," ujar Surti sambil mendorong tubuh Tarjo.

"Eh..., maaf, Nona."

"Jangan panggil Nona lagi dong, Kang."

"I... ya, Nona, eh, Surti."

"Penjelasannya nanti saja di rumah Bapak, Kang. Ayuk, antar saya pulang," ujar Surti sambil menyeret tangan Tarjo yang masih kebingungan.

"Tunggu dulu Sur, kita habisin satenya Kang Adi, mumpung orangnya nggak ada."

"Akang lapar ya? Sini aku bakarin semuanya," jawab Surti manja.

Mereka pun membakar sate bersama. Berbunga hati Tarjo, ternyata, cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Mereka menghabiskan semua satenya, untung tidak sekalian rombongnya yang dihabiskan.

Selesai

 

[caption caption="Foto rumpies"]

[/caption]

 

Artikel ini sedang diikutkan dalam rangka event RTC

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun