Mohon tunggu...
Humaniora

Kemajuan Makassar pada Abad ke-17

28 Mei 2016   13:40 Diperbarui: 28 Mei 2016   14:08 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelum masuk pada inti pembahasan disini saya akan membahas terlebihi dahulu tentang Makassar yang saya ketahui dari berbagai sumber. Makassar atau Ujung Pandang sering juga disebut sebagai kota Daeng atau Kota Anging Mamiri. Kata “Daeng” sendiri merupakan gelar tingkat masyarakat di Makassar yang diartikan sebagai “Kakak”. Sedangkan “Anging Mamiri” diartikan sebagai “Angin bertiup” yang merupakan salah satu lagu daerah Makassar. Makassar juga merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang berada di urutan kedua. Perkembangan Makassar sebagai bandar niaga tidak dapat dipisahkan dari bandar-bandar lain khususnya di Nusantara.

Perdagangan tidak terlepas dari interaksi para pelakunya, perorangan maupun antarkelompok. Kota Makassar adalah kota pelabuhan dan perdagangan, karena letaknya yang strategis, menjadikan Makassar ramai dikunjungi nelayan dan pedagang yang mengikuti pelayaran lokal ataupun yang ingin menuju ke kawasan Asia Pasifik dan Eropa. Karena mempunyai letak yang strategis juga Makassar menjadi sesuatu yang dipertikaikan untuk kepentingan bangsa-bangsa yang ingin menguasai perdagangan.

Dunia mengenal Sulawesi Selatan atas keberhasilannya yang gemilangdalam menghadapi tantangan kapitalisme dan imperalisme di masa silam. Selama setengah abad sebelum tahun 1660, Makassar dengan gagah berani mempertahankan prinsip kebebasan di laut melawan rencana monopoli Maskapai Dagang Hindia Belanda ( VOC ). Satu masa perubahan besar – besaran di Sulawesi Selatan tumbuhnya kota dan kerajaan Makassar sebelum 1660 memberi cahaya terang tentang sifat – sifat pertumbuhan tradisi budaya ini, yang memungkinkan orang – orang Makassar menanggapi secara positif akan tuntutan perubahan. Di sini, akan diuraikan beberapa watak orang Makassar dan kondisi sosio-kultural yang mendorong Makassar tumbuh menjadi sebauh kekuatan besar pada abad 17.

  • Keterbukaan

Sejak awal abad ke-17, makassar menjadi titik komersial, sebagai basis bagi semua pihak yang sedang mencari jalan untuk menghindari usaha VOC memonopoli perdagangan rempah dimaluku. Bangsa Portugis mulai sering mengunjungi kota ini sejak dekade awal abad ke-17. Bangsa Inggris mendirikan sebuah kantor dagang pada tahun 1613, dan membangun hubungan khusus pada tahun 1630-an sebagai penyuplai senjata dan amunisi, serta kain india. Kemudian Bangsa Denmark mengikuti jejak mereka pada tahun 1618, pedagang Perancis dari St. Malo tiba pada tahun 1622, pedagang China mulai kerap menyambangi kota ini pada tahun 1619, bahkan pada tahun 1650-an ada sebuah perwakilan tetap kerajaan Golconda dari India Selatan.

Selain perdagangan utama menyediakan rempah kepada pembeli dari Eropa, India, dan China, Makassar menjadi salah satu pintu masuk Asia Tenggara dimana barang-barang China dan perak meksiko bisa dipertukarkan satu sama lain dan dengan kain India.

Awalnya Makassar membuka diri dan memberlakukan semua pedagang asing dengan sama. Namun, pertengkaran antara Portugis, Belanda, dan Inggris membuat kebijakan terbuka ini sulit dipertahankan. Ketika VOC membuka kantor dagang (loji) di Makassar (1607-1615), berbagai tuntutan untuk memutuskan hubungan dagang dengan Portugis terus muncul. Untuk menjawab tuntutan-tuntutan semacam ini, Sultan Alaudin mengelurkan pernyataan terkenalnya “Tuhan menciptakan darat dan laut, daratan dibagikannya di antara manusia dan laut diberikan-Nya kepada semua orang. Belum pernah saya mendengar seseorang harus dilarang melayari lautan.” (Stapel 1922: 44)

Tahun 1672, pimpinan Maskapai Dagang Inggris menuntut agar diambil tindakan yang lebih keras terhadap orang Portugis. Namun, kuasa dagang Inggris setempat memaparkan:

“Sang Raja menghendaki agar keduanya [Inggris dan Portugis] sama-sama bebas di pelabuhan Makassar, namun karena segan mengusik salah satu di antara keduanya, dan kebaikannya terhadap Inggris tak pernah luntur, seakan tidak ada lagi pemimpin politik Eropa yang dapat melebihinya. Akan tetapi negerinya pun sangat memerlukan pasokan barang dari orang-orang Portugis, sehingga hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah berdiri di tengah-tengah dan tidak akan saling mengganggu di pelabuhan sang raja, namun begitu, meninggalkan pantai Sulawesi kita akan berjuang mati-matian melawan mereka.” (Hawley 1627, dalam Sainsbury 1884: 368).

Kebijakan pintu terbuka ini bisa dipandang tak lebih dari sekedar sikap pragmatis tehadap kebutuhan perdagangan Makassar. Namun, kebijakan ini disertai dengan kesediaan yang unik untuk mengadopsi ide-ide segar yang dianggap bermanfaat. Makassar beralih dari satu keberhasilan ke keberhasilan lain, tidak hanya dalam soal penaklukan tetapi juga dalam inovasi teknik dan intelektual.

Ciri paling mengesankan dari kebangkitan makassar abad ke-17 adalah: penerjemah kedalam bahasa Makassar teknik-teknik pembuatan senjata, dan hal-hal yang terkait dari bahasa spanyol portugis, turki dan melayu. Makassar , seperti Malaka, Johor, Patani, dan berbagai pintu masuk Asia Tenggara lainnya pada zaman itu, memiliki sedikit produk sendiri untuk menarik pedagang.

Kata pluralisme terdiri dari dua kata yaitu “plural” yang berarti “beragam” sedangkan kata “isme” yang berarti “paham”yang berarti beragam pemahaman. Pluralisme merupakansebuah interaksi beberapa kelompok – kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun