Mohon tunggu...
Tanjung Painan
Tanjung Painan Mohon Tunggu... -

"Kita telah melihat terbitnya Sang Matahari (Kelahiran). Sekarang kita sedang menghabiskan energi Sang Mentari (Pelapukan). Sang Mentari akan segera terbenam (Kematian). Aku pun akan segera menghadapi terbenamnya Sang Matahari. Sebelum itu terjadi, aku ingin membangun Pagoda didalam hatiku"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Membuat Bahan Bakar Hidrogen dari Air

24 Juni 2015   08:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:22 2413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gas Hidrogen (H2), telah lama digembar-gemborkan sebagai bahan bakar alternatif yang bebas emisi dan bebas polusi, serta merupakan salah satu solusi atas semakin menipisnya ketersediaan bahan baku fosil di dalam bumi. Reaksi pembakaran hidrogen dengan oksigen, diyakini hanya akan menghasilkan produk air (H2O) dan energi saja, yang aman bagi lingkungan, berbeda dengan bahan bakar fosil (hidrokarbon) yang hasil pembakarannya dengan oksigen akan menghasilkan gas-gas berbahaya yang dapat menyebabkan polusi, pemanasan global, dan dapat meracuni sistem pernafasan makhluk hidup, seperti gas karbondioksida (CO2) dan gas karbonmonoksida (CO).

Sampai saat ini, sebagian besar gas hidrogen (~95% produksi) dihasilkan dari bahan baku fosil (gas alam), menggunakan metode steam reforming. Proses steam reforming ini memanfaatkan steam (uap air) dalam temperatur tinggi (700 – 1100 ⁰C) yang direaksikan dengan gas alam, dalam hal ini adalah gas metana, di dalam suatu alat yang bernama reformer, dimana di dalamnya terdapat butiran-butiran katalis dari bahan logam nikel (katalis adalah elemen non-reaktif/tidak dapat bereaksi yang dapat mempercepat jalannya suatu reaksi kimia). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CH4 + H2O ⇌ CO + 3 H2. Dimana, metode ini tetap menggunakan bahan baku fosil, yang merupakan bahan baku non-renewable dan dapat menyebabkan polusi, serta pemanasan global.

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai penelitian terbaru mengenai cara untuk memproduksi gas hidrogen dengan menggunakan larutan elektrolit air (water splitter), yaitu dengan memanfaatkan proses elektrolisis air dengan menggunakan katalis tunggal yang lebih hemat dan efisien. Proses elektrolisis air konvensional biasanya menggunakan dua jenis katalis yang ditanamkan di dalam dua elektroda (positif dan negatif) dan dimasukkan ke dalam larutan elektrolit air, kemudian dialirkan listrik bertegangan rendah ke kedua elektroda-nya, sehingga terjadi reaksi katalisis, yang menyebabkan terpisahnya molekul air di dalam elektrolit air, menjadi gelembung hidrogen (H2) dan gelembung oksigen (O2) yang akan bergerak menuju masing-masing elektroda-nya (anoda dan katoda). Dua jenis katalis yang digunakan pada elektrolisis air konvensional ini biasanya adalah platinum dan iridium, yang cukup langka dan mahal harganya.

Namun baru-baru ini, para peneliti dari Stanford University yang dipimpin oleh Haotian Wang, telah mengembangkan water splitter yang lebih murah dan efisien, yaitu dengan hanya menggunakan satu katalis saja di dalam elektroda piranti elektrolisis-nya. Alih-alih elektrolisis air konvensional yang menggunakan dua jenis katalis untuk dua elektroda yang berbeda, percobaan ini hanya menggunakan satu jenis katalis untuk kedua elektroda-nya, dan katalis yang digunakan adalah terbuat dari oksida besi-nikel (nickel-iron oxide), yang lebih murah dan lebih mudah diperoleh.

Keunggulan dari water splitter dengan satu jenis katalis ini, menurut Haotian Wang, selain lebih murah dan mudah diperoleh, adalah pertama proses elektrolisis air pada penelitian ini berlangsung lebih dari seminggu dalam menghasilkan gas hidrogen dengan pasokan listrik yang stabil dan relatif rendah, yaitu 1,5 volt. Hal ini berbeda dengan elektrolisis konvensional, yang menggunakan dua jenis katalis, yaitu membutuhkan pasokan listrik sebesar 1,56 volt pada awalnya dan setiap 30 jam penggunaan, tegangan listrik harus ditingkatkan sebesar 40% dari tegangan awal, agar proses elektrolisis bisa terus berlanjut.

Keunggulan kedua adalah, proses elektrolisis air dari penelitian ini menggunakan satu jenis katalis yang sama untuk masing-masing elektroda, sehingga dapat menggunakan larutan elektrolit yang sama dengan pH yang sama pula, sehingga tidak dibutuhkan sekat-sekat antara larutan elektrolitnya. Sedangkan untuk elektrolisis air konvensional, katalis untuk reaksi oksigen dan katalis untuk reaksi hidrogen di setiap elektroda, masing-masing membutuhkan tambahan larutan elektrolit yang berbeda pH-nya (satu asam dan satu basa) untuk menjaganya agar tetap aktif dan stabil, sehingga dibutuhkan sekat-sekat antara larutan elektrolitnya.

Penelitian ini masih terus dikembangkan untuk skala yang lebih besar, mengingat dalam percobaan ini masih dilakukan dalam skala laboratorium. Namun menurut penulis, telah ada kemajuan dalam penemuan katalis yang dapat digunakan untuk kedua reaksi (oksigen dan hidrogen), yaitu oksida logam besi-nikel.

 

Semoga bermanfaat,

 

Salam,

 

TP

 

Referensi :

  1. Haotian Wang, Hyun-Wook Lee, Yong Deng, Zhiyi Lu, Po-Chun Hsu, Yayuan Liu, Dingchang Lin, Yi Cui. Bifunctional non-noble metal oxide nanoparticle electrocatalysts through lithium-induced conversion for overall water splitting. Nature Communications, 2015; 6: 7261 DOI: 10.1038/ncomms8261

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun