Kompasianer, Emosi diliputi duka mendalam melihat tragedi yang mengenaskan.Â
Emosi yang tak mengenal moral. Ketakutan yang melupakan kemanusiaan.
Lari terbirit-birit, entah siapa yang aku tendang, entah siapa yang aku injak. Tujuan hanya satu selamat.
Banyaknya korban dari peristiwa Kanjuruhan, apakah menjadi pertanda hilangnya rasa kemanusiaan. Aku tak tahu siapa yang salah, dan aku gak mau menyalahkan siapa yang salah. Bagiku, aku tidak mau ini terjadi lagi.Â
"Menuntut Ilmu itu wajib dari lahir sampai mati"
Merujuk pada hadits di atas, maka pendidikan moral tidak sebatas di dunia sekolah saja. Pentingnya pemahaman kemanusiaan yang sejalan dengan Pancasila harus terus dipupuk, dimana pun dan kapanpun. Tak pandang muda ataupun tua.
Tak terbatas pada pemahaman, Pancasila pun harus dibumikan, dengan menjadikannya pedoman dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bagaimana pemuda bisa membumikan Pancasila?
Kita tarik garis ke bawah, Negara-Provinsi-Kabupaten-Kecamatan-Kelurahan-RW-RT-Keluarga. Sehingga keluarga menjadi miniatur sebuah negara.
Membumikan Pancasila harus dimulai dari keluarga, karena lingkungan keluarga inilah yang nantinya akan membentuk kepribadian seseorang.
Kaum muda umumnya kaum pelajar, sekolah menjadi rumah keduanya. Bagaimana dengan sekolah, tentunya living value mengalir dalam masyarakat sekolah karena Pelajar Pancasila menjadi tujuan Pendidikan Nasional.
Apakah rumah dan sekolah saja cukup untuk mewujudkan Pelajar Pancasila?. Tentu tidak.
Menurut Prof. Zakiah Daradzat, harus ada 3 instrumen dalam mendidik karakter Pelajar Pancasila yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam masyarakat, yang selama ini ada jam belajar masyarakat, mungkin perlu dikuatkan lagi.Â
Semoga dengan penerapan 3 instrumen ini, tragedi yang mengenaskan tidak terulang lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H