Memang salah dari awal, aku mengaku berusia 18 tahun padahal sebetulnya masih kurang dua bulan. Nanggung, pikirku. Jika saat itu aku mengaku masih 17 tahun, aku tidak akan lolos ke tahap training. Dan aku tak akan pernah tahu alasannya.
Hari-hari selanjutnya aku menimbang-nimbang, sembari menunggu usiaku genap 18 tahun, menimbang antara kuliah atau kerja. Karena untuk kuliah pun sebetulnya aku sudah diberi beasiswa, hanya masih ada beberapa hal yang mesti dibayar secara mandiri. Di sisi lain, keadaan ekonomi keluarga kurang meyakinkan untuk melanjutkan studi itu. Aku ingin setidaknya dengan bekerja dapat meringankan beban ekonomi itu. Meski tidak seberapa.
Beberapa teman, saudara, dan tetangga memberikan masukan agar aku tetap konsisten melanjutkan studi. Insya Allah ada rejekinya, kata mereka. Orang tuaku membebaskan aku memilih. Toh aku yang menjalani, susah atau senang nanti ditanggung sendiri juga, kata mereka.
Akhirnya, setelah memantapkan hati, aku memilih meninggalkan kesempatanku bekerja di OPPO. Harap-harap di kemudian hari aku mendapat nasib yang lebih baik.
Setelah itu, aku mengabari pihak perusahaan atas keputusanku ini. Juga mengabari seluruh teman seperjuangan selama masa training.
Meski terkesan sia-sia, aku tak menganggapnya demikian. Aku sangat bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan, ilmu, pengalaman, dan relasi yang terjalin selama masa training. Semua yang kukorbankan baik tenaga, pikiran, uang, dan waktu tak pernah aku sesali. Itu sangat bermanfaat bagiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H