Eksistensi dugong di beberapa wilayah Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan akibat aktivitas manusia (antropogenik) dan juga aktivitas alam seperti badai, walaupun memang fenomena tersebut jarang terjadi di Indonesia. Aktivitas antropogenik meliputi perburuan liar untuk dimanfaatkan daging dan lemaknya karena disinyalir memiliki rasa yang lezat seperti daging sapi dan sangat baik bagi kesehatan, mengingat dugong tergolong hewan herbivora.
 Akibat banyaknya fenomena tersebutlah, dugong memiliki status "Vulnerable to extinction" atau "rentan punah" menurut IUCN dan dilindungi oleh Undang-Undang No.7 Tahun 1999 tentang Konservasi Flora dan Fauna. Beberapa strategi yang diterapkan dalam konservasi dugong ialah meningkatan perlindungan dugong baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi laut, meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan kapasitas daerah dalam penegakan hokum, melakukan penelitian, survei dan pemantauan populasi dugong, serta mengembangkan jejaring kerja (networking) di kalangan praktisi konservasi umum dan peneliti.Â
 Ditulis oleh: Muhamad Reza Pahlevi
 Referensi:
Nontji, Anugerah. 2015. Dugong Bukan Putri Duyung. 138 hlm.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H