"Abah memilihkan nama Sukun untukmu agar tidak hanya kamu yang mendapatkan ketentraman, namun juga kamu bisa menularkan ketentraman itu kepada sekitar," terang Abah dengan intonasi yang santai namun jelas.
"Kamu harus belajar dari sukun yang memberikan keindahan, dengan semua potensi yang kamu aktualkan. Baik itu gerakmu, ucapmu bahkan diammu." Abah berhenti sejenak sambil menatap sekeliling pekarangan rumah. Dedaunan manggut-manggut ikut menyetujui ucapan Abah. Jangkrik pun tidak kalah takdzim mendengarkan pelajaran berharga dari Abah. Bahkan Tonggeret yang biasanya saling bersiulan di waktu senja, kala itu mereka memberikan kesempatan alam sekitar untuk mengambil hikmah dari Abah. Sukun? apalagi. Ia tidak ada keberanian untuk sedikitpun menyela. "Gerak, ucap dan diammu harus bermuara pada Sin-Kaf-Nun. Semuanya harus melahirkan ketentraman." Pungkas Abah. Tegas.
"Tapi Bah, masyarakat di Indonesia sekarang sudah terbagi dua. Dan masing-masing merasa benar dan yang lain salah. Padahal argumentasinya lemah yang berpatokan pada hoax-hoax." Sukun memuntahkan unek-uneknya yang sejak dari awal ia tahan di tenggorokan.
"Apa masalahnya?"
"Mereka ada yang mengadu domba, Bah," jawab Sukun. Nampak keraguan tergurat di wajahnya.
"Kamu tahu atau dugaan kamu saja?" Tanya Abah.
"Di lapangan, orang saling hujat, orang saling caci. Orang saling klaim benar dan sesat. Orang saling klaim saya pancasila kamu tidak, tali persaudran putus. Seolah tali agama tidak lagi kuat. Tali kebangsaan ikut lapuk. Tali kemanusiaan juga terbakar. Saling menghewankan satu sama lain." Sukun tidak menjawab pertanyaan Abah. Namun kalimat yang panjang itu memberikan jawab tersirat bahwa dirinya tidak tahu pasti tentang tuduhan adu domba tersebut.
"Itu karena kita selalu menganggap yang baik itu hanya dommah, fathah dan kasroh." Jawab Abah tidak jelas. Abah menyebut tiga harokat dalam bahasa Arab.
"Maksud Abah?" Sukun tidak mengerti perumpamaan yang disampaikan Abah.
"Orang mengira kebenaran itu adalah ditentukan dengan kuantitas, maka mereka saling berlomba untuk mempengaruhi yang lain agar menjadi kumpulannya. Itulah sifat dommah; berkumpul. Orang menganggap setiap keterbukaan adalah baik, bahkan maunya debat terbuka yang disaksikan oleh banyak pasang mata. Saling bantah di media sosial menjadi keharusan. Seperti halnya fathah yang punya arti keterbukaan. Bahkan kalau perlu bisa mengalahkan dan menghancurkan lawannya. Yang penting mengancurkan. Sebagaimana kasroh adalah pecah. Hancur." Abah sering memberikan jeda dalam pembicaraanya. Seperti jeda kali ini. Tampaknya jeda yang dilakukannya merupakan kesengajaan. Jedanya merupakan metode yang sudah matang dari seorang pembicara ulung untuk sebuah tujuan komunikasi.
"Harokat itu ada 4. Satu lagi Sukun. Keempatnya saling melengkapi. Kita harus memanfaatkan keempat harokat itu sesuai fungsinya." Lagi-lagi Abah mengambil jeda, memberi kesempatan alam untuk mencerna setiap kata yang keluar dari lisannya. Sukun diam sambil keningnya mengerut. Sepertinya dia berusaha mengatur frekuensi pikirnya agar sama dengan Abah.