Mohon tunggu...
Ahmad FadhliDzilikrom
Ahmad FadhliDzilikrom Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya mahasiswa aktif semester 5 di UIN Malang, saya sayang senang di bidang desain terutama di UI/UX desainer.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Transformasi Digital: Tantangan dan Peluang Industri Jasa Keuangan

5 September 2024   00:34 Diperbarui: 5 September 2024   00:41 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi transformasi digital di era sekarang (Sumber : Freepik.com)

Transformasi Digital: Tantangan dan Peluang bagi Industri Jasa Keuangan

Dalam era ekonomi digital yang berkembang pesat, organisasi pra-digital di industri jasa keuangan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keberlanjutan dan relevansi bisnis mereka. Studi kasus yang dilakukan oleh Chanias, Myers, dan Hess (2019) dalam artikel yang dipublikasikan di Journal of Strategic Information Systems memberikan wawasan yang berharga mengenai bagaimana organisasi-organisasi ini merumuskan dan mengimplementasikan strategi transformasi digital (DTS). Artikel ini menyoroti pentingnya DTS sebagai respons terhadap ancaman eksistensial yang dihadapi oleh organisasi pra-digital, terutama dalam konteks di mana teknologi digital semakin mendominasi berbagai aspek operasi bisnis.

Sebagai contoh, hasil survei dari SAP pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 84% dari perusahaan global menganggap transformasi digital sebagai kunci kelangsungan hidup dalam lima tahun ke depan, namun hanya 3% yang telah menyelesaikan upaya transformasi secara organisasi. Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya bagi organisasi pra-digital untuk tidak hanya mengadopsi teknologi digital tetapi juga merumuskan strategi yang komprehensif dan iteratif untuk mengintegrasikan teknologi ini ke dalam model bisnis mereka.

Penelitian ini berfokus pada proses dinamis di balik perumusan dan implementasi DTS, yang melibatkan iterasi antara pembelajaran dan penerapan. Hal ini mencerminkan bahwa strategi transformasi digital bukanlah sebuah rencana yang disusun sekali jadi, melainkan proses yang terus berkembang tanpa akhir yang pasti. 

Dengan demikian, artikel ini memberikan panduan penting bagi organisasi pra-digital dalam mengembangkan DTS yang efektif dan adaptif, yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan bisnis yang disebabkan oleh teknologi digital.

***

Dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi transformasi digital (DTS), organisasi pra-digital di industri jasa keuangan menghadapi berbagai tantangan dan dinamika yang unik. Studi oleh Chanias, Myers, dan Hess (2019) menunjukkan bahwa salah satu tantangan utama adalah perlunya perubahan fundamental dalam struktur organisasi dan model bisnis yang selama ini terbukti sukses di era pra-digital. 

Artikel ini menggambarkan bagaimana organisasi keuangan Eropa yang menjadi subjek studi, meskipun tidak berada di bawah tekanan eksternal untuk bertransformasi, tetap memilih untuk menjadi pelopor dalam transformasi digital guna mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Proses perumusan DTS di organisasi ini dimulai dengan pembentukan Unit Transformasi Digital (DTU) dan penunjukan seorang Kepala Transformasi Digital (HDT) yang melapor langsung kepada CEO. Langkah ini menunjukkan pentingnya kepemimpinan yang kuat dan visi yang jelas dalam memandu transformasi digital. Selama periode penelitian yang berlangsung sekitar 12 bulan, organisasi ini melalui berbagai fase, mulai dari pengakuan kebutuhan transformasi digital pada pertengahan 2015 hingga penguatan strategi transformasi pada tahun 2017.

Namun, salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa strategi transformasi digital tidak dapat sepenuhnya direncanakan atau dipaksakan dari atas. Meskipun kepemimpinan dari atas sangat penting, artikel ini menekankan pentingnya strategi yang muncul secara organik dari bawah, melalui inisiatif karyawan dan kolaborasi lintas fungsi. Ini terlihat dari hasil proses inovasi digital yang diinisiasi oleh DTU, di mana sekitar 150 ide diajukan oleh karyawan dalam beberapa bulan pertama peluncuran proses tersebut, dengan enam proposal dipresentasikan di depan panel penilaian pada tahap awal, dan empat di antaranya disetujui untuk pengembangan lebih lanjut.

Selain itu, artikel ini juga menunjukkan bahwa transformasi digital membutuhkan perubahan budaya organisasi. Meskipun awalnya ada resistensi dari beberapa bagian organisasi, terutama dari departemen TI dan SDM, akhirnya muncul kesadaran bahwa keberhasilan transformasi digital bergantung pada keterlibatan seluruh organisasi, bukan hanya kepemimpinan puncak. Sebagai contoh, Kepala SDM yang baru ditunjuk pada tahun 2017 menyadari pentingnya pendekatan yang lebih inklusif dan fleksibel dalam mendukung proses transformasi.

Dalam hal ini, transformasi digital bukan hanya tentang adopsi teknologi baru, tetapi juga tentang bagaimana organisasi mengintegrasikan teknologi tersebut ke dalam setiap aspek operasional mereka, termasuk model bisnis, proses kerja, dan budaya organisasi. Artikel ini menggarisbawahi bahwa transformasi digital adalah sebuah maraton, bukan sprint, dan organisasi harus siap untuk beradaptasi secara terus-menerus seiring perkembangan teknologi dan perubahan lingkungan bisnis.

***

Kesimpulan dari studi oleh Chanias, Myers, dan Hess (2019) menegaskan bahwa strategi transformasi digital (DTS) di organisasi pra-digital, khususnya di industri jasa keuangan, adalah proses yang kompleks dan berkelanjutan. Keberhasilan DTS tidak hanya ditentukan oleh perencanaan strategis dari pimpinan puncak tetapi juga oleh keterlibatan seluruh lapisan organisasi dalam proses transformasi. Artikel ini menyoroti pentingnya kombinasi antara pendekatan top-down dan bottom-up, di mana inovasi dapat muncul dari mana saja dalam organisasi dan didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner.

Implikasi praktis dari penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi pra-digital harus mengadopsi pendekatan yang fleksibel dan adaptif dalam merumuskan dan mengimplementasikan DTS. Mereka harus siap untuk terus belajar dan menyesuaikan strategi mereka seiring dengan perkembangan teknologi dan dinamika pasar. Dengan demikian, transformasi digital menjadi proses yang terus berkembang dan tidak pernah selesai, menuntut organisasi untuk tetap waspada dan responsif terhadap perubahan.

Sebagai kesimpulan, artikel ini memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana organisasi pra-digital dapat menghadapi tantangan transformasi digital. Studi ini menekankan bahwa DTS adalah tentang perjalanan yang panjang dan berkelanjutan, di mana organisasi harus terus berinovasi dan beradaptasi untuk tetap relevan dan kompetitif di era digital yang terus berubah.

Referensi

Chanias, S., Myers, M. D., & Hess, T. (2019). Digital transformation strategy making in pre-digital organizations: The case of a financial services provider. Journal of Strategic Information Systems, 28(1), 17-33. https://doi.org/10.1016/j.jsis.2018.11.003

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun