[caption id="" align="aligncenter" width="430" caption="Beras organik berkualitas pilihan Ibu bijak dan keluarga sehat."][/caption]
Siapa yang tak tertarik dengan tampilan beras berwarna putih? Apalagi jika harganya murah. Tetapi tunggu dulu Anda mesti lebih berhati-hati, karena beras cantik ini belum tentu sehat, bisa jadi beras seperti itu sudah dicampur bahan pemutih berbahaya. Lantas bagaimana membedakannya?
Saat ini banyak sekali makanan dan minuman yang terkandung bahan berbahaya di dalamnya, apalagi jika anda sering menyaksikan acara realita di salah satu televisi swasta tanah air. Meski sudah dilarang keras dan bahaya yang ditimbulkan pun telah diketahui secara luas, namun penggunaan zat-zat berbahaya tetap dilakukan oleh produsen makanan, seperti tahu dan mie formalin, boraks pada baso, serta zat pewarna tekstil atau kertas pada minuman dan krupuk. Alasan penggunaan zat berbahaya ke dalam makanan atau minuman ini terutama adalah untuk mendapatkan tekstur, bentuk, atau warna yang lebih baik.
Yang lebih mengkhawatirkan, kini bahan berbahaya tersebut sudah mulai meracuni makanan pokok penduduk Indonesia, yaitu beras. Sekarang ini cukup banyak beras yang beredar di pasar adalah beras yang mengandung bahan kimia berbahaya. Tujuannya tak lain adalah untuk memperindah tampilan fisik beras, seperti pemutih, pewangi, pelicin dan penghilang kutu.
Tuai Banyak Penyakit
Ahli pangan dari Departemen Ilmu dan Teknologi pangan Prof. Tien R Muchtadi, dari Fakultas Teknologi Pertanian IPB mengatakan, “Beras yang ada kandungan bahan berbahaya sangat berbahaya bagi tubuh manusia karena bisa mendatangkan banyak penyakit,” katanya.
Anda jangan langsung tergiur jika berhadapan dengan beras yang warnanya putih sekali,” terang Prof Tien. Menurutnya, bisa saja, beras yang putih itu didapatkan dari proses pencampuran bahan kimia klorin. Padahal, klorin digunakan pada pemutih pakaian, deterjen maupun penjernih air yang apabila dikonsumsi secara terus menerus bisa mengancam nyawa.
Klorin biasa digunakan untuk membunuh kuman di kolam renang, air minum, dan pembuangan air rumah tangga. Klorin juga digunakan untuk pemuiih pakaian. Menurut Prof. Tien, klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan iritasi kulit, gangguan pernapasan, dan selaput lendir. Dalam konsentrasi tinggi, klorin dapat menyebabkan kematian. Pemakaian klorin dalam jangka panjang jelas beresiko menimbulkan kanker. Dalam jangka 20 tahun, klorin dapat menimbulkan kerusakan pada usus. Usus akan tergerus dan sering menimbulkan penyakit gangguan pada lambung (Maag).
Menurut beberapa penelitian, mengkonsumsi klorin yang terakumulasi dapat menyebabkan kanker kandung kemih, atau terjadi peningkatan prevalensi asma pada anak-anak. Bahaya klorin jika masuk kedalam tubuh yang melebihi ambang batas kewajaran dapat menyebabkan kerusakan vitamin B, C dan E dalam tubuh. Apabila bereaksi dengan asam dari tumbuhan yang membusuk akan terbentuk trihalomethans (THMs) yang bersifat karsinogen atau zat yang berpotensi menyebabkan kanker.
Bahaya klorin memang tidak serta merta dirasa konsumen. Namun yang jelas, beras yang mengandung bahan berbahaya akan terasa dalam jangka waktu lama, jelas Prof. Tien. “Kerugian yang paling nyata membeli beras campuran ini rasanya kurang enak setelah dimasak, warna tidak seputih seperti semula. Walaupun harganya relatif lebih murah, tetapi resiko bahaya terhadap kesehatan harus ditanggung konsumen,” katanya.
Tanda Beras Berbahaya
Sampai saat ini, masih berkembang persepsi keliru di masyarakat bahwa beras itu harus pulen dan putih. Selain itu, ada persepsi lain yang keliru mengenai beras di masyarakat umum. Beras bagus kerap disamakan dengan wangi. Padahal, untuk urusan wangi, konsumen juga harus selektif. Karena wangi bisa saja merupakan wangi abal-abal alias wangi semprotan.
BERAS ORGANIK SEHAT PADIMAS ORGANIC
BERAS BERBAHAYA
Beras organik sehat justru tidak terlalu putih seperti ketan putih.
Berasnya berwarna sangat putih, berbeda dengan warna putih alami yang nampak dari beras seperti biasanya.
Beras alami biasanya akan meninggalkan serbuk kasar jika digenggam.
Jika diraba, beras ini terasa sangat licin seperti minyak. Beras berpemutih tidak meninggalkan serbuk apapun. Walaupun licin, bulir beras akan menempel di telapak tangan jika dilepaskan dari genggaman.
Secara alami menghasilkan bau harum. Contohnya beras Pandan Wangi.
Beras berpemutih berbau berbeda dari beras pada umumnya, seperti bau bahan-bahan kimia atau parfum yang agak menyengat.
Tidak Berbau Tengik.
Setelah disimpan beberapa hari, beras menggunakan klorin akan mengeluarkan bau tengik dan terasa sedikit asam. Bila mengalami hal seperti ini, cepat buang beras itu dan jangan sampai dimakan.
Beras organic alami saat dicuci akan berwarna keruh seperti air sabun.
Saat dicuci, beras yang mengandung pemutih tidak berwarna keruh.
Beras organik rasa sangat enak, tampilan beras aga kusam namun setelah dimasak warna menjadi putih
Beras yang mengandung bahan klorin setelah dimasak rasanya menjadi kurang enak dan warnanya menjadi tidak seputih seperti semula.
Beras organic jika direndam selama 3 hari tetap menunjukan keaslianya agak kusam dan berbau khas beras organik
Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau.
Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam tidak menimbulkan bau atau basi, namun nasi menjadi kering
Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam nasi sudah menimbulkan bau tidak sedap.
Menurut Prof. Tien, ada beberapa cara mengenali beras yang berbahaya. Berikut di antaranya:
- Tampilan fisik beras sangat prima.
- Beras yang tidak mirip pandan wangi secara fisik, namun mengeluarkan aroma layaknya beras pandan wangi, maka beras tersebut dipastikan mengandung zat pewangi. Beras pandan wangi memiliki struktur fisik bulat dan tidak lonjong, jadi jika beras tersebut lonjong dan wangi maka sudah pasti itu adalah beras IR 64 dengan tambahan zat pewangi.
- Beras dengan kandungan zat pelicin biasanya akan licin ketika diremas, namun pada tangan akan banyak sekali beras yang menempel.
- Jika putihnya terlalu putih dan tidak ada warna alami beras sama sekali (bening kekuningan), maka beras tersebut diduga mengandung zat pemutih, jika diraba, beras ini terasa sangat licin di telapak tangan.
- Beras yang mengandung pemutih akan mengeluarkan bau yang tidak lazim seperti bau bahan kimia atau parfum, dan setelah disimpan selama beberapa hari, beras justru akan mengeluarkan bau yang kurang sedap dan saat dikonsumsi akan berasa sedikit asam. Pada saat dicuci pun, airnya tidak akan mengeluarkan warna keruh.
- Butiran beras yang mengandung klorin berwarna pekat dan tidak terlihat bening.
- Setelah dimasak, beras yang mengandung klorin tidak akan seputih semula dan ketika dikonsumsi rasanya kurang enak.
Jadi Konsumen Cerdas
Aksi pedagang beras yang curang akhir-akhir ini memang mulai meresahkan. Sebab itu, Prof. Tien menghimbau pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap peredaran dan perdagangan beras di pasaran. Pemerintah juga perlu melakukan penelitian dan standarisasi beras yang baik untuk dikonsumsi masyarakat. “Dibutuhkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai media secara lebih luas sehingga masyarakat mengetahui dan mengenal dan dapat membedakan mana beras yang baik ataupun yang berbahaya serta mengetahui bahayanya bagi kesehatan,” sarannya.
Masyarakat sebagai konsumen juga tak boleh berpangku tangan. Menjadi konsumen cerdas merupakan salah satu cara untuk mencegah dan menghentikan berlangsungnya praktek curang ini. “Jangan mudah tergiur oleh penampilan fisik dan harga murah karena bisa saja mengandung bahan berbahaya. Membeli beras harus teliti agar tak jadi korban beras campuran.” imbuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H