Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 8: Pondok Putri Harum Hutan

12 Februari 2011   20:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:39 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

SUARA roda kereta dan derap kaki kuda membelah malam. Kiran duduk di pojok kereta kuda yang ditumpanginya. Kereta mereka adalah salah satu dari beberapa buah kereta kuda yang beriringan berjalan dari Bukit Sangian menuju Trowulan. Kereta- kereta itu memuat berbagai hasil bumi. Pemiliknya, Pendekar Padi Emas, adalah seorang saudagar yang setiap pekan menjual hasil bumi ke Trowulan. Jalan yang ditempuh naik turun. Membuat kereta kuda yang mereka tumpangi berkali- kali terguncang. Kiran menghapus matanya yang basah. Dia sangat kesal sehingga tak dapat menahan air matanya. Mengapa aku membiarkan itu terjadi, pikir Kiran. Mengapa tak kudorong saja dia agar menjauh dan tak dapat menyentuhku ? Segera setelah tanya itu muncul, hatinya membantah: bagaimana mungkin aku mendorong dia? Dia masih dalam keadaan setengah sadar dan kekuatannya belum pulih, tak mungkin aku melakukan itu! Kiran menggigit bibirnya. Sisa manis madu masih dapat terkecap di situ. Lidahnya menjilat bibir tersebut. Mencecap manisnya madu dan... mengenang... Tidak. Kiran membantah pikirannya sendiri dalam hati. Tidak, aku tak menikmati kecupan tadi dan tak hendak mengenangnya. Dan hatinya bertanya: benarkah itu? Benarkah kecupan tadi tak aku nikmati? Benarkah aku tak menginginkannya? Kiran mengamati sebuah sudut lain di kereta kuda yang ditumpanginya. Sudut terjauh dari tempatnya duduk. Setelah peristiwa tak terduga itu, Kiran menggeser duduknya menjauh dari lelaki tak dikenal yang terbaring disana. Lelaki itu tampan. Lekuk bibirnya indah, serta... Hangat. Kiran sungguh kesal.

***

Kereta berjalan menyusuri jalan yang mulai menurun. Kiran mengamati sekitarnya. Bayangan pendopo kerajaan serta candi- candi di Kotaraja, Trowulan mulai dapat ditangkap oleh pandangnya. Artinya sebentar lagi kereta mereka akan berbelok keluar dari rombongan. Mereka memang tak akan turut serta ke Trowulan, tentu saja. Trowulan adalah kota dimana Bhayangkara Biru berpusat. Tak mungkin pergi ke sana sementara lelaki tampan yang selang beberapa hari terakhir ini berada dalam perawatan Kiran justru terluka karena berkelahi melawan para pendekar Bhayangkara Biru. Dugaan Kiran tepat. Tak lama kemudian, kereta kudanya berbelok ke kiri memasuki jalan setapak, sementara rombongan kereta kuda lain berjalan terus. Pendekar Padi Emas telah mengatur agar Kiran dan pasiennya yang tak diketahui namanya itu berada dalam kereta yang berjalan di ujung belakang rombongan. Selain itu, Pendekar Padi Emas juga telah mengucapkan mantera sehingga seluruh sais kereta tak menyadari turut sertanya Kiran dan lelaki tersebut dalam rombongan mereka. Tak pula sais yang mengemudikan kereta kuda yang ditumpangi Kiran. Sais ini hanya memperoleh perintah khusus dari Pendekar Padi Emas untuk membelok keluar dari rombongan saat berada di sekitar hutan jati sebelum memasuki Kotaraja dan melanjutkan perjalanan masuk ke dalam hutan menuju pondok yang dimiliki oleh saudara sepupu pendekar Padi Emas, yakni Putri Harum Hutan.

***

Petang tadi, Pendekar Padi Emas menimbang- nimbang, kemana dia akan mengirimkan anak sahabatnya yang berasal dari Dukuh Wening beserta pasiennya ini. Ada dua tempat yang terpikir olehnya. Pondok tamu di kompleks Joglo Abang dan Pondok Putri Harum Hutan. Kompleks Joglo Abang adalah sebuah tempat yang menyenangkan dan damai. Tempat ini adalah padepokan seni milik seorang pujangga sahabat Pendekar Padi Emas. Seperti layaknya para seniman dan pujangga, selera pemilik Joglo Abang berbeda dari kebanyakan orang lain. Jika orang lain biasanya membiarkan serat kayu jati yang indah tampak jelas di tiang- tiang rumah joglonya, dia malah memberi warna tiang joglo tersebut dengan warna merah. Ukir- ukiran pada tiang merah tersebut diberinya warna emas. Entahlah, mungkin warna itu digunakan karena pujangga pemilik Joglo Abang memang sangat terkesan pada perjalanannya ke Tiongkok beberapa tahun yang lalu, pikir Pendekar Padi Emas. Sahabatnya yang pujangga itu memang pernah melawat dan tinggal beberapa saat di Tiongkok. Disana dia bersahabat dengan beberapa orang pujangga lain yang sampai sekarang masih saling berhubungan baik serta saling mengirimkan hasil karya masing- masing. Pendekar Padi Emas beberapa kali mendengar sahabatnya sang pujangga pemilik Joglo Abang mempercakapkan tentang para pujangga Tiongkok terkenal yang bernama Hu Sin dan Bong Jun. Pernah pula dia menunjukkan beberapa kitab yang ditulis oleh kedua pujangga Tiongkok tersebut pada Pendekar Padi Emas, hanya saja Pendekar Padi Emas tak memahami isinya sebab dia tidak dapat membaca huruf- huruf Kanji yang digunakan untuk menulis kitab tersebut. Rencana untuk mengirimkan Kiran dan pasiennya ke Joglo Abang yang terletak di tepi anak sungai yang terhubung dengan Sungai Gunting yang mengalir di tepi Timur dan Utara Mojoagung kemudian dibatalkan mengingat adanya kemungkinan orang dari Mojoagung menelusuri jalur air tersebut. Resiko informasi mengenai seorang gadis yang merawat pasiennya yang terluka di Joglo Abang tersebar menjadi besar karenanya. Pendekar Padi Emas akhirnya memutuskan untuk memilih Pondok Putri Harum Hutan sebagai tempat persembunyian Kiran. Pondok itu terletak jauh ke dalam hutan dan sangat sedikit manusia yang tak sengaja melalui tempat itu. Biasanya orang yang tiba disana memang bermaksud mendatangi pondok tersebut. Pemilik pondok itu, Putri Harum Hutan yang tubuhnya selalu menyebarkan wangi saat ini sedang tak berada di pondoknya. Dia sedang bepergian melawat ke kerajaan lain untuk waktu yang cukup lama. Itulah sebabnya beberapa ekor kuda miliknya dititipkan pada Pendekar Padi Emas untuk dirawat selama dia bepergian. Kereta yang ditumpangi Kiran juga milik Putri Harum Hutan. Pendekar Padi Emas mengatakan pada sais yang mengendarai kereta tersebut untuk mengembalikan kuda beserta keretanya ke Pondok Putri Harum Hutan. Diisinya kereta tersebut penuh- penuh dengan padi dan beragam hasil bumi lain. Sais kereta kuda mengira bahwa padi dan beragam hasil bumi itu adalah buah tangan dari Pendekar Padi Emas untuk Putri Harum Hutan sepupunya, padahal yang sebenarnya itu adalah bekal untuk Kiran dan pasiennya.

***

Kereta masuk makin jauh ke dalam hutan. Kiran masih belum bergeser dari tempatnya duduk yang berada agak jauh dari lelaki tampan pasiennya. Hatinya masih bergolak dan bergelora. Antara kesal, senang dan marah menjadi satu. Selain itu Kiran merasakan pula rasa nyeri yang sangat menusuk hati setiap kali teringat bahwa saat mengecupnya berulang kali nama Sekar Wangi terucap dari bibir lelaki itu. Kiran sungguh ingin tahu siapa sebetulnya Sekar Wangi. Sementara itu, kereta kuda terus berjalan menembus malam. Menembus hutan. Sepi di sekeliling. Tak tampak seorang manusiapun. Sepanjang perjalanan Kiran hanya melihat monyet serta ular- ular yang melilit di pohon. Entah berapa lama begitu, sampai kemudian menjelang fajar Kiran melihat sebuah pondok mungil di antara pepohonan. Mereka telah tiba di Pondok milik Putri Harum Hutan… (bersambung) ** gambar diambil dari : www.norrismountain.com **

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun