***
Asap kehitaman membumbung, meliuk menembus angkasa, bagai sesajen untuk Dewata. Samar terdengar bunyi derak kayu yang terbakar. Api menyala hebat, menghanguskan belasan rumah yang umumnya terbuat dari kayu dan bambu.
Tujuh pasang mata berdiri terpaku, menatap lidah api yang tanpa ampun melumat semua yang tersisa. Tak sampai sepenanak nasi, apa yang kemarin dikenal sebagai Dukuh Weru kini telah berubah menjadi puing kehitaman.
“Urusan Dukuh Weru sudah beres. Sekarang Dhanapati," kata Buriswara. "Brontoseno, Kebo Wungu, kalian cari mayat Dhanapati. Kebumikan selayaknya. Bagaimana pun dia pernah menjadi saudara kita..."
"Bagaimana jika kami tidak menemukan mayatnya? Bagaimana jika dia masih hidup?" Balas Brontoseno.
Mata Buriswara seperti mengeluarkan api. "Aku memerintahkan kalian menemukan mayat. M-A-Y-A-T. Tak peduli dia masih hidup atau mati namun kalian harus menemukan mayatnya!!"
Brontoseno dan Kebo Wungu saling pandang. Artinya, jika Dhanapati masih hidup, mereka harus....
"Kalian jangan berpikir yang tidak-tidak. Di tubuhnya kini bersarang luka akibat serangan tujuh ajian paling hebat yang ada di Jawadwipa. Bahkan Dewata sekalipun tak akan bisa selamat jika terkena pukulan itu. Dhanapati pasti mati. Jika belum, kalian harus memastikan agar dia segera bertemu Dewa Maut!!"
"Kami berlima menunggu kalian di Kotaraja. Ingat, jika memungkinkan tak perlu melibatkan Bhayangkara Biru. Seperti biasa kalian bisa memanfaatkan semua akses yang diperlukan...."
***
Brontoseno dan Kebo Wungu berjalan menyusuri rerumputan. Mata mereka menatap jengkal demi jengkal.