Kemarin sekitar jam 04 sore saya melahap dua buku sampai menjelang magrib dan setelah magrib saya melanjutkan satu buku lagi, walau tak semua saya selami lembaran-lembarannya.
Sebagaimana anda, ketika membaca buku tentu banyak sekali pelajaran yang dapat kita petik untuk menjadi refleksi dan sudut-sudut pandang untuk melihat kehidupan dengan lebih baik, tak jarang kita hanyut dalam semilir kata-kata, hembusan-hembusan kalimat, dan terpaan gagasan yang ada dalam sebuah buku.
Benarlah jika buku adalah jendela dunia, walau bagi saya pemaknaan tersebut masih sangatlah sempit, sebab jika ingin diperluas lagi harusnya menjadi ladang yang luas seluas dunia itu sendiri, tempat dimana kita, bisa mencicipi segala pemikiran, pengetahuan, dan wawasan dari beragam pohon-pohon disipilin ilmu maupun genre-genre tulisan.
Selalu ada pelajaran berharga setipis apapun buku itu, namun kemarin, seperti tadi yang saya katakan--selepas magrib membaca satu buku lagi--saya seakan diberi pukulan hebat dari poster-poster kecil huruf abjad dan angka yang dipelajari adik saya di rumah.
Betapa tidak, saya yang sudah kuliah ini tentu telah banyak mempelajari ilmu sesuai disiplin keilmuan saya (walau sering tidak kumpul makalah hehe) dan telah berguru dari banyak dosen (walau kadang ada dosen yang killernya minta ampun hehe), serta telah merasa punya banyak pelajaran yang saya ketahui ketimbang adik-adik saya yang masih kelas 1 SD itu--saya harus sadar sesadar-sadarnya akan pelajaran paling berharga di depan adik-adik dari poster kecil huruf abjad dan angka yang ia masih eja penyebutannya.
Pelajaran berharga itu diawali ketika saya mulai melihat diri saya sendiri sewaktu masih kecil, dengan masih polosnya saya diajari oleh ibu untuk menyebut huruf abjad satu persatu dengan baik, begitupun dengan angka. Saya pun kemudian, berpikir jika bukan dari media poster-poster kecil huruf abjad dan angka yang dipakai ibu saya itu, sebagai sarana yang menghantarkan saya bisa membaca dan menjumlah angka-angka, bisa apa saya hari ini?.
Kemudian berlanjut ketika saya menempatkan diri sebagai seorang anak SD yang baru mengenal huruf abjad dan angka-angka layaknya adik saya, dengan terbata-bata saya mengeja penyebutannya, dengan kesungguhan hati saya terus mencoba salah demi salah menyebutnya sampai penyebutannya terdengar benar dan melangkah ke huruf yang lain.
Betapa saya pada saat itu masih belajar mengenal dan menyebutkan nama huruf dan angka dengan benar--saya adalah pembelajar yang sejati, saya tak memikirkan eksfektasi fana apapun dari apa dan saya pelajari, saya hanya belajar terus dan terus belajar, jika bukan karena itu saya punya kualitas diri apa hari ini?.
Terus berlanjut lagi sampai ke titik yang lain, saya masih menempatkan diri saya seperti adik di depan ibu yang mengajar mengenal huruf dan angka melalui poster kecil di rumah, bahwa sejauh dan setinggi apapun pencapaian yang telah saya raih hari ini, (terlepas dari peran ibu) saya tidak akan bisa menghasilkan karya-karya yang kiranya tak ada yang tidak bersentuhan denga huruf abjad dan angka--itu pasti. Sebab itulah inti sari peradaban sampai hari ini.
Tak sampai di situ, saya kemudian mempelajari dan menerawang kilas-kilas pergantian ruang-ruang yang terjadi dalam hidup saya, jika ditelisik lebih dalam, tak ada satu pun ruang-ruang itu yang jauh dari persinggungan huruf abjad dan angka, dari muatan objek yang besar, lumayan besar, sampai ke yang paling terkecil.
Contoh konkretnya saja; saya tak akan mampu menulis artikel ini jika bukan dari awalnya saya mengenal huruf dan angka dari poster-poster kecil di rumah, sampai menjadi saya bisa membaca dan saya bisa menulis.
Walau mungkin era sekarang poster-poster abjad dan angka bentuk dan modelnya bisa saja berbeda, sebab telah banyak aplikasi yang berbasis anroid di smartphone, kontennya juga tentang pengenalan huruf dan angka bagi anak-anak. Akan tetapi, apapun modelnya, ia tetaplah sama--suatu titik awal bagi manusia untuk berperadaban (terlepas dari lembaga pendidikan itu sendiri).
Dan mungkin poster-poster kecil huruf abjad dan angka, telah jarang kita dapati di rumah-rumah apalagi di kota, sebab sejauh pengamatan saya, taman kanak-kanak dan PAUD telah menyediakannya. Namun kembali lagi bahwa apapun zona dan waktunya, tempat dan ruangnya, penempatan dan cara pengajarannya--huruf abjad dan angka adalah akar kuat bagi tindak akal dan budi kita sejauh ini (tergantung bagaimana kita menumbuhkannya ke arah yang positif).
Karena relevansinya adalah poster-poster kecil huruf abjad dan angka yang ada di rumah saya, tentu saya merasa betapa hal tersebut telah lebih menyadari saya bahwa tanpa adanya hal itu, takkan berarti semuanya. Mungkin kesannya berlebihan, tapi bisakah anda mempelajari teori-teori ilmuan tanpa terlebih dahulu mengenal huruf abjad dan angka?
Bisakah anda mempelajari pengetahuan jika bukan dari bahasa yang bahan dasarnya adalah huruf abjad dan angka?, serta bisakah anda memutuskan hal baik dan hal buruk tanpa anda mempelajarinya dari banyak literatur baik tertulis maupun tersirat, yang komponen utamanya adalah pemahaman terlebih dahulu tentang huruf abjad dan angka?. Cukup jawab saja, karenanya manusia bermakna dan berbudaya.
Dari tempat terdalam jiwa saya, saya menyadari bahwa betapa paling berharganya pelajaran dari poster-poster kecil huruf abjad dan angka, dari sana pulalah saya semakin paham bahwa pada awalnya semua kita adalah bodoh, namun karena fitrah manusia untuk terus belajar kita telah menjadi ada,
Dan jika boleh saya membayangkan poster-poster kecil huruf abjad dan angka itu berbicara di depan manusia, bisa jadi ia mengatakan "Wahai manusia, buat apa kalian sohk pintar, jika kalian tidak mengenalku bisa apa kalian?".
Tapiiii. Kalo dipikir-pikir, manusia tonji yang buatki huruf abjad dan angka, #wkwkwk. Apalagi kalo posternya, banyakji di percetakan. #hahah. Cukup yah, jangan terlalu serius bacanya, hidup ini sudah rumit jangan ditambah rumit lagi, saya hanya mau bilang, karenanya (huruf abjad dan angka) saya bisa dengan fasih membaca kata "Cinta" untuk saya pelajari terus arti dan maknanya, seenggaknya untuk saat ini yang saya ketahui adalah tetaplah berbahagia. Itu saja.~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H