Saat kuberanjak dewasa
Saai ingus berceceran tak kupunya
Aku ditarik kenangan
Ke suatu tempat yang sebenarnya dekat
Samping bekas roda sepeda Ayah
Di tempat itu aku ditemui haru
Bau besi sepeda yang bercampur keringat
Masih tak pernah berubah
Seperti waktu kecilku dulu
Saat aku dibonceng Ayah bercerita ; Nak, kita bukan orang kaya. Jangan manja
Telah kubasahi air mataÂ
Sepeda tua Ayah itu
Namun, semakin mengajakku berjalan-jalan
Dalam ingatan yang tak ingin terlupakan
Saat telah sampai di rumah dan Ibu menyambutku ; anak gagahku sudah datang. Peringkat satukah kamu
Begitu sepeda tua Ayah
Memanggilku lagi
Dalam khayalan ;
Bagaimana jika Ayahmu masih hidup
Ujarku ; kan kugantikan ayah memboncengku. Dan kubawa Ia kepada Ibu bahwa anakmu telah menjadi dirimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H