Namun, pernah suatu waktu saya mengalami stress berat, karena warnet yang biasa saya tempati untuk nge-Kompasiana tutup selama 2 minggu. Komputer-komputernya rusak, pada saat itu puisi-puisi yang saya tulis meronta-ronta ingin terbang bebas dari sarangnya, ingin cepat-cepat di posting di Kompasiana.
Momen yang paling berkesan selama saya nge-Kompasiana adalah ketika puisi berjudul Seorang Perokok Awam yang berhasil menjadi highline, puisi itu mengkritik wacana kenaikkan harga rokok menjadi 50 ribu, puisi itu hasil dari keluh-kesah para nelayan yang asa di kampung saya, dari puisi itu saya merasa sangat gembira, karena perasaan para nelayan telah terwakilkan ke dalam puisi itu, seakan saya naik di perahu mereka, menggelegarkan puisi itu di tengah lautan, lalu diterbangkan badai menuju ke gedung-gedung pemerintah.
Walau saya merasa belum bisa menyandang gelar sebagai seorang penyair. Akan tetapi, saya tetap mematuhi sumpah penyair sebagaimana dalam puisi Gus Candra Malik
SUMPAH PENYAIR
Karena sajak
Kami bergerak
Bersamamu syair
Kami berzikir
Padamu puisi
Kami mengabdi
Padamu sastra
Kami berkarya
Candra Malik, Kediri, 22 Oktober 2016
Tentu, bersama Kompasiana saya mengaktualisasikan sumpah itu.
TERIMA KASIHKU KOMPASIANA
Kuhaturkan salam untukmu
Salam yang kuambil
Dari pertambangan
Jauh dari dalam tanah
Salam yang tak bisa dibeli
Dan bukan untuk dijual
Hanya untukmu Kompasiana
Salam itu terima kasihku
Harapan-harapanku
Dan doa-doaku
Untuk kejayaanmu
Salam hangat pake senyum manis, teruntuk kang Pepih Nugraha, dan para admin Kompasiana serta seluruh jajarannya sampai tukang sapunya yang tak bisa kusebutkan namanya satu per satu (Selamat Ulang Tahun Kompasiana yang ke-8).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H