Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paparan Airlangga Hartarto untuk Kebijakan Peningkatan Produktifitas Sawit Rakyat

28 Februari 2024   11:43 Diperbarui: 28 Februari 2024   11:44 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pemerintah telah menetapkan upaya peningkatan produktifitas dan produksi sawit rakyat sebagai bagian dari kebijakan prioritas di sektor industri perkebunan. Komitmen itu ditunjukkan melalui pelanjutan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang telah berlangsung sejak tahun 2019 lalu . Untuk tahun 2023 lalu, PSR atau yang disebut juga program replanting tersebut realisasinya telah mencapai 53.012 ha. Angka itu meningkat meningkat 72,35% dibandingkan capaian tahun 2022 yang sebesar 30.759 ha. Sedangkan total dana PSR yang telah disalurkan pada tahun 2023 lalu itu mencapai Rp1,5 triliun yang terbagi kepada 21.020 pekebun.


Untuk tahun 2024 ini, masih terdapat sejumlah masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dan penyelesaian agar program ini bisa tercapai secara maksimal. Seperti disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, beberapa isu krusial tersebut adalah realisasinya yang masih dibawah target. Pemerintah sebelumnya telah menargetkan 180.000 h lahan telah tersentuh program ini. Namun kenyataan lapangan menyebutkan dari total lahan yang dimaksud, baru terealisasi sebesar 30 persen. Terhambatnya pelaksanaan program tersebut utamanya disebabkan hambatan pada aspek regulasi, dimana proses tersebut kerap menjadi penghambat petani dalam melakukan replanting tersebut.

"Nah salah satu yang menjadi kendala adalah kendala di regulasi. Oleh karena itu tadi diminta agar Kementan mengkaji Peraturan Menteri pertanian ini karena kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal. Satu, selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat berbicara kepada media i Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (27/2/2024).

Dalam aturannya, pemerintah menetapkan bahwa pada tahun pertama PRS, petani pekebun sawit diperbolehkan mendapat bantuan pendanaan sebesar Rp30 juta/hektar dengan maksimal lahan 4 ha. Sedangkan pada tahun kedua dan selanjutnya, petani bisa mendapatkan pendanaan serupa melalui pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan batas maksimal pagu Rp500 juta rupiah dengan bunga 6% per tahun. 

Dikatakan oleh Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar tersebut bahwa, pemerintah tengah mempertimbangkan usulan kenaikan pendanaan menjadi Rp60 juta dengan peruntukan kepada pembangunan kebun, perawatan, tanaman sela, pendampingan sampai dengan tanaman mulai berbuah (P0--P3) dengan kebutuhan biaya Rp10,8 triliun.

"Usulan kenaikan dari Rp30 juta ke angka Rp60 juta tersebut didasarkan pada kajian akademis dan komunikasi dengan para pekebun. Terlebih panen replanting baru bisa diambil pada tahun ke-4. Sehingga kalau dananya Rp30 juta, itu hanya cukup untuk mereka hidup di tahun pertama. Beli bibit dan hidup di tahun pertama. Kalo ditingkatkan menjadi Rp60 juta, maka biaya hidup sekitar Rp15 juta per tahun itu bisa dicover. Sehingga mereka bisa melakukan tanaman sela atau tanaman lain untuk menunjang hidup juga. Nah ini sedang dalam pembahasan lanjutan," ujar Menko Airlangga.

Selain untuk kebutuhan petani mandiri tersebut, melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pemerintah juga  sedang mempersiapkan program beasiswa untuk menciptakan sumber daya manusia kelapa sawit yang unggul dan menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit sesuai dengan tantangan industri dan prinsip keberlanjutan. "Mengenai keterlanjuran lahan. Dilihat dari daftar yang sudah masuk, keluarannya masih sangat sedikit. Padahal ini sudah masuk di dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan sudah dikerjakan sejak tahun 2021. Oleh karena itu perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat. Termasuk untuk pembagian wilayah TORA-nya juga harus didorong," kata Menko Airlangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun