Indonesia terus mempersiapkan secara serius niatan untuk masuk dan bergabung dalam OECD, atau organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi. Â Bentuk dari upaya tersebut dilakukan pemerintah baik di luar negeri maupun dalam negeri. Wujud prakarsa dalam negeri bisa dilihat dari pertemuan dan makan malam yang diselenggarakan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dengan 28 perwakilan negara anggota organisasi ini di Indonesia pada Kamis (24/8/2023) malam. Â Pertemuan ini antara lain berisi pemaparan situasi terkini atau diseminasi ekonomi Indonesia sekaligus lobi untuk mendapatkan dukungan akses masuk bagi Indonesia dengan lebih lancar di lembaga tersebut dari negara-negara anggota.Tak cuma berbicara untuk kepentingan sendiri, Indonesia kata Airlangga Hartarto juga menekankan pentingnya kerjasama dan aksi serentak dalam menghadapi kondisi global yang tantangannya semakin kompleks. Situasi itu terjadi tak lain sebagai akibat lanjut dari dinamika geopolitik yang cenderung mengarah pada terjadinya pola kerjasama terfragmentasi antar satu negara dengan yang lainnya. Situasi yang pada tahap lanjutnya memunculkan hambatan perdagangan, aliran investasi yang berujung pada melemahnya ekonomi dunia. Situasi kian sulit karena saat ini ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi COVID-19 dan krisis finansial global.
Di tengah kondisis muram tersebut, Airlangga menjelaskan situasi dan performa ekonomi Indonesia yang mengabarkan kondisi sebaliknya. Ini terlihat dalam data pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,17% di Kuartal II-2023 atau 5,11% di sepanjang Semester I-2023.  Atau trend positif  neraca perdagangan yang telah berjalan dalam  38 bulan berturut-turut, surplus USD 7,82 miliar pada Triwulan II 2023.  Angka yang sejatinya adalah gambaran dari  modalitas Indonesia dalam berproses untuk menjadi anggota OECD, selain profil sebagai negara demokratis, mitra strategis bagi OECD dan negara anggota OECD, hingga peran kepemimpinan global yang telah teruji, antara lain melalui Presidensi G20 dan Keketuaan ASEAN.
Mengapa Indonesia perlu mengumpulkan para duta besar untuk informasi terbaru itu, tak lain karena Indonesia yakin akan ada keuntungan timbal balik jika bergabung dan juga untuk negara-negara lain yang sudah lebih dahulu ada di dalamnya.
Bagi Indonesia, dengan masuk dan bergabung dalam OECD, akan memberi dorongan serta akselerasi dan skala transformasi ekonomi dalan mencapai tujuan strategis pembangunan nasional. Dengan berada dalam organisasi itu, Indonesia bisa dan punya sarana maupun pendekatan baru dalam  membuat kebijakan dalam yang lebih maju, utamanya dalam menyeleraskan diri dengan tolok ukur internasional.
"Institusi dan pembuat kebijakan di Indonesia akan mendapatkan manfaat dari proses keanggotaan OECD dalam hal memperkuat penyusunan kebijakan berbasis bukti dan analisis, khususnya pada reformasi lingkungan, sosial dan tata kelola. Selain itu kebijakan nasional Indonesia akan mampu beradaptasi dengan perubahan struktural yang ada, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, teknologi, dan masalah demografi," ungkap Menko Airlangga.
Sebaliknya, dengan bergabungnya Indonesia dalam OECD akan membuka akses lebih luas untuk negara di kelompok ini untuk masuk ke pasar Asia Tenggara. Apalagi pada tahun 2045, kawasan ini akan menjadi lima besar perekonomian dunia, sehingga Indonesia sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara yang akan bergabung adalah mitra strategis dalam standar dan praktik terbaik OECD. Kemitraan dengan Indonesia juga untuk memastikan bahwa no one should be left behind, yang mana sejalan dengan misi kunjungan Presiden Joko Widodo ke Afrika minggu ini guna menjalin kemitraan dan peluang kerja sama.
"Tadi dalam pertemuan sambil makan malam, seluruh Duta Besar yang hadir, satu-persatu menyatakan dukungan kepada Indonesia dan tentunya Indonesia berbesar hati karena dukungan dari para duta besar ini penting, karena akan ada pertemuan di bulan September (Pertemuan Tingkat Kepala Perwakilan OECD) yang akan memutuskan apakah usulan Indonesia untuk masuk menjadi anggota OECD diterima oleh seluruh negara. Jumlah negara yang di OECD ada 38," tutur Menko Airlangga.
Kepentingan lebih jauh dari keikutsertaan Indonesia dalam OECD adalah kesempatan lebih besar untuk  lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap), seperti yang dilakukan Korea Selatan. "Jadi yg pertama, Indonesia masuk dalam critical part, periode krisis masuk dalam negara dari USD5.000 di akhir  tahun depan, untuk mencapai negara pendapatan di atas USD10.000. Waktu kita tidak banyak. Diperkirakan 10 tahun dan untuk 10 tahun itu bersamaan dengan adanya bonus demografi. Dan bersamaan dengan itu fungsi dari pada investasi dan multilateral trade menjadi penting. Artinya kita membuka akses terhadap pasar di 38 negara OECD dan juga kita menggunakan best practice standar yang sama," ungkap Menko Airlangga.
Kegiatan jamuan makan malam tersebut berlangsung hangat dimana perwakilan negara anggota OECD menyampaikan dukungan terhadap intensi keanggotaan OECD Indonesia. Beberapa negara berkomitmen untuk menyediakan dukungan yang diperlukan bagi Indonesia serta kesediaan berbagi pengalaman dari proses aksesi yang sebelumnya dijalankan. Dengan kemitraan yang tengah terjalin sebagai key partner OECD sejak 2007, diyakini proses keanggotaan Indonesia akan berjalan lancar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H