Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penebalan Perlindungan Sosial Airlangga Hartarto untuk Antisipasi Harga Komoditas Global

6 April 2022   15:07 Diperbarui: 6 April 2022   15:11 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram/@airlangga_hrt

 
Interaksi antar negara  di dunia pasca pandemi covid-19 yang mengalami berbagai pembatasan, tak membuat hubungan dan interkoneksi satu sama lain menjauh. Keterpisahan dan upaya-upaya sejumlah negara yang terkesan hanya berusaha mengamankan situasi pandemi dalam negeri masing-masing menunjukkan hasil yang tak selalu sesuai harapan.


Ketergantungan satu negara dan kawasan dengan negara lain justru kian menguat. Tak ada satupun pemerintah yang mampu bertahan dan mandiri  dalam menghadapi persoalan, baik internal maupun yang datang dari luar. 

Meski sejumlah negara hingga saat ini masih ada yang merapkan konsep tertutup, namun keterpangaruhan dari dinamika mancanegara tak selalu mampu ditepis begitu saja. Atau kita lihat saja penanganan sejumlah negara terkait pandemi covid-19.  

Masih ada pemerintah sejumlah kota yang menerapkan konsep lockdown atau penguncian total, meski pada saat bersamaan, ada negara lain yang justru dianggap berhasil mengatasi pandemi tersebut dengan penanganan yang lebih longgar.

Saat banyak negara mulai melonggarkan  pembatasan aktifitas bagi warganya, seiring penanganan virus yang mulai menunjukkan hasil. Itu dengan harapan ekonomi bisa kembali digerakkan dengan utilitas penuh. Namun semua berubah karena  ancaman pelambatan pertumbuhan yang tadinya sempat ditatap secara optimis,  kembali mengemuka.

Serangan Rusia ke Ukraina, dan embargo sejumlah negara kepada Kremlin suka atau tidak telah membuat upaya pemulihan ekonomi  global tersebut kembali melemah. Tak ada yang juga  menyangkal bahwa situasi ekonomi global juga masih rentan menyusul serangan Covid-19 yang telah berlangsung selama dua tahun ini.

Sementara bagi Indonesia, kendati tak bersinggungan langsung, invasi Rusia ke Ukraina juga membuat situasi tidak nyaman. Ketidaknyamanan  yang ditimbulkan lebih karena masalah ekonomi. Situasi itu terlihat dari kelangkaan minyak goreng yang telah terjadi sejak akhir tahun lalu, meski sejumlah langkah dan kebijakan telah diambil.

Mengapa kelangkaan minyak goreng di pasar tradisional juga berhubungan dengan kondisis dua negara yang terletak di benua birut tersebut. Masalahnya tak lain tak bukan karena, kebutuhan minyak goreng negara-negara di kawasan itu sebagian besar dipasok dari Ukraina dan Rusia. Keduanya adalah pemasok utama minyak bunga matahari untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati Eropa Barat,selain sawit Indonesia dan kedelai Amerika Serikat.

Sekarang pasokan minyak tersebut berkurang drastis, dan hanya bisa dipenuhi oleh negara-negara ketiga dalam hal ini Indonesia dan Malaysia. Situasi yang secara langsung telah membuat harga komoditas ini, baik mentah maupun bahan jadi mengalami kenaikan. Kenaikan yang secara tidak langsung berdampak kepada ketersediaan pasokan di pasar dalam negeri. Mengingat harga untuk mancanegara yang lebih kompetitif.

Seperti disebut diatas, dinamika peristiwa di berbagai belahan dunia yang turut mempengaruhi kondisi dalam negeri, juga tak luput dari perhatian pemerintah, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan minyak goreng tadi.

Untuk itu, seperti disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah selalu mengikuti trend harian  berbagai komoditas utamanya pangan dan energi sebagai akibat daripada kondisi geopolitik di Rusia dan Ukrania. 

Tak hanya memperhatikan, pemerintah pun secara langsung membuat keputusan terkait masalah kelangkaan kebututhan agar masalah yang terjadi di masyarakat tak semakin berat. Kondisi yang suka atau tidak, merupakan akibat tidak langsung dinamika yang terjadi di mancanegara itu.

"Untuk itu, pemerintah membuat keputusan cepat dalam bentuk pemberian subsidi langsung 18,8 juta penerima Kartu Sembako, dan untuk 1,85 juta PKH non-BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai),  yang diberikan untuk bantuan subsidi selisih harga minyak goreng yang besarnya Rp300.000,00 untuk 3 bulan atau Rp100.000,00/bulan/kpm. Diharapkan dalam bulan Ramadan ini sudah bisa disalurkan," kata Airlanggga Hartarto usai Sidang Kabinet Paripurna terkait antisipasi situasi dan perkembangan ekonomi dunia di Istana Negara yang dipimpin langsung oleh presiden Joko Widodo.

Airlangga juga menyebut,  pemerintah akan memberi bantuan tunai untuk pangan kepada 2,5 Juta PKL dan Pemilik Warung (PKLW) yang juga akan menerima sebesar Rp 300.000,00 untuk 3 bulan, dan akan disalurkan dalam bulan Ramadan.

Ada juga bantuan subsidi upah bagi pekerja dengan gaji dibawah Rp3,5 juta bagi 8,8 juta pekerja, sebesar Rp1 juta yang dibagi dalam dua kali penyaluran.
 
Semua kebijakan yang diambil tersebut merupakan bentuk lanjut dari upaya pemeritah untuk mempertebal perlindungan sosial, agar masyarakat di lapisan bawah yang selama ini paling terdampak oleh kondisi, tidak makin tertekan dan kehilangan pegangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun