Sebagai contoh, MPOB memiliki satu badan riset  pasar yang siap memasok data bagi keperluan para pengusaha mereka dalam mendapatkan negara tujuan ekspor baru.
MPOB juga bertanggungjawab atas seluruh persoalan perkebunan dalam negeri. Itu terlihat dari minimnya laporan kebakaran lahan dan perkebunan pohon ini seperti yang sering terjadi di tanah air.
Atau saat ada kritik dan serangan terhadap sawit yang dituduh sebagai pelaku deforestasi, maka lembaga ini yang maju dan menjelaskan serta membuat pembelaan.
Maka solusi atas masalah diatas tak ditemukan di Indonesia. Para pihak terkait hingga saat ini masih berjalan sendiri-sendiri terhadap ragam serangan dan masalah yang dihadapi.
Seperti ketika Eropa menerapkan larangan biodiesel masuk ke Eropa, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan maju sendiri saat melakukan perundingan. Namun untuk menyewa pengacara, dana dikeluarkan oleh para pengusaha.
Sementara pada persoalan dalam negeri, antar lembaga dan kementerian sering bertolak belakang, bahkan saling serang. Mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menuduh industri sawit selaku pelaku deforestasi. Atau laporan Badan Keuangan yang mengatakan bahwa 85 persen bisnis serta laporan keuangan dan tata kelola  lahan perusahaan sawit dalam negeri bermasalah.  Â
Padahal, dari kelapa sawit dan produk turunannya, devisa yang bisa disumbang untuk negara tidak kurang dari 300 triliun (data tahun 2018). Itu belum termasuk wacana penggunaan biodiesel yang  pada program akhirnya  akan mampu membantu Indonesia mandiri dalam bidang energy.
Namun status sebagai penyumbang utama devisa negara tersebut tak tercermin dalam keseriusan pengelolaannya. Buktinya bisa dilihat di struktur jabatan di Kementerian Perkebunan. Â Kelapa sawit hanya masuk sebagai sub dari Dirjen Perkebunan yang masuk eselon I.
Kondisi itu kian mengenaskan jika melongok ke sejumlah daerah. Â Ada satu kabupaten yang memiliki luas perkebunan kelapa sawit ratusan ribu hektar, Â namun hanya diurus oleh satu sub dinas pertanian.
Maka wajar dalam bahasa salah seorang pelaku usaha ini, mereka kadang sering geleng kepala dengan  pola pikir pemerintah. Dengan menjadi salah satu produk strategis, harusnya kelapa sawit ini ditangani oleh sebuah lembaga super yang melingkupi lintas kementerian dan lembaga, agar bisa satu suara.
Mereka umumnya satu suara tentang hal ini. Sawit Indonesia harus ditangani oleh satu lembaga khusus yang akan mengurus seluruh tata kelola sawit Indonesia, dari hulu sampai ke hilir. Sehingga setiap persoalan yang  muncul akan dijawab oleh satu pihak berkompeten yang mewakili seluruh stake holder tanah air, perkebunan, kementerian, pendataan, penelitian hingga kampus dan lembaga pendidikan.