Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mau Tahu Sebab Lambatnya Realisasi Program Biodiesel?

11 September 2019   21:34 Diperbarui: 11 September 2019   21:58 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu terlihat dengan akselerasi pencampuran untuk solar yang tadinya cuma 10 persen, langsung naik ke angka 20 persen, yang itu secara signifikan turut menyumbang  kepada penekanan pada defisit APBN.

Kalau selama pemerintahan SBY, peningkatan campuran dari angka 2 persen menjadi 10 persen memerlukan waktu 8 tahun (2006-2014), oleh Jokowi, pencampuran dari 10 persen  biosolar (B10) kepada B20 hanya perlu waktu satu tahun. Bahkan secara lebih ambisius, kini sedang berlangsung uji coba B30. Jika uji coba ini berhasil, maka pada tahun 2020, seluruh kendaraan berbahan solar di Indonesia harus sudah memakai B30 tersebut.

Sekarang kita bicara soal angka Rp250 miliar yang tadinya harus dikeluarkan pemerintah setiap harinya untuk membayar impor BBM. Siapa saja yang menikmati?. Uang yang diperoleh dari pajak dan ragam devisa ekspor lainnya itu, mengalir ke banyak pihak birokrat, pimpinan BUMN, anggota legislativ, sampai gerai penukaran uang.

Dalam bahasa seorang pegiat biodiesel tanah air, dirinya baru tahu dan mengalami sendiri bagaimana gurita  mafia minyak penguasa BBM impor dari anak perusahaan BUMN yang sudah dibubarkan itu nyaris  masuk  dan menguasai banyak sektor pemerintahan.

Ada satu contoh, betapa  mafia itu sudah sampai merasuk hingga ke meja anggota DPR. Pada satu waktu ,  para pengusaha sawit Indonesia  nyaris gagal melaksanakan RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan anggota DPR dengan agenda pembahasan soal biodiesel.  Padahal agenda sudah ada dan diketahui oleh mereka para anggota dewan itu.

"Kami bahkan tak diberi ruang untuk RDP tersebut, dan agenda yang sehari sebelumya sudah tercantum, bisa hilang,"katanya lagi.

Dalam kasus lain, saat DPR sudah memasukkan RUU Sawit sebagai salah satu bahasan untuk kemudian dijadikan Undang-Undang. Namun draft itu hilang begitu saja dari daftar prolegnas, dan sampai sekarang tak ada sama sekali kabarnya.

Dalam istillah  seorang pengamat ekonomi, dibandingkan  uang jutaan dolar impor yang dinikmati mafia migas tersebut, nilai yang diperjuangkan  pengusaha sawit tanah air itu hanya senilai kacang goreng. 

"Anda hanya sebungkus kacang goreng jika dibandingkan nilai jutaan dolar dalam  angka BBM impor yang dikuasai para mafia itu," kata seorang pengamat ekonomi dari salah satu kampus ternama Indonesia  kala bertemu pegiat biodiesel tersebut.

Sebagai gambaran lain,  PT Pertamina (persero) pada tahun lalu, diperkirakan  harus menyiapkan uang tunai sebesar  100 juta dolar  AS per hari (sekitar Rp1,15 triliun) atau Rp424 triliun/tahun   untuk impor BBM itu.

Sedangkan  tahun 2019 ini,  ESDM menargetkan konsumsi biodiesel B20 mencapai 6 juta kilo liter dengan penghematan devisa sebesar Rp50 triliun. Mengapa bisa terjadi penghematan, itu tak lain karena bahan baku campuran BBM solar tersebut 100 persen dari dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun