Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Selesaikan Multi Interpretasi Moratorium Sawit

28 Agustus 2019   16:30 Diperbarui: 28 Agustus 2019   16:38 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan pemerintahan presiden Joko Widodo yang menerapkan aturan penghentian pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit sejatinya sangat baik. Karena dari Instruksi Presiden No. 8/2018  itu dharapkan, ada penataan secara lebih menyeluruh terhadap lahan dan  industry kelapa sawit nasional.

Disamping juga,  dengan lahiranya beleid itu, akan mampu sedikit banyaknya  melunakkan Uni Eropa yang melarang beredarnya produk biodiesel yang tak sesuai dengan aturan yang mereka buat, khususnya dalam hal Keberlanjutan serta pelestarian alam. Pasalnya, ragam dan macam-macam aturan yang dibuat dengan dua alan utama tadi,suka atau tidak pada akhirnya berujung kepada pembatasan pemasaran produksi andalan non migas Indonesia ini di benua tersebut.

Seperti diketahui, aturan yang mulai berlaku sejak September 2018 tersebut bertujuan memperbaiki tata kelola perkebunan sawit. Inpres itu memerintahkan kepada instansi pemerintah pusat dan daerah mengevaluasi kembali izin pelepasan kawasan serta menunda pembukaan kebun sawit.

Semua stake holder dalam negeri  mendukung keputusan yang dikekuarkan eks Gubenur DKI itu, karena trend yang berkembang saat ini, adalah prinsip berkelanjutan.  Sebuah konsep yang secara makro juga telah menjadi arah kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni Sustainable Development Goals atau SDG's.

Namun demikian, banyak pihak menilai bahwa kebijakan tersebut masih mengundang masalah dan multi interpretasi. Semua itu bisa diatasi dengan pembuatan peraturan teknis. Tujuannya bukan lain adalah untuk memberi memberi kepastian hukum bagi para pelaku industri kelapa sawit nasional.

Dalam Inpres tersebut, pemerintah memfasilitasi survei  produksi sawit nasional yang salah satu tujuannya adalah memenuhi keinginan Eropa yang mau memastikan  produksi sawit dalam negeri telah menerapkan prinsip berkelanjutan.

Namun wujud aturan teknis bantuan survey produksi nasional yang hendak diberikan, tak kunjung turun.. Maka jadilah para pelaku usaha dibiarkan terkatung-katung tanpa kepastian hukum.

Padahal, aturan teknis itu sejatinya juga bisa menjadi amunisi pemerintah menghadapi serangan pembatasan biodiesel dari Uni Eropa.

Aturan teknis itu memberi manfaat ganda, pertama memperlihatkan  ketegasan pemerintah untuk menjadikan sawit nasional telah menjalankan industry yang sustainable sekaligus menjadi tanda adaya komitmen dalam menjaga kelestarian alam dan hutan Indonesia.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun