Untuk memastikan hal itu tak terjadi, Jonan berpikir untuk mengusulkan penerapan Domestik Market Obligation atau DMO bagi kelapa sawit  kepada presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui, DMO atau  Domestic Market Obligation ini  adalah kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi  atau Batubara dari bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana  untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Meski baru wacana, suara penolakan sudah langsung muncul yang itu datang dari GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia).
Asosiasi tempat berkumpulnya para pengusaha perkebunan kelapa sawit ini menilai, wacana penerapan DMO untuk  program B30 itu terlalu permatur. Meski mendukung penggunaan penggunaan minyak sawit untuk kebutuhan dalam negeri, lembaga ini meminta penetapannya tak boleh gegabah serta perlu dikaji secara mendalam.
Sebaliknya, meski baru wacana, namun pemerintah yang menjadi perpanjangan tangan masyarakat dalam mengelola kebutuhan masyarakat, memiliki kekuasaan lebih untuk  menerapkan rencana aturan tersebut. Atau sebaliknya tidak perlu memaksakannya manakala komitmen awal dipenuhi oleh para pihak terkait.
Kita hanya memgharapkan, jangan sampai muncul cerita, Indonesia yang tak lain adalah produsen utama sawit dunia (43 juta ton tahun 2018) kelimpungan memenuhi 4,5 juta kilo liter FAME dari kelapa sawit untuk bahan baku B30. Itu terjadi, karena para pengusahanya lebih suka menjual hasil kebun mereka  ke luar negeri mengingat harga yang lebih baik dibanding untuk kebutuhan biodiesel  lokal.
Maka wajar jika wacana DMO Sawit yang dilontarkan menteri Jonan adalah  wujud uji komitmen pengusaha dalam negeri dalam mendukung kebijakan biodiesel pemerintahan presiden Joko Widodo.
Kita tunggu saja......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H