Salah satu persoalan utama dalam industry kelapa sawit adalah jumlah limbahnya yang lebih dari lima puluh persen. Sejauh ini, dalam pengolahan sawit, volume CPO yang dihasilkan biasanya hanya mencapai 20%.,  sedangkan 60% dari hasil olahan tersebut  merupakan bio-liquid palm oil (BLPO).
Meski dalam BLPO ini terkandung sejumlah nutrisi seperti karoten, antioksidan, serta zat organik lainnya,  namun dia kerap hanya terbuang menjadi menjadi palm oil mill effluent (POME) alias limbah sawit. Padahal, zat-zat yang terkandung dalam BLPO memungkinkannya menjadi medium pembiakan algae  atau ganggang. Lewat pembiakan ini bisa dihasilkan  Omega 3. Omega 3 ini sendiri adalah adalah jenis lemak tidak jenuh yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh dan hanya  bisa diperoleh dari tananam sebagai asupan makanan, atau jadi  tepung sebagai pakan ikan.
Faktor lain yang kerap jadi persoalan terhadap limbah sawit ini adalah polusi gas metana yang dikandungnya, setara  dengan  27 kali bobot karbon dioksida (CO2). Maka dalam jumlah besar, tentu limbah ini ikut memberi dampak negative kepada perubahan lingkungan
Dengan total produksi tidak  kurang dari 43 juta ton pada tahun 2018, maka diperkirakan pada tahun 2030, limbah sawit yang akan dihasilkan Indonesia pada tahun 2030 nanti akan mencapai  130 juta ton. Sebuah jumlah yang luar biasa banyak jika hanya menjadi limbah atau buangan yang secara langsung akan mengganggu pada lingkungan. Sebuah isu seksi sekaligus favorit untuk dijadikan sebagai senjata oleh sejumlah negara dalam menyempitkan pasar sawit Indonesia ke manca negara.
Pemerintah sendiri telah menyadari potensi yang sejatinya dimiliki dari  kelapa sawit ini, sekaligus ancaman yang muncul jika masalah limbah ini tak segera mendapatkan jalan keluar.
Menurut Menteri Koordinator Perekenomian Darmin Nasution, pihaknya telah menyiapkan semacam paradigma sekaligus roadmap atau peta jalan terhadap POME atau limba sawit tersebut yang diberi nama Palm 5.0.
Road map tersebut diharapkan mampu menjawab empat pertanyaan sekaligus, yakni investasi untuk pengolahan limbah di industri sawit dan ekspor produk sampingan dari hasil pengolahan limbah berupa DHA dan Omega 3.
Dua lainnya yakni penyelesaian masalah limbah secara berkelanjutan, serta peningkatan skala perekonomian di daerah-daerah produsen sawit yang menerapkan prinsip Palm 5.0 ini.
Langkah teknis dalam aplikasinya adalah dengan penerapan Teknologi novel algae atau ganggang tersebut. Teknologi ini dipercaya dapat memberi keuntungan finansial serta kepada perbaikan lingkungan yang lebih baik dibanding prinsip praktek perkebunan sawit  yang dijalankan saat ini.
Sebab itu, penggunaan limbah sawit sebagai media pengembangbiakan ganggang ini disebut dapat menghasilkan asam lemak esensial DHA (dokosaheksaenoat) yang berkualitas dengan harga tinggi, terutama sebagai bahan baku suplemen Omega 3.
Dengan Palm 5.0 dan teknologi ganggang ini, pemerintah berharap Indonesia bisa mengakselerasikan para pelaku usaha ini untuk bergerak lebih cepat menuju praktek Industri sawit yang berkelanjutan, sekaligus juga percepatan dalam penerapan efisiensi usaha.