Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Berhenti dengan ISPO untuk Promosi Sawit Berkelanjutan Indonesia

9 April 2019   02:20 Diperbarui: 9 April 2019   02:34 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah perlu bekerja lebih serius bagi ke dalam maupun ke luar dalam mempromosikan sawit berkelanjutan Indonesia melalui  sertifikat ISPO  (Indonesian Sustainable Palm Oil System). Karena dengan menerapkan sertifikasi itu sebagai solusi utama atas kritik kurang pro pelestarian lingkungan yang  jadi  perhatian utama negara-negara Eropa, baru menyelesaikan sebagian dari masalah yang ada.

Promosi dan konsisten dalam menjalankannnya menjadi kata kunci lantaran penolakan sejumlah negara lewat gencarnya kampanye hitam  yang image buruk tentang bisnis ini, tak bisa dihapus dalam waktu singkat.

Itu menjadi penting karena negara-negara maju di kawasan tersebut adalah konsumen utama produk dan hasil produk turunan dari minyak nabati ini.

Kecurigaan tersebut wajar muncul, karena Indonesia tidak bergabung dengan RSPO  (Roundtable on Sustainable Palm Oil), sebuah lembaga sejenis yang lebih dahulu didirikan oleh perusahaan  dan LSM Interasional yang umumnya berbasis di Eropa atau negara-negara maju. Indonesia wajar menolak bergabung, karena  RSPO dinilai lebih mengutamakan kepentingan bisnis perusahaan-perusahaan dan negara yang ada dalam RSPO.

Prasangka tersebut sangat wajar, karena tak seperti organisasi yang mengedepankan kesetaraan hak dan kewajiban orang atau lembaga yang bergabung di dalamya. RSPO  memberi keistimewaan berupa hak veto kepada sejumlah lembaga dan perusahaan yang nota bene adalah berorientasi profit, meski tetap dengan jargon utama, pembangunan berkelanjutan, yang itu terkait dengan pelestarian lingkungan alam..

Padahal, isu pelestarian lingkungan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) telah diadopsi  oleh PBB sebagai paradigma dasar  global dalam menjalankan seluruh aktifitas ekonomi,  dan pembangunan manusia nya.

Eropa dan LSM lingkungan wajar terus berkampanye untuk pelarangan masuknya Biodiesel dari bahan sawit ke kawasan tersebut, karena sejarah dan jejak perjalanan banyak perusahaan baik perkebunan atau pertambangan local serta asing yang beroperasi di Indonesia, hampir selalu identic dengan deforestasi, alias pembabatan hutan.

Untuk itu, satu-satunya cara agar ISPO  Indonesia bisa diakui setara dengan RSPO adalah dengan mengatasi dan menyelesaikan seluruh persoalan yang menghambat penerapan sertifikat dalam negeri ini.

Dan mengacu kepada laporan Komisi ISPO yang berhak menerbitkan sertifikasi tersebut, persoalan utamanya ada pada status hukum keberadaan sebagian lahan perkebuna sawit di tanah air.

Beberapa waktu lalu, komisi Indonesia Sustainable Palm Oil menyatakan aspek legalitas kepemilikan lahan menjadi salah satu kendala utama realisasi wajib sertifikasi ISPO bagi pekebun sawit yang saat ini masih rendah.

Seperti diungkap oleh Kepala Sekretaria Komisi ISPO R. Aziz Hidayat,  status lahan menjadi hambatan terbesar. Karena kendati sudah berubah menjadi area perkebunan surat keterangan tanah belum berubah. Bahkan ada sebagian lahan tersebut yang terindikasi masuk bagian dari lahan hutan.

Itu belum termasuk hambatan lain dari petani perorangan yang enggan bergabung dalam satu kelompok usaha berbentuk koperasi perkebunan karena kekurangan modal.

Maka selain aspek bantuan kredit yang menjadi wilayah tugas pemerintah,   keseragaman aturan serta penerapan tata kelola secara konsisten dan benar, diyakini akan banyak  membantu pelaku usaha, khususnya petani perorangan.

Hal sama juga berlaku kepada korporasi yang memiliki lahan jutaan hektar, justru dengan status pemain raksasa, tudingan menjadi biang kerok kerusakan dan perambahan hutan lebih mudah disematkan, kendati dalam banyak kasus, tindakan negative serupa juga tak sedikit dilakukan pemilik lahan perorangan.

Belum lagi kepada tudingan  bahwa tujuan awal keberadaan perkebunan dan industry kelapa sawit sebagai salah satu solusi ampuh peningkatan kesejahteraan masyarakat belum sepenuhnnya terlaksana.  Karena hingga saat ini, sebagian besar perkebunan sawit di Indonesia masih lebih banyak dikuasai korporat asing atau konglomerat dalam negeri.

Maka pada titik ini, berbicara tentang  sawit berkelanjutan, tak lagi hanya sekedar peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan dalam lingkup kepentingan  nasional secara ekonomi.. Meski harus diakui bahwa industry sawit dalam negeri telah menjadi salah satu penyumbang terbesar devisa non miga bagi negara.

Maka dengan terbitnya moratorium lahan perkebunan sawit oleh pemerintah sedikit mengurangi tekanan bagi Indonesia dalam menangkis ragam kampanye negatif pihak asing tersebut.

Pada akhirnya, semua kembali kepada pemegang kendali kebijakan usaha ini, baik di pusat maupun daerah.  Karena baik ISPO maupun RSPO  atau lebih, kredibilitas nama industry ini  tetap tergantung kepada kedisplinan dan konsistensi pemerintah dalam perjalannya   memperbaiki tata kelola industri sawit nasional demi kepentingan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun