"Ozy, tolong dalam beberapa hari ini ajak kawan-kawan untuk melatih anak-anak kelas V agar semakin lancar menggunakan laptop dan mengikuti simulasi AKM."
Pemberitahuan di atas diumumkan oleh Kepala Sekolah kami melalui grup WhatsApp SD tepatnya dua hari yang lalu.
Pada Senin siang, Kepsek juga sempat meneleponku untuk jangan pulang terlebih dahulu karena ada segenap hal penting yang ingin beliau sampaikan.
Setelah beberapa saat menunggu, ternyata hal penting itu adalah jadwal ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) yang sudah di depan mata. Sembari berkisah tentang jadwal, beliau pun menunjukkan kepadaku 3 buah Chromebook.
"Wah, ini dapat dari mana Pak?"
"Bantuan, Zy."
Terjawab sudah keresahanku dan segenap rekan guru beberapa minggu terakhir. Sejak adanya pengumuman pelaksanaan simulasi ANBK jenjang SD pun kami sudah kebingungan. Bahkan sebulan yang lalu aku sempat merilis artikel bahwa kami batal mengikuti simulasi karena terkendala kondisi.
Bisa baca di: Terpaksa Menumpang, Kami Memilih untuk Tidak Mengikuti Simulasi Asesmen Nasional
Mau bagaimana lagi. Namanya juga SD kecil yang letaknya cukup pelosok. Siswa kami pun hanya 50 orang, yang mungkin akan segera terkena dampak kebijakan jikalau nanti peraturan penghapusan dana BOS untuk sekolah dengan jumlah siswa di bawah 60 orang sah diimplementasikan. Hiks
Sedangkan untuk mengikuti simulasi, kami disarankan menumpang di sekolah tetangga yang cukup jauh dari SD kami. Karena berbagai pertimbangan, kami pun memilih untuk tidak berangkat.
Jikalau kami berangkat, tidak terbayangkan akan sekacau apa suasana simulasi ANBK. Terang saja, total 15 siswa kelas V yang menjadi peserta asesmen semuanya belum ada yang pernah memegang laptop, komputer, Macbook, maupun Chromebook.
Daripada nanti "merusuh" di sekolah orang, rasanya lebih bijak bagi kami untuk tidak mengikuti simulasi ANBK.
Demi Bisa Ikut ANBK, Kami Rela Menumpang di Rumah Warga
Tiba di bulan November, kisahnya mulai sedikit berbeda. Sejak awal aku dan rekan-rekan guru sudah gelisah karena semakin ke sini semakin tersiar kabar bahwa setiap sekolah itu wajib ikut ANBK, bagaimanapun caranya.
Beruntung Senin kemarin Kepala Sekolah membawakan 3 buah Chromebook bantuan dari pemerintah~ sepertinya sih~ hingga akhirnya kami langsung meracik strategi persiapan ANBK. Soalnya jadwal ANBK sendiri itu dimulai dari minggu depan.
Karena menumpang, aku sudah menduga bahwa SD kami bakal mendapat jadwal AKM di hari-hari terakhir. Ehem.
Nantilah soal jadwal, mendingkan kami mematangkan persiapan siswa-siswa kelas V SD agar mereka lebih akrab dengan tata cara penggunaan komputer.
Sayangnya, meski Chromebook sudah ada di tangan, di lingkungan SD kami benar-benar tidak ada sinyal internet.
Aku pun sempat berdiskusi dengan Kepala Sekolah seraya menanyakan peluang bagaimana kira-kira kalau kita pasang router WiFi, tapi karena pertimbangan biaya, keamanan, serta waktu yang mepet, peluang tersebut jadinya belum bisa terlaksana.
Letak SD kami itu agak menjorok ke dalam dari jalan aspal. Jaraknya kira-kira 150 meter dari jalan dan tempatnya agak rendah. Benar, SD kami letaknya nyaris di pinggir jurang.
Karena posisinya yang agak rendah dari dataran jalan itulah sinyal internet dengan provider apapun belum mampu masuk. Beda halnya dengan di pinggir jalan, sinyal internetnya sedikit lebih baik.
Kalau kita berdiri di pinggir jalan, sinyal internet yang ada bisalah untuk sekadar balas chat atau membuka artikel dari Search Engine. Adapun untuk YouTube, tetap tidak bisa.
Sungguh meng-sedih, kan? Padahal pelaksanaan maupun simulasi AKM membutuhkan akses internet.
Tak hilang akal, akhirnya kami pun memutuskan untuk melatih anak-anak kelas 5 dengan cara menumpang di teras rumah warga yang letaknya tepat di pinggir jalan. Di sana datarannya sedikit lebih tinggi dan ketersediaan sinyal internet menjadi sedikit lebih baik.
Sembari melihat sang warga yang menjemur kopi basah, kami pun menyusun Chromebook dengan rapi, bahkan untuk tempat duduk pun masih meminjam dengan warga. Hehe. Beruntunglah penduduk di sekitar sekolah mau memfasilitasi kegiatan belajar anak.
Di hari pertama, tepatnya Selasa kemarin, anak-anak pun diminta secara bergantian belajar mengetik, mengisi biodata, serta menjawab maksimal 5 soal AKM bagian literasi. Karena Chromebook yang tersedia cuma 3, maka kami aturlah sampai 5 sesi sampailah tengah hari.
Ketika melihat anak-anak yang bergetar jarinya menyentuh touchpad dan menggerakkan kursor, aku pun merasa sedih sekaligus senang. Sedih karena menatap ketertinggalan, tapi ikut bahagia karena siswa/siswi kelas V ini sangat bahagia memainkan "mainan baru".
Dari mana kami bisa mendapatkan sinyal internet? Mau tidak mau, aku terpaksa harus menggantungkan smartphone-ku di pagar besi pinggir jalan seraya mengaktifkan hotspot. Meskipun kecepatan akses tidak begitu stabil dan sinyal sering kali hilang timbul, tapi dengan kesabaran dan senyum, semua siswa kelas V pun akhirnya sukses melaksanakan simulasi AKM bab Literasi.
Adapun pada hari kedua dan ketiga, kami pun masih menumpang latihan ANBK di rumah warga.
Berbeda dengan hari pertama, pada hari kedua hinggalah tadi siang anak-anak sudah lebih lancar mengoperasikan Chromebook dan mengisi soal AKM Literasi plus Numerasi hingga selesai secara mandiri.
Mereka tampaknya sudah lebih bahagia dan sama sekali tidak takut untuk menghadapi ANBK yang sesungguhnya. Beberapa dari siswa pun sempat bertanya kepadaku tentang bagaimana caranya mereka berangkat ke lokasi Asesmen.
"Pak, cekmano kito berangkat ANBK Pak. Kami bawak nasi dak?"
"Kito berangkatnyo jalan kaki, kalo idak itu, kito cubo sewa pesawat. Masalah bawak nasi apo idak, kelak kito tengok situasi."
Sontak saja anak-anak langsung tertawa kesal sejenak setelah mendengar jawaban dariku. Lha, mau bagaimana lagi, setidaknya cara itulah yang bisa kulakukan untuk menghibur mereka yang sudah mulai kesal dengan sinyal internet yang hilang timbul.
Problematika Pelaksanaan ANBK di Sekolah-sekolah "Kecil"
Saban kebijakan tentu ada pro dan kontra, termasuklah dengan pelaksanaan ANBK.
Jika dijenguk secara sekilas, pelaksanaan ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) dirasa sangat baik untuk memetakan mutu sekolah. Tapi di sisi yang sama, lagi-lagi tidak sedikit sekolah yang terkendala dari segi fasilitas.
Lucunya lagi, setahuku di SD tidak ada yang namanya mata pelajaran TIK, entah itu sebagai mata pelajaran utama maupun muatan lokal. Eh, tetiba saja digelar Asesmen Nasional yang basisnya adalah bisa mengoperasikan komputer.
Walaupun begitu, tetap masih ada untungnya bagi sekolah. Ya, setiap sekolah bakal segera mendapat bantuan laptop sebagaimana SD kami yang belum lama ini diberi "hadiah" Chromebook. Walaupun cuma 3, tapi sungguh alhamdulillah.
Barangkali, sudah terbayang oleh kita bagaimana bila ANBK dibatalkan atau ditunda hingga tahun 2022. Berarti bantuan laptop ke sekolah-sekolah bakal tertunda pula, kan? Begitulah negeri ini. Giliran sudah kepepet, barulah perbaikan sarana dan prasarana dipercepat. Hemm
Meski sedemikian rupa ceritanya, bolehlah percepatan yang bersifat kepepet ini dianggap sebagai dampak positif pelaksanaan ANBK.
Adapun dampak negatif ANBK bakal sangat terasa oleh sekolah-sekolah kecil seperti halnya SD kami.
Dengan kondisi anak-anak yang belum pernah pegang laptop, jumlah siswa yang sedikit, dana BOS yang hanya sekelumit, hingga jauhnya jarak tempuh menuju sekolah yang bakal ditumpangi, bukan tidak mungkin sekolah kecil bakal semakin keteteran dalam mengikuti ANBK.
Setumpuk problematika seperti itu kiranya belum sampai ke pembahasan dan kajian Mas Menteri Nadiem Makarim. Soalnya pembicaraan beliau baru sebatas pemberian bantuan laptop, kan? Dan implementasi bantuan pula sering kali terlambat.
Maka dari itulah, ke depannya kita semua berharap agar sistem pelaksanaan ANBK itu dimantapkan lagi. Jangan hanya dilihat pelaksanaan dan simulasinya di sekolah-sekolah yang fasilitasnya lengkap saja melainkan pandang pula sekolah-sekolah kecil yang sejauh ini terpaksa harus menumpang.
Pun demikian dengan keterampilan mengoperasikan komputer dan laptop. Jika di SD ada laptop, maka bisa saja digelar latihan simulasi, tapi jikalau tidak ada? Sedangkan pelajaran TIK kan tidak masuk dalam kurikulum.
Dulu, saat duduk di bangku SMP aku sempat mengikuti pelatihan komputer bersertifikat. Hebatnya, pihak yang menggelar pelatihan itu adalah pihak desa kami yang bekerja sama dengan SMA Negeri. Waktu itu pelajaran TIK belum ada, tapi malah pihak desa yang perhatian dengan anak-anak para generasi penerus bangsa. Hebat!
Karena sekarang ada ANBK, semestinya kisahku semasa SMP dulu bisa terulang lagi terutama untuk siswa-siswi jenjang SD yang di sekolahnya belum ada laptop. Namun, untuk persoalan ini, semestinya dinasdikbud yang lebih peka sih.
***
Sejatinya, meskipun hadir setumpuk keterbatasan, masing-masing sekolah punya "jalan ninja" tersendiri dalam menyukseskan kegiatan ANBK.
Hal ini menandakan bahwa semua sekolah entah itu sekolah di pinggir jalan raya maupun di pinggir jalan desa ingin dan selalu berusaha untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Ya, meskipun belum tertebak akan dibawa ke mana arah pendidikan kita, setidaknya kami dan para pelaku pendidikan lainnya ingin mempersembahkan yang terbaik untuk negeri ini.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H